Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2✍

Sesulit apapun mencari, jika sudah takdir.
Kamu akan tetap menemukannya, takdir yang menuntunnya kehadapanmu.
Semua hanya tentang waktu, dan kesabaranmu.

'Levin Dinan Mahendra'

_____

Sebuah mobil berhenti di depan gerbang sekolah elit kawasan Jakarta Selatan, SMA ALASKA.

Gadis cantik dengan rambut hitam bergelombang sepunggung turun dari mobil tersebut.

Gadis itu berbicara dengan ekspresi datar kepada supir yang mengantarkannya.

Dari arah parkiran sekolah, terlihat tiga lelaki tampan atau biasa disebut most wanted nya SMA ALASKA datang menghampiri Larissa yang baru memasuki kawasan sekolah. Seperti biasa, setiap pagi Larissa selalu di sambut dengan teriakan sahabat tampan nya itu.

"Icaaa!" teriak Samuel melambaikan tangan pada Larissa.

"Bebikuh icaa My darling," teriak Fery alay.

Sedangkan lelaki yang berperawakan tinggi, kulit putih, hidung mancung rambut acakan yang menutupi sebagian dahinya, hanya tersenyum menyambut kedatangan Larissa. Ia adalah Dira Argantara si ganteng kalem nya Alaska.

"Hai," sapa Larissa pada tiga sahabat nya.

_______

Sesampainya di kelas, Larissa duduk di bangkunya, deretan ke empat bangku kelima. Dan teman sebangku nya adalah Dira.

Sedangkan lelaki keturunan Indo-Amerika yang tampangnya khas barat dengan rahang tegas, ia, Samuel Emilio. Sebangku dengan sahabat petakilannya yaitu Fery atau Feryaldi Alarik, berwajah lembut dengan kulit putih nya keturunan Indo-Malaysia.

Mencolek pundak Larissa dengan ponsel nya, ketika Larissa menoleh ke belakang yang di ikuti Dira.

Fery bertanya, "Ca, lo ada izin gak dari bokap lo masalah kemping akhir tahun ajaran?"

Tampak Samuel dan Dira juga penasaran dengan jawaban dari Larissa.

"Kalian tau sendiri bokap gue gimana," jawab Larissa mengedikan bahunya acuh, namun dari tatapan Larissa terlihat sendu, dan mereka menyadari itu.

"Maaf Ca, gue gak ber--"

Ucapan Fery terpotong oleh balasan dari Larissa, "It's oke, gue ngerti kok."

Tak lama suara bel masuk berbunyi. Suasana kelas sangat berisik dan ramai, mereka bersikap tak perduli dengan suara bel, mereka akan diam dan hening saat ada guru masuk saja.

Tiba-tiba pintu terbuka. Seketika, suasana kelas menjadi hening.

Masuklah Pak Dadan--guru kesiswaan. Diikuti Aldo--si ketua Osis yang selalu tersenyum ramah di wajahnya yang manis, sehingga banyak di gandrungi para siswi disana, kepopulerannya tak kalah dengan 3 most wanted Dira, Sameul dan Fery.

Tapi entah kenapa Larissa amat sangat muak dengan senyum ramah lelaki itu. Entahlah, tidak ada yang tahu alasannya selain Larissa sendiri.

Di samping Aldo, terlihat wanita yang cantik dengan make-up, namanya Arumi biasa dipanggil Arum--sekretaris Osis yang banyak di kenal sebagai ulatnya Aldo, dan sifat sok berkuasanya.

"Anak-anak maaf mengganggu waktunya sebentar, Bapak akan to the point saja ya, yang sudah mendapat izin ikut kemping akhir tahun ajaran silahkan dikumpulkan suratnya pada Aldo!" titahnya tegas dengan wajah yang galak, tapi itu hanya tampilan fisik luarnya saja, di dalam hatinya tak ada yang tahu.

Satu persatu murid mulai menyerahkan surat izin pada Aldo.

"Cantik," lirih Aldo dengan senyum nakal, saat Larissa menyerahkan surat izinnya.

"Brengsek!" desis Larissa menatap tajam Aldo.

"Haha ... aku tahu itu sayang."

Larissa tak menanggapi ucapan Aldo dan kembali duduk dibangkunya.

Dira yang sempat mendengar gumaman mereka hanya mengerutkan kening nya, bingung.

"Oke sip, semuanya sudah terkumpul. Jangan lupa ya guys, siapin perbekalan dan juga yang utama adalah jaga kesehatan kalian untuk acara kemping yang tinggal tiga hari lagi," ujar Aldo diiringi senyum lembut.

"Sesuai apa yang sudah dikatakan oleh Aldo, jaga kesehatan kalian untuk mengikuti kemping yang tinggal tiga hari lagi ya anak-anak." Pak Dadan hanya mengulang apa yang telah dikatakan oleh Aldo.

"Baik Pak."

"Ya sudah kalian lanjutkan kegiatan kalian sebelum guru mata pelajaran pertama datang. Bapak pamit ke kelas yang lainnya."

"Sumpah Pak, gak ada yang nanya," ucap Fery kelewat santai.

Terdengar suara tawa tertahan dari sebagian murid.

"Feryaldi Alarik." Pak Dadan menatap Fery dengan mata melotot.

"Eh. hehe ... maaf Pak, saya tadi cuma bercanda kok hihi..."

Sebaik-baiknya Pak Dadan, tetap saja wajahnya yang sangar, tidak mendukung dan itu menakutkan menurut Fery.

'Gila, wajahnya kayak preman pasar yang mau malak,' batin Fery bergidik ngeri.

"Hahaha ... makanya Fer, jangan macem-macem sama Pak Dadan, mukanya serem loh hahahah..." ucap Dodit--teman satu kelas.

"Heh! Gue gak bilang macem-macem ya, emang bener kan? Si Pak Dadan bilang alasannya padahal kita gak ada yang nanya gak ada yang mau tau juga yakan?"

"Ya tetep aja lo salah, dia itu guru bro, dan lo gak boleh kayak gitu! Dasar pinter." Samuel menoyor kepala Fery.

"Sialan! Gue tau gue pinter tapi gak usah di toyor juga kali," gerutu Fery mengusap keningnya.

Larissa hanya menggeleng kepala pelan mengamati tingkah laku mereka yang tampak kekanakan.

"Ca, nyontek Pr matematika dong, gue belum nih, ntar keburu Bu gendut dateng lagi ya gak? Jadi pliss pinjem ya," pinta Wandi kepada Larissa.

Larissa menoleh dan menyodorkan telapak tangan dengan menaik turunkan jemarinya ke arah Wandi.

Wandi mengerti itu, dan memberikan 3 batang coklat ke tangan Larissa. "Nih."

"Good boy." Larissa memasukan cokelatnya ke dalam tas dan mengeluarkan buku tugas lalu menyerahkannya kepada Wandi.

"9 menit, buku itu harus balik sama gue," lanjut Larissa tersenyum tipis.

"Iya," ucap Wandi berlalu kebangkunya untuk menyalin tugas.

Bagi murid yang satu kelas dengan Larissa, menyontek dengan membayar sesuatu yang disukai Larissa adalah hal biasa dan itu menguntungkan untuk murid pemalas seperti Wandi, contoh nya. Karena di kelas itu hanya Larissa yang baik hati mau menyontekan tugas kepada yang lainnya, dengan presentasi kebenaran jawaban 97%. Mungkin bagi sebagian siswa pintar lainnya, memberikan contekan kepada yang lain adalah hal yang merugikan, dimana orang pintar yang berpikir dan orang malas yang seenaknya menyalin, itu tidak adil bagi mereka. Tapi, beda lagi dengan Larissa yang dimana menurut-nya, memberikan contekan kepada orang lain itu menguntungkan. Ia bisa mendapatkan apa yang dia suka dari orang yang ingin menyontek kepada-nya, dan masalah nilai, pencontek dan pemikir akan memiliki nilai berbeda saat ulangan nanti.

"Whoaaaa iya, gue juga belum anjir lupa," ucap Dodit heboh sendiri.

"Ha ha ha ha bakal kena marah loh hi..." ledek Fery balas dendam.

"Untung Gue udah, dan gue enggak bakal ngasih nyontek sama siapapun." Fery memeluk buku tugas.

"Cih! Songong lo, jawaban salah semua jug--" ucap Dodit terhenti saat pintu kelas terbuka.

"Pagi," sapa Bu Rika, meletakan tas dan buku materi tebalnya di atas meja guru, lalu duduk di sudut meja dengan menyilangkan kedua tangan di dada. Tatapan tajamnya membuat murid harus menelan saliva paksa.
Kehadirannya itu merupakan sebuah malapetaka bagi mereka yang belum menyelesaikan tugasnya.

"Tidak ada yang menjawab sapaan dari saya," ucap nya penuh penekanan.

"Pagi juga Bu."

"Nah, bagus! Sebenarnya saya heran, kenapa setiap saya menyapa, saya harus mengulanginya terlebih dahulu, apa kalian tuli kah? Atau malas menjawab hem? Kalau seandainya malas menjawab kenapa tidak bisu saja sekalian!" Sarkas Bu Rika, sepertinya dia geram dengan perilaku muridnya itu.

"Bukan gitu Bu, Ibu terlalu menakutkan, makannya kami diem, ups!" ucap murid bertubuh gempal.

Saat sadar dengan ucapannya, ia memukul bibirnya yang lemes itu.

"Apa? Menakutkan? Oh begitu yaa?"

"Ti-tidak Bu, sa-ya salah bi-bi-cara hehe.."

"Oh ya?" tanyanya menaikan alis kiri ke atas.

"Beneran Bu."

"Memang tadi seharusnya kamu bilang apa?"

"Bu Rika kelihatan cantik dan langsing hehe..." alibinya memperlihatkan deretan gigi.

"Hihihi... bisa saja kamu." Bu Rika tersipu, walaupun ia tau bahwa itu hanya alasan, tapi ia cukup senang dibilang cantik dan langsing.

"EKHEM! Tugas minggu lalu dikumpulkan di depan, se-ka-rang!" titahnya tegas.

"Jika dalam waktu hitungan 5 ada yang telat mengumpulkan, maka nilainya akan saya kurangi 40 poin!"

Mendengar itu, para murid buru-buru buku tugas dari dalam tas.

"Satu."

Duk. Krieet. (suara decitan bangku)

"Dua."

"Gue titip Dir," ucap Larissa menyerahkan buku tugasnya pada Dira. "Elaah..." dengus Dira.

"Tiga."

"Awas!"

"Pelan-pelan woy!"

"Empat."

"Jangan dorong-dorong dong!"

"Lima."

"Minggir!"

"Cukup."

Mereka kembali duduk dibangku masing-masing. Ada yang meringis, ada juga yang menggerutu akibat dari saling mendorong tadi. Untunglah tidak ada yang kenapa-kenapa. Mereka terburu-buru karena takut nilai mereka di potong 40 poin. Jika nilai jawaban yang benar 40, lalu telat mengumpulkan dan dipotong 40, berarti nilai yang mereka peroleh adalah nol, itu pikir mereka.

"Kenapa yang mengumpulkan hanya 23 orang? Dua belas orang lainnya kemana ha?" tanya galak Bu Rika.

"Yang tidak sekolah hanya satu orang, berarti yang merasa tidak mengumpulkan tugas, MAJU KEDEPAN SEKARANG!" teriak Bu Rika di bagian akhir, sambil berdiri dari duduknya dan kembali duduk disudut meja.

Dengan segera kesebelasan orang maju ke depan, termasuk Dodit dan lelaki bertubuh gempal tadi.

"Kenapa?" tanya Bu Rika menatap mereka dengan tatapan tajam sambil memilin ujung rambutnya sendiri.

"Lupa Bu."

"Semalam ketiduran."

"Minggu lalu enggak sekolah."

"Lupa."

"Enggak tahu ada tugas Bu."

"Enggak sekolah."

"Enggak ngerti materinya."

"Enggak tahu ada tugas Bu."

"Lupa ada tugas bu."

"Enggak ngerti materinya.""

"Enggak ada yang ngasih nyontek Bu."

Bu Rika hanya mendengus saat mendengar alasan klasik yang selalu diucapkan murid-murid hebat seperti mereka.

"Itu lagi itu lagi, nyari alasan yang bener dong! Dan kamu, gendut!" Bu Rika menunjuk lelaki gempal yang tadi.

"Saya Bu," jawab lelaki itu.

"Bukannya tadi kamu bilang saya menakutkan? Terus kalau saya menakutkan kenapa kamu tidak mengerjakan tugas dari saya? Kamu enggak takut sama saya ha?"

"Eh. Hehehe... Bu tadi saya cuma bercanda," ucapnya menggaruk tengkuk kepala yang tidak gatal.

"Berarti tadi kamu bilang saya langsing juga bercanda iya? Secara tidak langsung kamu bilang saya gendut loh." Bu Rika melotot horor.

"Kan emang bener Bu, Ibu itu gendut," jawabnya tak mau kalah.

"KAU!" Tunjuk Bu Rika dengan geram, lalu ia
menghela napas ringan, untuk menetralisir rasa marahnya.

"Kalian kesebelasan pemalas yang tidak mengerjakan tugas dari saya, silahkan pergi ke lapangan utama. Lari tiga puluh lima keliling!" titah mutlak Bu Rika yang membuat kesebelasannya menahan nafas.

"Bu, apa enggak bisa dikurangi lagi?"

"Tidak!"

"Dua puluh putaran saja Bu," ucap melas yang lainnya.

"Oh baiklah jika kalian memaksa," jeda Bu Rika tersenyum, membuat kesebelasannya menghela nafas lega. Namun itu sesaat, sebelum Bu Rika melanjutkan kembali perkataannya, "Lima puluh lima putaran sesuai permintaan kalian."

"Laksanakan!" titahnya mutlak, mau tidak mau mereka angkat kaki keluar kelas. Menyesal sudah mereka protes.

*****

Di gerbang sekolah yang terbuka lebar, terlihat mobil berwarna hitam mengkilap dengan empat lelaki berpenampilan kasual, salah satu nya yang berwajah mencolok karena pesonanya yang berbeda dengan yang lain.

Ia melihat teliti setiap perempuan yang melewati gerbang sekolah.

20 menit mengamati.

"Pulang yuk Vin, gue laper..." rengek Jordi.

"Bentar," balas Levin acuh.

25 menit kemudian.

"Enggak ada tuh cewek, pulang aja yuk Vin," pinta Jordan, Kakak dan kembaran dari Jordi.

"Bentar belum keluar semua ini." Levin menoleh pada Jordan.

"Lagian apa lo serius tuh cewek dalam mimpi lo sekolah di sini?" tanya Jordan kesal.

"Dua rius kalau lo mau," dengus Levin.

"Huh!"

1 jam telah berlalu, dan Sma Alaska sudah tampak sepi.

"Kirain petunjuk jodoh gue, tau nya cuma mimpi doang," gerutu Levin, kesal karena telah menunggu lama, tapi perempuan dalam mimpinya itu ternyata tak ada di sekolah itu.

"Lo sih ada ada aja." Erik memukul pundak Levin.

"Cabut!" titah Levin. Sebelum membuka pintu mobilnya ia dibuat geram dengan perkataan Jordi yang bilang bahwa ia kolot masih percaya sama mimpi.

"Sialan lo! Bukannya nyemangatin malah ngehina!" Levin menendang bokong Jordi.

"Abisnya sih lo bikin gue kelaparan di buat nungguin lo doang nyari jodoh lewat mimpi," gerutu Jordi mengusap bokongnya.

"Cih! Gak ada setia kawanny--"

Brugh

"Aw, sialan! siapa sih?!" bentak Levin menoleh ke arah yang menabraknya, dan seketika, ia mematung.

"Sorry," ucap datar yang menabraknya.

****

BERSAMBUNG✍

Tinggalin Like komen kritik dan sarannya yhaa buat makanan author baru ini.

See you next chapter♥

(Kok aku gak suka ya sama part 2 ini, agak.. gimanaaaaa gtu 😭)

(Revisi 30-Juni-2021, nanti revisi lagi maybe)

-1902 kata-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro