Chapter 23✍
MahendraCorp
Begitulah tulisan besar yang terpampang besar di atas gedung yang menjulang tinggi.
Melangkah gontai keluar dari area parkir, Levin mengacak rambutnya kasar dengan bibir yang maju ke depan dan kaki yang dihentak-hentakan.
Hatinya mendongkol karena tidak bisa jalan berdua lagi. Kenapa sih, Larissa harus ada urusan mendadak segala?! Huff ... Buat Levin kesal saja! Ia kan begitu rindu dengan gadis mimpinya itu, maklum lah sudah sehari mereka tak bertemu karena kesibukan masing-masing.
Merasa menjadi pusat perhatian, Levin menatap sekeliling dengan tatapan tajam. Bagaimana tidak? Mereka menertawakan sikap Levin yang sekarang dan berbisik-bisik ria. Ayolah, emosi Levin saat ini sedang tidak baik. Setidaknya jangan membuat mood nya bertambah buruk.
"APA LO LIHAT-LIHAT?!" teriak Levin pada ibu-ibu menor yang menatap Levin dengan genit. Si ibu langsung kikuk dan menundukkan kepalanya.
Sepanjang langkahnya, Levin terus di iringi dengan berbagai tatapan dan bisikan.
Menoleh dan menatap garang kumpulan divisi pengembangan di lantai dua yang tengah tertawa sambil memandang ke arahnya.
"DIEM! ATAU GUE RONTOKIN GIGI LO SEMUA BIAR LO PADA MALU BUAT KETAWA LAGI!"
"APA LO BISIK-BISIK? KAYAK TETANGGA KURANG BAHAN GOSIP AJA!"
"BANGSAT! SIAPA SIH YANG NARUH TIANG DI SINI?! GUE BUNUH LO! KELUAR LO!" teriaknya saat menabrak tiang di saat ia sedang berteriak marah dan tak melihat jalan yang dilalui nya.
Seorang wanita muda terkekeh dan berujar, "Hati-hati Tuan muda."
Levin mendelik kesal ke arah wanita itu. "SIAPA LO?! JANGAN SKSD YA! GUE UDAH PUNYA GEBETAN!" teriak Levin semakin menggila.
Pintu lift terbuka dan tampaklah Tn. Mahendra memandang Levin dengan gelengan kepala kecil.
"Levin!"
Levin menoleh dan menatap Papanya kesal. "Papa apa-apaan sih?! Kenapa pegawai di perusahaan Papa pada tukang gosip dan nyinyir semua?! Bikin Levin tambah kesel aja tahu nggak?!" sungut Levin mencak-mencak seperti anak kecil kehilangan teman mainnya.
Tn. Mahendra terkekeh pelan. "Lihatlah prilakumu, kau seperti anak kecil yang ngambek. Pantas saja mereka bersikap seperti itu padamu, prilakumu memang menggelikan," ucapnya mengacak rambut kecoklatan milik Levin, yang di balas dengan delikan dari sang empunya rambut.
"Papa lagi?! Ngapain sih acak-acak rambut Levin! Levin tuh bukan anak kecil Pa! Dan apa Papa bilang? Perilaku Levin kayak anak kecil? Oh ayolah Pa, Levin lagi patah hati jadi wajar aja," gerutu Levin nyelonong masuk kedalam lift di ikuti sang papa.
"Patah hati kenapa boy?" tanya tn. Mahendra sambil memencet tombol angka 5.
Menghentakkan kaki ke lantai, Levin berucap lirih, "Levin gak jadi jalan sama Vera, padahal Levin udah kangen banget sama dia Pa."
"Loh, kok gak jadi jalan, kenapa?"
"Kata temennya sih, Vera lagi ada urusan mendadak. Dan lebih keselnya lagi, hapenya lowbat," gerutu Levin mengacak rambut kasar.
"Udahlah, Vera juga punya kesibukannya sendiri. Lagian kan masih banyak waktu buat ketemu," ucap tn. Mahendra menenangkan anaknya.
"Ya, tapi kan setidaknya hubungi Levin dulu Pa. Ah, sudah lah!" Levin menghembuskan nafas kasar dengan wajah tertekuk.
Tn. Mahendra lagi-lagi terkekeh dengan sikap menggelikan anaknya. Tak tahu saja pria paruh baya itu, bahwa Levin amat sangat menantikan pertemuan kali ini. Bukan hanya kangen, Levin sebenarnya juga ingin menyatakan perasaannya pada Larissa. Dan lagi yang membuatnya galau, itu karena ia telah menghias dengan nuansa romantis di danau yang ada di Vila miliknya.
Menarik nafas dan menghembuskan secara kasar. 'Ah sudah lah, aku bisa mengungkapkan perasaanku lain waktu. Dan mungkin akan ku hias danau itu dengan nuansa yang lebih romantis,' lirih Levin dalam hati menyemangati dirinya sendiri.
Melirik ayahnya sekilas dan bertanya, "Papa ngapain ke lantai dasar kalau mau balik lagi ke atas?"
"Sekretaris Papa bilang kalau anak Papa lagi ngamuk di lantai dasar. Makannya Papa ke bawah buat jemput orang yang lagi ngamuk itu," ucapnya menatap Levin dengan senyum mengejek.
Levin melotot tak terima. "Levin nggak ngamuk ya Pa! Levin cuma negur mereka aja," ucap Levin membela diri sendiri.
"Ya ya ya terserahlah." Pasrah tn. Mahendra di akhiri dengan tawa kecil.
****
Larissa mengedarkan pandangannya dengan tatapan kagum dan kerinduan.
Arga mengelus surai Larissa yang tergerai. "Gimana, kamu inget sama tempat ini?" tanya Arga menatap lembut gadis yang ada di rangkulannya.
Larissa menatap Arga dan mengangguk cepat dengan senyum lebar. Meskipun merasa sedikit canggung dengan Arga, tapi karena hati dan cinta Larissa sudah menahun untuk pemuda di hadapannya ... jadi rasa canggung itu tidak terlalu mendominasi.
"Gak berubah ya, masih sama seperti tiga belas tahun lalu," ucap Larissa kembali memandangi rumah kayu kecil yang dikelilingi hamparan berbagai macam bunga.
"Apa kamu pernah kesini selama aku tak ada?" tanya Arga memberikan bunga yang barusan dipetiknya pada Larissa.
Menerima bunga mawar biru tersebut, Larissa kembali menatap Arga. "Belum, terakhir gue kesini saat lo ninggalin gue baru dua hari," ucap Larissa tersenyum miris. Ia masih penasaran alasan Arga pergi ke Singapura tanpa pamit padanya. Tapi sudahlah, nanti juga akan ada waktunya ia tahu.
Arga menatap Larissa dengan tatapan bersalahnya.
Larissa tersenyum tipis dan mengelus rambut hitam Arga. "Udah, jangan tunjukin tatapan itu sama gue. Gue ngerti kok, dan lo berhak berprivasi. Lagian, dengan kembalinya lo lagi ke sisi gue, gue udah bahagia banget," ucap Larissa menjepit hidung Arga, seperti yang sering ia lakukan sewaktu kecil pada Arga.
"Maaf," lirih Arga.
Larissa semakin mengencangkan jepitan tangannya di hidung Arga, hingga membuat lelaki itu meringis. "Lupain ya," ucap Larissa melangkah mendekati rumah kayu.
Arga tersenyum tipis menatap punggung kecil Larissa.
"Rumah ini sangat terawat, padahal udah terbengkalai sangat lama," ucap Larissa menoleh kebelakang pada Arga.
"Ayah ku mempekerjakan seseorang untuk merawat rumah ini." Arga menghampiri Larissa dan menggandeng tangan gadis itu.
"O ya?"
"Eum."
"Gue kira lo udah lupa sama rumah ini," ucap Larissa membuka pintu rumah kayu itu.
Arga tertawa kecil dan ikut masuk ke dalam rumah. "Terus, kenapa kamu gak pernah lagi ke sini?" tanya Arga memperhatikan Larissa yang sibuk menyingkap gorden-gorden.
"Waktu itu gue gak mau terus-terusan ngerasa sesak pas inget lo pergi gitu aja."
"Maaf."
"It's oke, walaupun gue masih agak kecewa sama lo ... Tapi gak bisa gue pungkiri bahwa rasa cinta gue lebih mendominasi dari kecewa itu sendiri." Ini lah Larissa. Ia tak akan pernah bisa menyembunyikan apapun pada orang yang ia anggap spesial. Ia akan blak-blakan tentang apapun. Dan sayangnya, ia bersikap seperti itu tak hanya kepada Arga, pada Levin pun sama. Namun pada Levin, Larissa memang tak bisa memberikan hati dan cinta untuk pemuda ceria itu.
Arga tersenyum manis bahkan sampai terkekeh. Ia menghampiri Larissa dan memeluknya dari belakang. "I love you too Ica," bisik Arga di telinga Larissa.
Larissa tersenyum tipis dan mengelus pipi Arga yang ada di bahunya.
*****
Cowok Macho
JordanSiGantengBanget
[Ini bunga-bunga mau di tambahin lagi
gak? Biar tambah romantis]
ErikaCantika
[Udah di sana aje lo? Sama si playboy alay?]
JordanSiGantengBanget
[Hooh, udah sejam kita disini. Nungguin
lo sama si mempelai pria]
JordiAja
[Woy Rik! Gue gak alay ya! Sialan lo! Dasar
ErikaCantika]
ErikaCantika
[Anying Jordan! Lo kalo ngasih nama yang bener dong, nama gue Erik Aryan ya ngapain lo ganti bego!]
JordanSiGantengBanget
[Serah gue lah, hidup-hidup gue ngapain lo
yang sewot?]
ErikaCantika
[Jelaslah gue sewot, orang lo juga yang seenaknya ganti-ganti nama gue!]
JordiAja
[Udah deh. Cepetan lo sini Rik, keburu yang
mau jadian dateng]
ErikaCantika
[Tunggu, bentar lagi gue nyampe Vila. Ini
baru masuk area bukit]
[Sorry, acaranya batal]
ErikaCantika
[Loh loh loh maksud lo paan?!]
JordanSiGantengBanget
[2-in]
JordiAja
[778-in]
[Gebetan gue lagi ada urusan mendadak
katanya. Dan dia mungkin gak bisa nepatin
janji dia buat nemuin gue]
JordiAja
[Jadi acara nembaknya gagal nih?]
JordanSiGantengBanget
[ASTAGAAAA! Kita udah stand by disini bro! Si burik juga baru dateng. Plis lah anying
masa batal!]
ErikaCantika
[Anying lah Jordan!]
[Serius batal Dan]
JordiAja
[Gak salah lo Vin? Kita udah nyiapin ini
dari kemarin loh?!]
[Sorry, gue juga gak nyangka bakal batal]
ErikaCantika
[Yaudahlah gak papa. Masalah dekorasi
ini kita copot aja lagi, sabar Vin. Masih
ada hari berikutnya!]
Levin tersenyum miris membaca kata sabar dari Erik. Ia memang orang yang sabar, namun jika menyangkut masalah sekarang Levin sedikit merasa kecewa. Pada dirinya sendiri. Entahlah.
[Sorry bro, gue udah ngerepotin lo pada]
JordanSiGantengBanget
[Yah, walaupun gue agak nyesel sih,
ngedekor dari kemarin eh, batal. Tapi,
oke lah sabar ya bro!]
[Thanks, yaudah. Kalian tungguin
gue disana, gue bakal bantuin beresin
dekoran]
ErikaCantika
[Gak usah. Gue udah nyuruh orang buat
ngeberesin ni semua]
ErikaCantika
[Eh, dimana lo Vin? Kata Jordi, kita main
buat refresh biar lo gak galau]
[Dateng aja kerumah gue]
ErikaCantika
[Sip!]
*****
"O ya?" tanya Larissa mengelus kepala Arga yang berbaring di pahanya.
"Heem. Malahan, bunda juga nanya-nanyain mulu tentang kamu," ucap Arga menyeludupkan wajahnya ke perut rata Larissa.
"Apa katanya?" Larissa menahan geli dari gesekan hidung Arga di perutnya walaupun tertutup baju.
"Bunda bilang gini, 'kamu kapan mau nemuin calon mantu bunda? Kamu kapan mau ngajakin calon mantu bunda buat ketemu sama bunda' dan bla bla bla, kamu inget kan gimana cerewet nya bunda?" Arga menggesekkan wajahnya di perut Larissa mencari kenyamanan.
Larissa terkekeh. "Iya gue inget kok,"
Arga semakin gencar menggesekkan wajahnya. "Kok bilangnya gue lagi sih? Katanya mau aku kamu-an."
Tawa Larissa semakin menjadi, perutnya sangat sensitif jika tersentuh dan itu menbuatnya geli. Ia berkata masih dengan susah payah, "iya maaf, Ar-ga." Dengan tawanya, Larissa berusaha menjauhkan wajah Arga dari perutnya.
"U-udah geli."
Tawa Larissa menyurut saat suara ketukan pintu semakin jelas.
"Siapa?" tanya Larissa pada Arga, yang tak dijawab Arga. Lelaki itu malah melingkarkan tangannya di perut Larissa dan menyembunyikan wajah nya di perut yang rata.
"Ih Arga awas dulu, aku mau bukain pintu."
"Emh, nggak mau...."
"Tapi itu ketuk-ketuk mulu Ga, siapa tahu penting. Aku buka pintu dulu ya?"
"Em," gumam Arga semakin mengeratkan lingkaran tangannya.
"Ga, awas dulu--"
"MASUK AJA BANG! JANGAN GANGGU KENYAMANAN GUE LO!" teriak Arga.
Pintu kayu terbuka dan disana, lelaki sepantaran Levin berdiri kesal. "Bukain kek, malah diteriakin. Gak sopan lo sama gue," gerutunya.
"Manja! Punya tangan lengkap, ngapain harus dibukain pintu segala." Suara Arga tertahan karena mulutnya menempel di perut Larissa.
"Cih, bukannya lo ya yang manja."
Larissa mengernyit belum mengerti dan menatap lelaki yang baru datang dengan tatapan selidik. Tak lama, ia membulatkan matanya. "Bang Arka kan?!" seru Larissa menunjuk muka lelaki itu.
Dengan senyum manis, ia menjawab, "Hai manis, ternyata lo ngenalin gue ya."
"Wajah bang Arka mirip sama Arga makannya bisa kenal,"
"Yah, sayang banget. Padahal gue muak punya wajah yang mirip sama adek kampret kayak dia," ucap Arka menendang kaki Arga.
Arga menatap Arka garang. "Pulang lo! Ganggu aja sih!"
Arka berdecak. "Gue disuruh bunda buat nganterin makan siang buat kalian," ucap Arka menyimpan kotak makan susun di karpet yang di duduki Larissa dan Arga.
Arga beranjak duduk dan menatap bingung pada Arka. Dan bertanya, "Bunda tahu kalau gue ada disini sama Ica?"
Dengan gemas, Arka menoyor kepala adiknya. "Ya jelas tahu lah bodoh! Ayah sama bunda kan selalu awasin pergerakan lo!"
"Lupa bang," ucap Arga cengengesan.
"Yaudahlah tuh makan makanannya! Jangan sampe telat makan. Disitu juga buat dua porsi, dan jangan lupa makan obat nya!" cerocos Arka yang membuat Arga melotot sempurna.
Dengan bingung, Larissa bertanya, "Obat? Kamu sakit Ga?"
Arga terlihat gelagapan untuk menjawab pertanyaan Larissa.
Arka yang tahu kegugupan Arga, berkata pada Larissa. "Ha. Tadi pagi kondisi Arga kurang fit makannya harus minum obat."
Arga menghela nafas lega.
*****
BERSAMBUNG✍
Gimana part ini menurut kalian?
Kalau udah baca dan suka sama chapternya, Vote⭐ ya hehe 😁
Makasih buat yang udah baca dan setia nungguin update-an♥
See you next chapter♥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro