Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 18✍

Dulu gue gedek lihat orang yang bucin akut, sampe ngelakuin hal gila pada pasangannya.
Dan sekarang gue kemakan omongan sendiri saat gue mulai jatuh cinta untuk pertama kali.

'Levin Dinan Mahendra'

_____

Levin mengambil ponsel, turun dari ranjang. Berjalan menuju balkon dan duduk di kursi yang ada disana.

"Kira-kira masa depan gue lagi apa ya?" gumamnya membuka email, dan menyalin nomer kontak Larissa yang diberikan om Rafli padanya.

Verra my future wife^^

[Sayang, udah tidur belum?]

Larissa duduk di depan meja rias, mengoleskan salep penghilang memar pada wajahnya. Tak berselang lama, ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Ia menoleh pada ponsel dan yang mengirimkan pesan hanyalah deretan angka, nomer tidak dikenal. "Siapa ya?" gumamnya menyimpan salep dan memegang ponsel. Membuka room chat, ia mengernyit saat isi pesan itu, gak jelas menurutnya. Ia mengabaikan dan kembali mengoleskan salep pada wajahnya.

Drttt

Larissa kembali membuka room chat dari nomer yang sama.

082472******

[Sayang, udah tidur belum?]

[Yah. Kok cuma read]

[Siapa?]

[Imammu suatu hari nanti]

[Gk wrs!]

[Iya, aku gak waras gara-gara kamu]

Larissa kembali menyimpan ponsel diatas meja. "Orang gila mana yang dapetin nomer gue coba!" gumamnya menyingkap baju lengan untuk mengobati memar yang ada di tangan.

Drtt

Drtt

Drtt

"Apaan lagi sih!" gerutu Larissa membuka kembali room chat.

082472******

[Sayang, udah tidur belum?]

[Yah. Kok cuma read]

[Siapa?]

[Imammu suatu hari nanti]

[Gk wrs!]

[Iya, aku gak waras gara-gara kamu]

[Yah, read lagi]

[Verra, kamu lupa ya sama aku?]

[Aku main kerumah kamu ya?]

[Cwok gila ya?]

[Aaa makasih sayang panggilan
kesayangannya. Aneh, tapi aku suka]

[Kyk Lo!]

[Maksudnya?]

[Aneh!]

[Kalau aku main kerumah kamu ganggu gak?]

[Ganggu!]

[Kalau aku ngajak kamu keluar sebentar mau gak?]

[Gak!]

[Kalau aku ngechat kamu kayak gini
ganggu gak?]

[Ganggu!]

[Ah. Aku udah sampai di depan gerbang rumah kamu,]

[Plng!!]

[Temuin dulu sebentar, aku pengen lihat
wajah kamu. Kangen Ver]

Menghela nafas pelan, Larissa beranjak menuju balkon. Melihat kearah gerbang, dan benar saja diseberang gerbang terdapat sebuah mobil hitam yang ia kenal itu milik Levin.

Levin yang melihat pintu balkon Larissa terbuka, segera berdiri dan naik keatas mobil. Ia berdiri sempoyongan diatas mobil. Sungguh, ini pertama kalinya ia melakuka hal konyol hanya untuk melihat seseorang. Ia melambaikan tangannya kearah Larissa. Walaupun wajah Larissa tak terlihat jelas, ia cukup senang.

Larissa tertawa kecil melihat tingkah Levin. Ia menggelengkan kepalanya dan membalas lambaian tangan Levin. Ia membuka room chat dengan Levin dan mulai mengetikkan sesuatu disana.

Cowok gila-_-

[Temuin dulu sebentar, aku pengen lihat
wajah kamu. Kangen Ver]

[Emng dsrnya dh gila. Knp g Vc j]

[Aku lupa hehe]

[Trn!]

Larissa menatap Levin, mengangkat tangan dan menurunkan. Mungkin itu isyarat untuk Levin agar segera turun dari atas mobil.

[Gak mau! Aku belum puas lihat kamu]

[Vc!]

[Gak punya kuota]

Levin nyengir saat Larissa memberikan tatapan tajam diatas balkon sana.

[Ngms!]

[Gak mau malu]

[JUAL MOBIL BELIIN KUOTA!]

[CIH! NGAKU ORANG KAYA BELI KUOTA AJA
GAK BISA!]

[PULANG SANA!]

[GANGGU!]

Larissa berbalik dan menutup pintu balkon. Ia tak peduli lagi dengan Levin. Menyebalkan, pikirnya.

Levin mengulum senyum dan turun dari atas atap mobil.

Tak berselang sepuluh menit, seorang pelayan mengetuk pintu kamar Larissa. Ia mengatakan bahwa di ruang tamu ada seseorang yang ingin menemui Larissa.

Menghela nafas berat, Larissa turun kelantai bawah. Dari atas tangga, ia melihat Levin tersenyum lebar kearahnya diiringi dengan lambaian tangan. Senyum Levin menular pada Larissa. Entahlah, senyum Levin selalu membuatnya hanyut dalam ketenangan.

Duduk di sofa seberang Levin, Larissa kembali memasang ekspresi datar nya. Tapi tak dipungkiri wajah Larissa terasa panas dan sedikit merah, karena menahan senyum itu memang susah. Tiba-tiba saja, ia mengingat kejadian sewaktu ia mencuri cium dari Levin yang tertidur dan sialnya ia ketahuan oleh sang empu. Hal itu membuat Larissa semakin mendatarkan ekspresi dan memalingkan wajahnya. Ekhem, ia harus mengembalikan image-nya didepan Levin. Ahh, sumpah!! Bayangan malam itu semakin membuatnya malu.

"Ngapain lo kesini? Bukannya gue udah nyuruh lo pulang?" ketus Larissa tanpa memandang Levin.

"Aku kan udah bilang, kalau aku kangen sama kamu," jawab Levin masih dengan senyum lebar.

"Gue kan udah bilang, vc kan bisa."

"Aku kan udah bilang, aku gak punya kuota."

"Ngemis sana!"

"Gak mau malu, masa orang ganteng ngemis."

"Udah deh gak usah ulang percakapan yang tadi."

"Yaudah iya."

"Ikut aku sebentar ya? Mau gak?" tanya Levin memasang wajah berharap. Entahlah, Larissa ingin sekali menabok wajah itu. Menggelikan!

"Gak!"

"Sebentar doang."

Oke baiklah, mumpung ayahnya tak akan pulang kerumah karena pekerjaan dadakan yang diberikan ceo muda. Itu kata Mang Ujang tadi sore. Maka ia akan mengalah. "Kemana?"


"Kerumahku." Levin tersenyum manis.

"Ngapain?" Larissa menatap Levin menyelidik.

"Mama ku pengen ketemu sama kamu." Levin berkata pelan. Ia sebenarnya dari tadi menyembunyikan rasa gugupnya dihadapan Larissa dengan wajah santainya.

"Mama lo kenal sama gue?" tanya Larissa menaikkan alis kanan keatas.

"Aku bilang sama Mama, kalau aku punya kenalan baru dan Mama minta aku buat temuin dia sama kamu," papar Levin tak sepenuhnya berbohong. Levin bahkan menceritakan perihal ciuman kepada orang tuanya. Diluar rumah, Levin memang terlihat cool. Tapi saat bersama kedua orang tuanya, Levin masihlah seperti anak bocah. Dimana setiap mendapat hal baru, pasti akan menceritakannya.


Larissa menghela nafas berat. "Mama lo mau apa ketemu sama gue?"

Levin berdiri dan berjalan kearah Larissa. "Gak tahu verra sayang, makanya kamu ikut dulu ya. Biar tahu, Mama aku gak gigit kok," ucap Levin memegang tangan Larissa. Membuat Larissa berdiri dan melangkah dibelakang Levin.

"Ck, iya iya tapi gak usah tarik tarik juga kali." gerutu Larissa mengimbangi langkah Levin.

"Maaf," ucap Levin diakhiri dengan tawa kecil.

Saat mereka sampai di teras luar rumah, Larissa menghentikan langkahnya membuat Levin menoleh kebelakang.

"Kenapa?"

"Gue ganti baju dulu. Malu, masa pakai baju tidur sih!" Larissa memegang baju tidurnya.

"Kenapa malu? Kamu cantik kok, baju tidur Pororo nya juga masih bagus." Levin menatap baju Pororo Larissa.

"Udah ah ayok! Ntar kemalaman lagi," lanjut Levin mendorong bahu Larissa.

"Ish, kalau Mama lo ngetawain gue karena baju ini gimana? Lo mau tanggung rasa malu gue?" gerutu Larissa mendelik tajam pada Levin.

"Mama aku gak sejahat itu Verra," ucap Levin membukakan pintu mobil untuk Larissa. Mendorongnya pelan untuk duduk dijok mobil.

Larissa membayangkan, jika nanti orang tua Levin galak padanya bagaimana? Gimana kalau Mamanya Levin gak suka padanya. Itu akan sangat memalukan baginya.

"Kamu libur sekolah dua Minggu kan?" tanya Levin di perjalanan, membuyarkan lamunan Larissa.

"Hem, tapi besok masih sekolah sehari. Baru deh libur dua minggu," terang Larissa menatap jalan depan.

"Kalau udah lulus Sma, mau lanjut kuliah dimana?" Levin melirik Larissa.

Larissa menatap Levin, ia berdecak lidah mendengar pertanyaan konyol dari Levin. Iya konyol, memang konyol menurutnya. "Gue lulus setahun lagi, masih lama."

"Kan gak ada salahnya yang, nentuin masa depan dari sekarang."

Larissa mendelik saat Levin memanggilnya seperti orang berpacaran. Tapi ia hanya bisa menghela nafas. Lagi dan lagi.

"Gue gak mau mikirin hal itu dulu. Ribet! Ikutin aja dulu alurnya. Kalau gue rencanain masa depan dari sekarang, ntar dimasa depan semua bisa berubah gak sesuai rencana. Dan itu akan sia-sia."

"Kan gak ada salahnya, sayang,"

Mengalihkan tatapannya, Larissa berdecak untuk menanggapi ucapan Levin.

"Kenapa berhenti?" tanya Larissa menatap Levin.

"Udah sampai Ver," ucap Levin membuka seat belt.

"Kok gak lama?"

"Ya emang kita tetanggaan, rumah kita cuma terhalang beberapa belas rumah aja." ucap Levin turun dari mobil. Hendak membuka pintu mobil untuk Larissa, namun sang empu sudah dulu keluar dari mobil.

"Gak usah lebay, tangan gue masih utuh. Bukain pintu doang gue masih bisa," dengus Larissa menatap Levin dan menaikkan sedikit sudut bibirnya.

"Kan biar romantis," lirih Levin yang tak terdengar Larissa.

Levin menggandeng tangan Larissa, dan Larissa tak menolak tangan besar Levin menggandengnya. Kalau nyaman kenapa harus dilepas, gengsi? Halah, kalau nyaman mah jangan nolak cuma gara-gara gengsi.

"MAMA LEVIN PULANG BAWA CALON MANTU BUAT MAMA!" teriak Levin membuka pintu rumah.

"Astaga kuping gue gak kuat!" gerutu Larissa. Levin menoleh dan tersenyum lebar kearah Larissa.

"Kebiasaan ya kamu!" tegur Tn. Mahendra yang datang bersama Ny. Lisia.

"Hehe ... Maaf Pa." Cengir Levin menggaruk pelipisnya.

"Eh, calon mantu Mama," ucap girang Ny. Lisia melepaskan gandengan tangan Levin dan Larissa. Menggandeng Larissa dan membawanya keruang keluarga.

Larissa terbengong saat Mama nya Levin menggandeng dan membawanya secara halus.

Levin menatap nanar pada tangan nya yang sudah tak memegang tangan Larissa.

"Udah gak usah lebay!" tegur Tn. Mahendra meninggalkan Levin, dan berjalan dibelakang kedua perempuan berbeda usia. Disusul Levin yang berjalan mencak mencak.

"Nama kamu Larissa kan sayang?" tanya Ny. Lisia mendudukkan Larissa di sofa sebelahnya.

Larissa menatap Ny. Lisia dan mengangguk. "Iya Tante," ucapnya tersenyum tipis.

*****

BERSAMBUNG✍

Maaf ya ceritanya gak nyambung, Bayangan kejadian udah ada tapi, bingung jelasinnya hwaa😭

Koreksi, saran, kritik nya tulis di kolkom ya😉

Votenya juga pencet ya⭐😅

See you next chapter♥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro