Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 33

"Napa dah, perasaan dari tadi lo senyum-senyum terus. Abis kecelakaan harusnya tuh sedih, nangis, muram apa kek yang mellow mellow bukannya senyum-senyum kayak gitu kayak orang gila aja!"

Levin menoleh pada Jordan yang menggerutu padanya. Bukannya marah, senyumnya malah semakin lebar hingga ia tertawa kegirangan.

"Hahaha bukan gila, gue itu lagi bahagia tau," ucap Levin dengan sorot mata berbinar.

"Kecelakaan lo malah bahagia?! Wahh lo bener-bener gila deh kayaknya." Jordan mengerutkan matanya.

Senyum lebar Levin tak kunjung hilang dan itu membuat empat pemuda yang ada di ruangan menatap aneh Levin.

"Oh atau mungkin kecelakaan itu ngebuat otak mini lo geser dikit jadi lo kurang waras kayak gini ha?!" tuding Jordi mundur satu langkah sedikut menjauh dari ranjang Levin.

"Heh!" Pelotot Levin menatap Jordi, tak lama tawanya pecah tanpa alasan.

"Bang, udah deh lo gak usah kayak gitu. Lo harus inget lo itu baru aja sadar dari koma bang!" ucap Arga.

"Huuh bener tuh! Gak usah senyum-senyum kayak gitu elah bikin kita merinding aja lo!" dengus Jordi menimpali.

Levin tertawa kecil seraya menaik turunkan kedua alisnya menanggapi dengusan kesal para sahabatnya.

"Lo cerita buruan Vin! Jangan buat kita bingung deh, eneg gue lihat lo kayak gini!" dengus Erik menatap kesal Levin.

"Hahaha yaudah gue ceritain deh," ucap Levin dengan tawa bahagia yang tak bisa dihentikannya.

"Lo berhenti dulu ketawa anying cepet ceritain!" geram Jordi.

"Hahahah..."

"Anjing Levin bangsat!" umpat Jordi. Sedang yang lain hanya mendengus kasar.

"Hahaha oke oke sabar hahaha... Awsh," ringis Levin memegang kepalanya yang berdenyut membuat pandangannya sedikit buram.

"Tuh kan! Makannya jangan banyak ketawa gak jelas kayak gitu! Sakit kan tuh pendul lo!" dengus Jordi yang di sambut kekehan dari Jordan, Erik dan Arga.

Setelah pusingnya mereda, Levin kembali menaikkan kedua sudut bibirnya diikuti dengan naiknya kedua alis tebal rapi miliknya.

"Kalian inget gak ucapan gue pas di kasino Erik waktu itu?"

"Yang mana? Kita sering ke kasino jadi ucapan lo yang mana ha?" Jordan menanngapi ucapan Levin.

Levin berdecak tapi tak menghilangkan senyumannya. "Itu loh yang gue bilang kalau keperjakaan bibir gue diambil sama Vera. Masa lo pada lupa sih!"

Serentak mereka mengangguk. "Terus?" tanyanya serntak juga.

"Ya kan gue pernah bilang kalau bibir gue udah gak perjaka berarti gue bakalan dapet pacar-"

"Jangan berbelit-belit deh Vin!" potong Jordi si tak sabaran.

Levin mendengus, "Lo gak bisa ya lihat temen lo bahagia kayak gini! Gak usah potong-potong kayak gitu. Huh ... Lagi bahagia malah kesel untung bahagianya gak ilang jadi gue maafin lo kali ini."

Mereka yang mendengarnya seketika memasang ekspresi datar menatap Levin tanpa minat. Tapi justru lelaki itu malah tersenyum lebar.

"Yang gue ucapin dulu ternyata bener, kalau cepat atau lambat gue bakalan punya pacar. Dan."

Kedua alis semuanya kompak naik ke atas saat Levin menggantung ucapannya.

"TARAAAA! GUE JADIAN SAMA VERA, GUE SEKARANG SAH JADI PACARNYA DIA WOY GILA GUE SENENG BANG-- uhuk uhuk."

Setelah menormalkan jantungnya yang berdetak cepat akibat teriakan Levin, Arga segera mengambilkan air di atas nakas dan memberikannya pada Levin.

"Lo, serius pacaran sama cewek itu?!" tanya Erik.

Jordi mengerut keningnya dengan bibir menipis. Jujur saja, ia tak suka jika Larissa jadian dengan Levin. Ia tak pernah melupakan sikap Larissa terhadap Levin selama ini.

"Lo, becanda kan Vin?"

"Emang gue kelihatan kecanda ya?" tanya balik Levin.

"Gue tadi ngungkapin perasaan gue ke dia, dan tanpa gue duga dia nerima gue. Gue pikir dia gak cinta sama gue. Ternyata dia juga sama, dia cinta sama gue. Gue seneng banget gila! Akhirnya cinta gue gak bertepuk sebelah tangan," ucap Levin dengan antusiasnya, tanpa memperdulikan keadaannya yang belum terlihat baik-baik saja.

"Wah, ikut seneng gue bang dengernya," seru Arga.

"Iya dong harus seneng. Namanya sahabat harus susah seneng bareng, nah kan kalau gue seneng kalian juga harus seneng."

"Iya deh kita ikut seneng buat lo," ucap Erik yang di angguki Jordan.

"Tapi gue tetep kurang srek sama tuh cewek," desah Jordi.

"Lo jangan gitu dong Di, ini kan pacaran pertama gue harusnya lo setuju sama pilihan gue. Lagian Vera juga orangnya baik kok, cuma dingin aja. Ntar kalau lo udah akrab sama dia pasti seru kok," jelas Levin menggebu-gebu.

Jordi mengacak rambutnya kasar. "Ya tapi kan dia udah keterlaluan bikin lo khawatir, dia bahkan jalan sama cow--"

Levin memotong ucapan Jordi, sebelum lelaki itu menyelesaikan kalimatnya.

"Udah deh Di, lo dengerin gue! Dia itu gadis dari keluarga yang kurang baik, dia anak broken home. Lo tau? Biasanya anak dari broken home itu pada setia sama pasangannya! Dia gak bakalan nyakitin atau bahkan ninggalin seseorang, karena dia tau rasanya disakiti itu kayak gimana. Dan untuk kenapa Vera abai atau bahkan menghilang dan jalan sama cowok lain, itu gue yakin kalau dia punya alasan yang kuat. Dia sayang sama gue, dan hanya gue yang ada di hatinya!"

Jordan menepuk pundak Jordi ketika dilihatnya Jordi masih ingin melayangkan anggapannya.

"Terserah lo deh!" sungut Jordi mendudukkan bokongnya di sofa panjang di ruangan itu. Diikuti oleh Jordan dan Erik.

Mendengar kata 'broken home' dari Levin, Arga mulai tertarik kepada pacar barunya Levin. Bukan tertarik dalam artian cinta, namun karena ia rasa pacarnya Levin memiliki latar belakang keluarga yang sama seperti Larissa nya.

"Cewek lo beneran broken home bang?" tanya Arga membenarkan duduknya di kursi samping brangkar.

Levin mengalihkan tatapan pada Arga.

"Iyaa cewek gue broken, makannya dia punya sifat dingin. Mungkin karena latar belakang keluarganya itu."

Arga mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.

"Eh iya Ga, bukannya waktu itu lo bilang kalau lo bakalan nemuin cinta monyet lo? Sekarang udah ketemu?" tanya Jordan.

Arga terkekeh. "Tentu, gue bahkan udah jadian sama dia."

"O ya?!"

Arga berniat menceritakan semuanya ketika melihat rasa penasaran Levin yang begitu antusias.

Arga menceritakan awal dirinya yang menemukan Larissa di upacara, hingga ia yang mengajak Larissa untuk membolos sekolah selama dua minggu.

Levin yang ingatannya separuh menghilang, tak 'ngeh' dengan kejadian tersebut yang juga di alami Larissanya.

"Wah pacar lo juga punya sikap dingin Ga?!"

Arga mengangguki ucapan Levin.

"Pacar gue juga sama dingin, punya ekspresi datar pula." Levin tertawa lepas, karena di rasa ia dan Arga punya nasib yang sama. Sama-sama punya kekasih yang dingin.

"Ya kita punya kesamaan dalam takdir punya pasangan bang." Arga terkekeh.

"Selain itu, cewek gue juga sama kayak cewek lo. Sama-sama dari latar belakang keluarga yang kurang baik. Dia juga broken home," ucap Arga berubah menjadi sendu.

"Ya, berdoa aja lah supaya Tuhan nakdirin kita sama pasangan kita yang sekarang, dan ngizinin kita buat bahagiain mereka." Levin menepuk bahu Arga.

"Aamiin, semoga aja bang." Arga tersenyum tipis. 'semoga gue bisa bahagiain dia.'

Jordi berdecak karena terus-menerus mendengar kata sama, seolah dua lelaki yang tengah di mabuk cinta itu menceritakan orang yang sama dalam jenis cinta yang berbada.

"Kalian nyadar gak sih? Kalau kita disini yang dari tadi ngedengerin cerita kalian itu, seakan kalian lagi nyeritain orang yang sama ha?!" decak Jordi yang diangguki saudara kembarnya juga Erik.

Arga dan Levin saling berpandang sejenak.

"Iya gitu?" tanya Levin.

Arga mengedikan bahu tak tahu.

"Itu cuma spekulasi mereka aja kali bang, mana mungkin doi kita satu orang yang sama."

Jordi berdecak sebal karena pendapatnya hanya dianggap spekulasi.

Levin mengangguk setuju. "Banyak cewek dingin dengan latar belakang keluarga yang broken home. bukan cuma doi gue sama Arga doang, masih banyak kok yang lainnya juga."

"Terserah lah, tanya aja sama si Erik noh." Jordi menunjuk Erik dengan dagunya.

Meskipun dalam hati mengiyakan, Erik malah mengangkat kedua bahunya acuh. Ia tak mau beranggapan salah atau benar, karena nyatanya itu belum ada pembuktian yang menguatkan.

Lagi-lagi Jordi berdecak diiringi dengan helaan nafas kesal.

"Udah lah bang, anggapan lo soal Veranya bang Levin sama Icanya gue itu salah. Mana mungkin kita punya doi di satu orang yang sama. Ya gak bang?" Levin mengangguk dengan tersenyum lebar.

Vera

Ica

Larissa Leavera

Jordi, Jordan dan Erik bertatapan dengan mata membola. Dibenak mereka yakin jika dua lelaki di mabuk cinta itu mencintai orang yang sama.

Tawa Arga dan Levin menggema, mengalihkan perhatian mereka. Lalu kembali bersitatap.

"Kita beritau mereka jangan?" bisik Jordan.

"Tapi kita belum tau kebenarannya, itu baru aja anggapan kita kan?" balas Erik dengan berbisik juga.

"Tapi gak ada salahnya kan, kalau kita ngasih tau mereka buat ngehindarin patah hati di masa depan ntar?" Jordi menimpali juga sambil berbisik.

Tatapan mereka bertiga mengarah pada Arga dan Levin yang masih menceritakan tentang kekasih mereka. Saking antusias dan bahagianya, mereka melupakan fakta bahwa dari berbagai macam kesamaan, perempuan yang mereka cintai adalah perempuan yang sama.

*****

BERSAMBUNG

:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro