Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 36

Kantin sekolah Sma Alaska nampak ramai di penuhi penghuni sekolah yang kelaparan setelah menyelesaikan pembelajaran.

Disudut kantin, Dira mengaduk minuman dengan sedotan. Ia tampak menatap Samuel tanpa henti, sesekali keningnya mengerut lalu kembali seperti semula.

Samuel yang tengah menyantap batagor pesanannya berujar, "Mau sampai kapan lo natap gue?" tanyanya tanpa menatap Dira.

"Sampai lo mau jawab pertanyaan gue."

"Gue udah jawab pertanyaan lo, lalu apa lagi?" Samuel menatap jengah Dira.

"Gue belum puas dengan jawaban lo!" tekan Dira meletakkan kedua tangannya di atas meja.

Samuel berdecak. "Fine! Selama seminggu gue gak ngasih kabar ke lo sama Ica ya karena perusahaan gue lagi oleng gara-gara perusahaan baru netes itu!"

Dira memutar pandangannya jengah. "Jawaban lo sama kayak jawaban yang tadi! Gue tanya sekali lagi, lo gak mungkin kan selama itu cuma berkutat sama pekerjaan lo? Lalu apa yang lo lakuin waktu itu di depan restoran?"

Kedua alis Samuel menukik, ia menatap Dira dengan bingung.

Dira menggebrak meja dengan kedua tangannya sembari berseru, "Kemarin lusa pas malem, gue ngeliat lo sama anak buah lo ngegiring tiga orang preman!"

Ekspresi Samuel tampak terkejut. Tak lama, ia terkekeh. "Lo ngeliat dari awal gak?"

"Ha?" gumam Dira bingung.

"Tiga tikus itu mau nyelakain Larissa." lirih Samuel dengan dingin.

Lagi-lagi Dira dilanda kebingungan.

"Mereka suruhan Ceo perusahaan baru yang lagi berurusan sama gue."

Rahang Dira mengeras. Di atas meja, kedua tangannya terkepal erat. "Lo kalau ngomong yang bener! GUE GAK NGERTI APA YANG LO OMONGIN BEGO!" Akhir Dira dengan teriakan sehingga mereka mendapat sorotan dari semua penghuni kantin.

"Oke, mungkin ini saatnya lo tau siapa gue."

Dira menggeram rendah saat Samuel beranjak dari kursi.

Samuel menghentikan langkah dan menoleh pada Dira yang masih terpaku menatapnya tajam. "Ikut gak?"

Dira menghembuskan nafasnya kasar, lalu beranjak mengikuti Samuel.

Langkah Samuel membawa Dira ke parkiran sekolah. Sungguh Dira tak mengerti dengan semuanya.

"Masuk!" perintah Samuel saat melihat Dira menatap heran dirinya yang masuk ke dalam mobil.

Tanpa bertanya lagi Dira ikut masuk ke dalam mobil samuel dan mendudukkan dirinya di kursi penumpang samping kiri kemudi.

"Kita mau kemana Sam? Kita lagi sekolah loh!"

"Bukannya lo mau ngerti semuanya?" Samuel menaikkan alis kiri ke atas.

"Ya tapi ini masih jam pelajaran Sam!" sungut Dira.

"Yaudah kalau lo gak mau ngerti sama apa yang gue ucapin barusan di kantin! Kita sekarang keluar dari mobil dan masuk ke kelas!" Samuel melepas seat beltnya, saat tangannya hendak membuka pintu mobil, Dira berseru.

"Kita jalan!"

"Yakin lo mau bolos demi rasa penasaran lo itu?" tanya Samuel yang lebih tepatnya mengejek.

Dira berdecak. "Gue yakin!"

Samuel terkekeh, lalu ia kembali memasang seat belt dan menginjak pedal gas, melajukan mobilnya keluar dari gerbang sekolah.

"Gue denger, perusahaan bokap lo sebentar lagi bakalan ngangkat Ceo baru. Apa itu lo, atau kakak cewek lo itu?" tanya Samuel memecah keheningan.

Dira menoleh pada Samuel, ia berdehem sejenak. "Tentu gue. Kakak gue mana mau ngurusin perusahaan bisnis gitu. Dia lebih suka ngabisin duit pakai belanja dari pada ngasilin duit buat belanja," ucap malas Dira yang di sambut dengan kekehan di sebelahnya.

"Ya wajarlah, namanya juga cewek. Pasti rata-rata kayak gitu, lebih suka ngabisin duit daripada ngasilin duit."

Dira mengangguk-anggukan kepalanya, "Ya ya ya gue tau itu."

Dira tampak berpikir sejenak. "Gimana hubungan lo sama Larissa?"

Sorot mata Samuel berubah sedikit sendu. "Gak ada yang berubah," desahnya.

"Apa lo gak ada niatan buat ungkapin perasaan lo lagi sama dia? Gue yakin kali ini bakalan berhasil," usul Dira.

Samuel tertawa miris. "Ungkapin lagi perasaan gue ya?"

"Seandainya cinta gue di terima sama dia, apa lo tau gue bakalan jadi pacar ketiganya," jelas Samuel terkekeh.

Sungguh, Dira tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Setaunya, Larissa hanya pacaran sama Arga. Lalu bagaimana bisa--?

"Larissa nerima bang Levin sebagai pacarnya hanya karena kasihan dan rasa bersalah. Yang artinya, bang Levin itu selingkuhan Larissa."

Mulut Dira terbuka sedikit, lalu mengatupkannya lagi. "Arga, tau kalau dia selingkuh sama bang Levin?"

Samuel menggeleng.

"What?!" pekik Dira.

"Terus bang Levin tau gak kalau dia cuma selingkuhannya Larissa?"

Samuel kembali menggeleng.

Dira membuang nafasnya. "Gak nyangka gue. Kisah cinta Larissa rumit juga, cinta segiempat jadinya." Dira terkekeh.

Samuel tertawa, seolah ucapan Dira adalah sebuah lucon untuknya.

"Cinta segitiga. Arga, Larissa sama bang Levin. Gue gak termasuk diantara mereka," Jelas Samuel tersenyum miris.

Dira menaikkan alis kirinya ke atas. "Cinta segiempat lah, kan lo juga termasuk orang yang cinta sama Larissa."

"Tapi gue gak di anggap ada. Cinta gue gak di anggap ada sama Larissa, lagian ... gue gak ada sama sekali di hatinya dia. Yang ada dihati Larissa cuma ada Arga, dan bang Levin. Dihati Arga cuma ada Larissa, dan dihati bang Levin cuma ada Larissa. Lo denger? Gua gak ada sangkut pautnya sama mereka. Cinta gue buat Larissa cuma gue sendiri yang bersangkutan. Hanya gue seorang."

Dira mengerti apa yang Samuel tuturkan. Ia menatap sahabatnya dengan iba. "Gue gak pernah ada di posisi lo, gue juga gak pernah ngerasain apa yang lo rasain. Tapi gue ngerti rasa sesak nya kayak gimana, gue ngerti. Gue selalu support apapun yang lo lakuin selagi menurut lo itu baik buat lo." Dira menepuk pundak Samuel.

"It's oke, thanks bro! Gue juga gak pernah nyesel ada di posisi ini. Gue gak pernah nyesel udah cinta sama Larissa yang gak pernah nganggap gue ada. Malah gue seneng ada di posisi ini, luka akibat rasa cinta gue sama dia bikin gue candu. Dari sini, gue ngerti rasa cinta yang tulus itu kayak gimana. Gue tulus cinta sama Larissa, dan gue tau kalau cinta Arga juga bang Levin sama-sama tulus buat Larissa."

Dira tak menanggapi ucapan Samuel. Ia terlalu bingung untuk merespon seperti apa, ia juga merasa bahwa sahabatnya ini berada di dalam lingkaran yang sama, namun tak di anggap ada.

Dira melirik Samuel lewat ekor matanya. "Lo gak ada niatan buat mundur dari perasaan lo?"

Samuel yang tengah membelokan stirnya ke kiri, memasuki gerbang putih yang terbuka otomatis.

"Gue bahagia sama perasaan gue saat ini. Walaupun misrisnya lebih banyak, tapi gue udah terbiasa sama perasaan ini. Gue cinta sama Larissa, gue rasa selamanya bakalan tetep kayak gitu sampai gue mati," jawab Samuel sembari menghentikan mobilnya di depan anak tangga didepan sebuah rumah besar yang didominasi warna putih gading.

Dira melihat Samuel yang termenung setelah mengucapkan ucapan tadi. "Sampai lo mati? Hah ... gue rasa otak lo terlalu dangkal ya," ucap Dira memiringkan senyumnya samar.

"Hidup itu gak bakal berakhir cuma karena satu alur doang. Sam, lo itu baru kali pertama jatuh cinta. Gue rasa alur percintaan lo masih ada di depan sana, sama cewek baru yang belum lo tau." Lanjut Dira.

Alur baru sama cewek yang baru.

Samuel menatap tajam Dira.

"Apa?" tanya Dira balik menatap Samuel.

"Ucapan gue bener kan?"

Tarikan nafas kasar terdengar dari Samuel. Lelaki itu membuka pintu mobil kasar, diikuti Dira yang juga ikut keluar.

Di anak tangga ke 3 Samuel berucap pada Dira yang berjalan di sebelahnya.

"Gak ada alur baru, gak ada cerita baru, gak ada cewek baru. Alur cinta gue cuma ada satu. Berakhir sad ending ataupun happy ending, alur gue cuma sama Larissa. Gue pastiin itu sampai gue mati dan gue gak akan pernah membuat alur baru," desis Samuel dengan rahang mengeras tanda keseriusan tentang apa yang di ucapkannya barusan.

Dira tau ucapan itu bukan untuknya. Tapi mendengar ucapan yang sangat serius dan dipenuhi tekad, dada Dira ikut bergemuruh.

Dira berdehem, "Khem, sebegitu bucinnya ya lo sama dia, sampai-sampai bawa kata mati segala."

Samuel menaikkan kedua bahunya sembari melanjutkan langkah. "Terserah lo mau bilang gue gimana juga. Itu hak lo!"

Membuka kedua pintu besar berwarna coklat, Samuel memberi kode pada Dira yang mematung di depan pintu untuk segera masuk.

Interior rumah yang elegan dan nyaman, namun Dira merasakan kesunyian dan kehampaan di dalam rumah itu.

Menapakkan kakinya lebih dalam mengikuti langkah Samuel, retina Dira menangkap foto besar berfigura kayu yang terpasang di dinding diantara deretan foto lainnya yang lebih kecil.

Di dalam foto itu, terdapat anak laki-laki sebelas tahunan yang Dira tau bahwa itu adalah Samuel kecil, tengah di rangkul oleh lelaki remaja sekitar 16 tahun. Di samping kiri remaja itu nampak wanita paruh baya yang sangat cantik dengan dres biru laut yang juga memegang tangan kirinya.

Yang membuat Dira tak dapat mengalihkan tatapannya bukan gambar ketiga orang itu. Tapi gambar lelaki berjas biru dongker yang tangannya memegang tangan kanan Samuel kecil. Hanya potongan tangan, pinggang dan kaki saja yang nampak. Karena bagian atasnya seperti, dirobek?

Dira menatap Samuel yang ternyata juga menatapnya diam.

"Foto keluarga gue," ucap Samuel.

"Foto bokap lo, robek?" tanya ragu Dira.

"Sengaja gue robek."

Dira melangkahkan kakinya mendekati foto besar itu. Semakin di lihat dengan jelas, Dira merasa tak asing dengan paras wanita paruh baya dan lelaki remaja di foto itu. Seperti pernah melihatnya tapi, dimana?

"Di koran sama internet," gumam Dira.

Ucapan kesal Samuel menghentikan analis Dira terhadap foto. Ia menatap Samuel jengah.

"Bentar gue belum selesai liatin foto keluarga lo!" dengus Dira.

"Lo udah gak penasaran lagi sama ucapan gue yang di kantin? Kalau udah gak penasaran yaudah, kita balik lagi ke sekolah!"

Dira berdecak. Dengan malas ia berbalik dan mengikuti langkah samuel menaiki tangga ke lantai dua.

*****

BERSAMBUNG

Berniat dengan tekad
Berhalu dengan tinggi
Namun sikap menghianati
Kembali mengabaikan untuk aktifatas yang tak ada manfaatnya
*Pengen banget konsisten nulis tapi, seperti kata di atas*

1538 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro