Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 39

Jantung Dira berdegup kencang. Ia menatap waspada pada Samuel.

"Lo, psikopat?"

"Lo takut sama gue?" Samuel balik bertanya.

Netra Dira bergulir cemas. "Gu-gue--"

"Gue bisa bunuh lo sekarang di sini!"

"Nggak! Nggak! Gue gak takut gue cuma syok doang! I-iya gue cuma syok doang!" Dira mengangkat kedua tangannya di samping kepala.

"Lo takut sama gue Dir," desis Samuel yang membuat pasokan udara di sekitar Dira menipis. Itu hanya rasa syok dan takut yang di rasakan Dira sehingga berpengaruh pada keadaan di sekitarnya.

"Gue ... plis, Sam... jangan bunuh gue..." lirih Dira pasrah saat Samuel bangkit dan berjalan semakin dekat ke arahnya.

"Gue, bakal jaga rahasia lo. Gue-gue janji! GUE JANJI SAM!" teriak Dira di akhir sembari menutup matanya karena Samuel sudah ada beberapa jengkal di depannya.

"Lo kenapa?" tanya Samuel berlalu melewati Dira dan keluar dari ruang tamu.

"Eh?" Dira membuka mata, dan mengikuti pergerakan samuel yang sudah keluar. Dira mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Ia teringat cerita Samuel bahwa tempat yang di pijakinya adalah tempat Mama, Abangnya di bunuh. Dan tempat Samuel membakar Ayahnya.

Bulu halus di leher dan tangan Dira meremang. Dengan grasa-grusu Dira keluar dari ruangan itu.

'Njir ngeri,' lirih batinnya.

*****

Setelah mendapat kembali ingatannya, Levin lebih menutup dirinya dari aktivitas lain dan lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian dengan semua pikiran dan berbagai argumen yang di ciptakan dirinya sendiri.

Sudah dua minggu pula Levin menghindar dari Larissa. Ia hanya belum siap melihat Larissa, ia hanya belum siap jika sewaktu-waktu semua feelingnya yang mengatakan bahwa dia bukan satu-satunya lelaki untuk Larissa itu benar adanya.

Anggaplah bahwa Levin egois. Ia menghilang tanpa kabar dari Larissa hanya untuk ketenangannya sendiri. Ia hanya ingin menenangkan dirinya dan berusaha siap untuk semua kemungkinan yang akan terjadi di takdir berikutnya nanti. Setelah ia merasa siap, ia akan kembali pada Larissa dan menjelaskan semuanya pada Larissa.

*****

Sama halnya dengan Levin, Arga juga menghilang tanpa kabar dari Larissa.

Makan malam bersama waktu itu di rumah Arga merupakan pertemuan terakhir antara Larissa dan Arga.

Dua minggu ini, Larissa di sibukkan mencari kabar Levin dan Arga. Ia sudah menanyakan keberadaan Levin pada teman-teman Levin, namun mereka mengatakan tidak tau, dan tetap bungkam untuk memberi tau Larissa.

Larissa juga sudah berulang kali ke rumah Levin, namun saat ia ke sana rumah itu selalu sepi dan hanya ada beberapa pembantu dan pak satpam.

Hal yang sama juga Larissa lakukan untuk mencari Arga. Jujur, ia lebih khawatir dengan hilangnya Arga. Sebab terakhir mereka bertemu, beberapa kejadian terasa sangat ganjil bagi Larissa.

Tapi untunglah, sudah delapan hari ini ia mencari Arga dan Levin dengan di temani oleh Samuel.

Kemana-mana bersama Samuel. Mencari Arga di bantu sama Samuel, mencari Levin juga bersama Samuel.

"Kita makan dulu, lo belum makan dari pagi," ajak Samuel menghentikan mobilnya di depan warung sate di pinggir jalan.

"Ntaran aja Sam, kita ke rumah Arga dulu. Feeling gue bilang kalau Arga sekarang ada di rumahnya."

Samuel menggertakan giginya kesal. "Feeling, feeling, feeling! Kita udah beberapa kali nurutin feeling lo dan apa hasilnya?! Gak ada Ica! Mereka gak ada di rumah mereka!"

Mata Larissa berkabut, satu kedip saja air mata nya akan meluruh menuruni pipinya yang tak sechubby beberapa waktu lalu.

Samuel menghela napas panjang menenagkan hatinya yang tiap hari di tempa rasa cemburu, sakit, dan sesak. Setiap hari Samuel harus berbohong kepada Larissa. Samuel sebenarnya tau dimana dan bagaimana kondisi Levin dan Arga di dua minggu ini. Tapi Samuel juga tau alasan mereka menghilang dari Larissa. Maka dari itu, Samuel memilih terus menemani Larissa untuk mencari kedua orang tersebut.

Mengusap wajahnya dengan kedua tangan, Samuel lalu membawa Larissa ke dalam pelukannya. Tangis Larissa pecah seketika, Samuel rasa Larissa akhir-akhir ini menjadi gadis yang super cengeng.

"Sorry, gue gak ada maksud buat ngebentak lo tadi," sesalnya sembari mengusap rambut Larissa.

Larissa menggeleng, ia menenggelamkan wajahnya di dada Samuel. "Gu-gue cuma sakit sa-sama ekspetasi gue sendiri Sam, gue capek, gue khawatir sama mereka, gue takut mereka tau kalau gue udah khianati mereka, te-terus mereka menghilang dari gue," ucapnya bersahutan dengan isak tangis yang semakin menjadi.

Larissa mendongak menatap Samuel. "Lo, ngerti sama perasaan gue kan Sam? Sama keadaan gue yang sekarang juga? Lo ngerti kan Sam?"

Dengan tangan yang masih mengelus rambut Larissa, Samuel menunduk menatap dalam netra hitam Larissa. "Gue ngerti, dan gue bakal terus berada di sisi lo. Kalau lo butuh bahu, atau pelukan ataupun temen, gue bakal selalu ada buat lo. Anggap aja gue super hero buat lo," ucap lembut Samuel dengan senyum manisnya.

Di tengah tangisnya Larissa tertawa kecil mendengar guyonan receh dari sahabatnya itu.

"Makasih Sam." Larissa semakin mengertkan pelukannya pada Samuel.

"Sama-sama Ica," jawab Samuel sembari memejamkan matanya. Ia berimajinasi dalam benaknya. Jika Larissa yang memeluknya erat adalah pelukan tulus seorang wanita pada lelakinya. Bukan pelukan tulus sahabat pada sahabatnya.

Samuel juga berimajinasi, jika Larissa yang tengah memeluknya kini merupakan pelukan sayang pada dirinya. Bukan pelukan atas ucapan terimakasih kepada seorang sahabat.

"Sam," panggil Larissa.

"Hem?" gumam Samuel masih memejamkan matanya.

"Gue takut Arga udah tau kalau gue selingkuh sama Levin, terus ini alasan Arga ngehindar dari gue. Gue gak mau kehilangan Arga, Sam. Gue, gue cinta sama Arga. Dan cinta gue tulus buat Arga, Sam." Tangis Larissa kembali pecah.

Dada Samuel bergemuruh sakit. 'Terus gue apa? Gue juga cinta sama lo, cinta gue tulus buat lo. Kenapa lo masih buta sama kehadiran gue?!' batin Samuel berteriak kencang.

"Dan, lo tau Sam? Gue juga gak mau kehilangan Levin, dia orang yang bener-bener tulus sama gue. Dia yang selalu jadi badut buat gue pas gue lagi down. Dia manusia baik, terbaik. Dan gue sayang sama dia. Gue juga gak mau kehilangan dia, Sam... dan ketakutan gue sama. Gue takut kalau Levin udah tau kalau dia cuma selingkuhan gue terus dia mutusin buat ngehindar dari gue."

Rasa sakit yang tadi saja masih basah, sekarang di timpa lagi sama sakit yang baru. Samuel cemburu pada Arga dan Levin yang di spesialkan sama Larissa sedangkan dia, hanya dianggap sebagai sahabat biasa.

'Gue suka rasa sakit ini, gue suka saat lo terus ungkapin rasa cinta lo pada mereka di depan gue. Rasa sakit ini candu, rasa cinta gue buat lo yang terus ngehasilin rasa sakit buat gue sendiri juga candu. Lo, rasa sakit dari lo, itu candu buat gue Ca...'

Samuel mendongakkan wajahnya ke atas. "Gue ngerti, dan lo tau? Arga sama Levin mungkin butuh waktu sendiri. atau mereka lagi ada masalah dan gak mau ngelibatin lo dalam masalah mereka."

Larissa melonggarkan pelukannya dan menatap Samuel dengan mata memicing. "Iya kah?"

Samuel mengangguk. "Lo kan pembohong yang ulung ya, jadi gue rasa mereka belum tau kalau lo khianati cinta mereka," papar Samuel di akhiri kekehan ringan.

Larissa menatap datar Samuel dan melepaskan pelukannya. "Ya tapi jangan bilang juga kalau gue pembohong yang ulung! Kesannya tuh kayak gue emang setukang boong itu!"

Samuel tertawa renyah, seakan ia melupakan rasa sakitnya yang tadi. Padahal ia hanya menyembunyikannya, ia pikir ia harus berikap ceria di hadapan orang yang tengah terpuruk dengan harapan keceriaan itu bisa menular pada Larissa.

"Apa? Hahaha... lo emang pembohong yang ulung. Lo boongin dua orang yang tulus cinta sama lo. Apa, namanya kalau bukan pembohong ulung ha?"

Tatapan Larissa kembali sendu. "Apa gue sejahat itu Sam?" lirihnya.

Samuel mengusap pipi Larissa. "Nggak, lo gak jahat. Gue ngerti, lo lakuin itu karena keadaan memaksa lo buat lakuin hal yang gak mau lo lakuin. Udah ya, jangan sedih-sedih lagi. Sekarang kita keluar buat makan, terus sesuai keinginan lo tadi, kita bakal ke rumah Arga. Oke?"

Larissa tampak terdiam sesaat sebelum mengangguk. "Oke," ucapnya diiringi senyum tipis.

*****

Beberapa saat setelah makan siang, Samuel kembali melajukan mobilnya ke rumah Arga.

Samuel melirik Larissa. "Kalau Arga gak ada lagi di rumah, kita kemana lagi?"

Larissa menoleh. "Kita ke rumah Levin, siapa tau Levin ada di rumahnya. Gue serius kangen sama sikap dia," jawab Larissa.

Samuel tak menanggapi lebih lanjut, ia hanya mengangguk sebagai tanggapan.

"Nah kita sampe, sekarang ayo turun!" ajak Samuel bersikap semangat.

"Oke! Semoga Arga ada di rumah," balas Larissa.

Setelah mereka keluar dari dalam mobil, mereka berjalan ke arah gerbang.

"Pak!" panggil Samuel pada satpam yang tengah duduk di kursi kayu depan gerbang.

"Eh? Non Larissa, den Sam, kalian nyari Arga lagi?" tanya Pak satpam ramah.

"Iya Pak. Arga nya udah pulang belum?" tanya Larissa.

"Kebetulan non dateng, den Arga sama keluarganya baru aja sampai rumah tadi." Pak satpam kemudian membuka gerbang untuk mempersilahkan mereka masuk.

Larissa tersenyum lega. "Syukurlah," ucapnya.

Samuel melirik Larissa yang tampak bahagia. 'Apa Arga udah gapapa? Kenapa pulang cepet? Bukannya dia bisa pulang pas lusa nanti?' batin Samuel.

"Silahkan masuk." Pak satpam membuka gerbangnya.

Dari dalam halaman, seorang wanita paruh baya dengan lap tangan di pundaknya tampak lari terpogoh-pogoh.

"Pak, kata Tuan dan Nyonya jangan dulu menerima tamu. Mereka lagi istirahat, katanya kalau ada tamu tolak aja," ucapnya setelah dekat gerbang.

Larissa dan Samuel tampak mengerutkan keningnya bingung.

"Lah? Tapi ini yang dateng non Larissa Bi, non Larissa udah beberapa kali ke sini buat nemuin den Arga," jelas Pak satpam.

Wanita itu mengalihkan tatapannya pada Larissa. "Eh, non Larissa," sapanya yang di balas dengan anggukan kecil dari Larissa.

"Jadi gimana Bi?" tanya Pak satpam.

"Aduh gimana ya? Yaudah deh Bibi laporin dulu sama Tuan dan Nyonya. Bentar ya non, den... ditunggu sebentar."

"Iya Bi," jawab Samuel.

*****

Di dalam rumah, tampak Abyan dan Arka tengah duduk di sofa ruang keluarga. Raut wajah mereka menggambarkan bahwa mereka tampak lelah dan kurang tidur.

Dari arah dapur, Maria datang membawa tiga teh hangat di atas nampan. Sesampainya di hadapan suami dan putra sulungnya, Maria memberikan teh hangat tersebut pada mereka.

"Ah, abang lelah Bun, pengen cepet-cepet mandi terus tidur yang puas," keluh Arka sembari menyesap teh hangatnya.

Maria mengelus bahu Arka. "Yang sabar ya bang, ini juga demi adekmu kan?"

"Iya, abang ngerti kok Bun."

"Maaf Nyonya, di depan ada non Larissa nyariin den Arga."

Semua atensi mengarah pada wanita paruh baya yang baru saja datang.

"Larissa?" gumam Maria.

"Gimana Yah? Masa kita nolak kehadiran Larissa?" tanya Arka.

"Tapi kan Arga juga belum--" ucap Abyan terhenti.

"Suruh masuk aja Bi," titah Arga dari Arah tangga.

"Tapi Ga?"

"Udahlah Bang, kasian kan Larissa kayaknya dia nyariin gue selama ini."

"Suruh masuk aja Bi," lanjut Arga.

"Iya den."

"Emang gak apa-apa Ga?" tanya Abyan.

"Gak apa-apa Yah, kalian inget kan permintaan Arga kemarin?" Arga tersenyum tipis dengan gurat sendu di wajahnya.

Maria bangkit dan memeluk Arga. Tangis Maria pecah saat Arga membalas pelukannya begitu erat.

"Bunda belum siap Arga," lirih Maria dengan segukan tangis.

Arga menggeleng. Ia menguraikan pelukannya dan mengusap air mata bundanya. "Bunda gak boleh gini, Bunda harus siap... supaya Arga bisa tenang."

Di tengah tangisnya, Maria tersenyum tipis tampak begitu miris. "Maafin Bunda, Bunda belum bisa bahagiain Arga..."

Arga kembali mendekap bundanya. "Arga udah bahagia kok Bun, dan Bunda inget permintaan Arga? Arga gak mau kalian sedih, Arga gak mau ngelihat kalian nangis karena Arga..."

"Pokoknya kalian harus bahagia ya?" Arga menatap melas pada Maria.

Dengan berat hati, Maria mengangguk kecil.

Arka menepuk tiga kali bahu Arga. "Semoga ada keajaiban! Lo harus bertahan Ga!" ucap Arka meyakinkan.

Arga terkekeh kecil. "Semoga," balasnya ragu.

"Aamiin..." ucap serentak Abyan dan Maria.

"Anak bungsu Ayah kuat, kamu pasti bisa Ga!" Abyan tersenyum lebar menyemangati anaknya yang dalam keadaan terpuruk akibat takdir. Meski hatinya sakit dan tak tega, tapi ia harus tampak ceria sesuai keinginan Arga.

*****

BERSAMBUNG

Ada apa sih ini Arga 😴

Tinggalkan jejak plis..

-1891 kata-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro