Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 16✍

Salah, jika aku ingin meluapkan emosi, kekesalan dan tekanan batin yang orang tuaku berikan
Aku hanya ingin membagi lukaku kepada semua orang, dengan cara menyiksa mereka
Berharap mereka tahu akan luka batinku
Aku ingin bahagia dengan caraku
Aku ingin memiliki apa yang ingin kumiliki, selagi itu diluar kuasa orang tuaku

'Carole & Arumi'

_____

Samuel, Dira dan Fery yang sedari tadi melihat perlawanan Larissa pada Arum dan dayangnya hanya tersenyum tipis. Mereka senang Larissa melakukan perlawanan. Tapi saat Carole mendorong Larissa ke sungai, mereka langsung berlari menghampiri.

Byurr

Samuel menceburkan dirinya ke sungai untuk membantu Larissa yang tak bisa berenang.

"Beraninya kalian!" bentak Dira menatap bengis pada ketiga perempuan yang terlihat ketakutan.

Fery tak bisa menahan emosinya dan melayangkan tangannya hendak menampar Carole. Namun tangannya berhenti di udara saat Dira melarangnya. "Tahan Fer!"

"Kenapa? Lo mau ngasihani mereka yang udah buat Larissa dalam bahaya?! Ngotak dong Dir!" bentak Fery pada Dira. Hei, saat ini Fery benar-benar tak bisa menahan emosinya. Larissa yang selalu ia perlakukan seperti ratu malah diperlakukan hina oleh sekelompok wanita jalang seperti mereka.

"Fer! Lo mau kalau Larissa dalam masalah ha?! Lo mau nanti para siswa nyangka kalau Larissa yang udah nampar mereka?! Tenang Fer, kita gak bisa gegabah. Kita balikin situasi yang ada seolah Larissa yang paling tersakiti," ucap Dira dengan senyum miring yang menular pada Fery. Arum, Carole dan Yura menatap tak percaya pada Dira.

"Sayang, kamu tega sama aku? Disini aku gak salah, cewek jalang itu yang udah nampar Arum duluan. Ya aku gak terima lah temen aku digituin sama dia," rengek Carole menatap sendu pada Dira dengan ekspresi yang memprihatinkan. Ia berharap bahwa Dira akan percaya perkataannya, dan kasihan kepadanya.

Fery dan Dira semakin memberikan tatapan membunuh pada Carole. "SIAPA YANG LO BILANG JALANG HA?!" teriak Fery mendekat kearah mereka yang telah tengah ketakutan.

"JAWAB!" bentak Fery menjambak rambut Carole. Carole memejamkan matanya erat, ia sungguh dibuat takut oleh Fery. Apalagi wajah marah Fery tepat dihadapannya, dan itu membuat nyalinya semakin ciut.

"Ma-maaf," rintih Carole memegang tangan Fery yang ada di rambutnya.

Fery yang tangannya disentuh Carole langsung melepaskan jambakannya dengan kasar, hingga Carole jatuh terduduk. Ia sungguh jijik pada sentuhan tangan Carole. Di dunia ini hanya boleh dua orang asing yang memegang tangannya, Larissa dan istrinya kelak.

"Potong video tadi dan sebarkan pada seluruh siswa dan guru!" titah Samuel membopong Larissa yang tengah pingsan. Ia melangkah menjauhi area itu untuk membawa Larissa pada panitia yang bertugas sebagai kesehatan.

Dira memotong video Larissa dan para cabe club. Dimana, video yang akan tersebar hanya pada saat Carole mendorong tubuh Larissa kesungai. Setelah selesai, ia menoleh pada Fery dan menunjuk tiga wanita yang tengah tertunduk menahan marah tapi mereka takut pada dua lelaki dihadapan mereka.

"Please, jangan disebar, kita akan dengan suka rela tidur dibawah kalian untuk beberapa hari. Dan itu gratis, asal jangan sebar itu keseluruhan siswa. Kita memohon sama kalian," pinta Yura dengan tak tahu malunya. Dan lebih parahnya, Arum dan Carole mengangguki ucapan bodoh Yura.

Fery dan Dira tertawa untuk menghina ucapan yang keluar dari mulut Yura. Sungguh, mereka tak ada tertariknya sama sekali dengan penawaran Yura. Mereka bukan bajingan dan mereka tak sudi dengan selangkangan bekas pakai orang. Jikapun Yura, Arum dan Carole masih gadis, mereka akan tetap jijik dengan kata sex diluar nikah.

"Cih! Dasar cewek gratisan!" hina Fery melangkah menuju tempat tenda, diikuti oleh Dira.

"GUE BENCI LO LARISSA! GUE BUNUH LO SIALAN!" pekik tertahan dari Carole setelah Fery dan Dira tak terlihat.

"Ya! Kita harus membunuhnya dengan segera!" ucap tegas Arum yang diangguki Yura.

"Naif sekali nona-nona itu," gumam seorang berpakaian jas hitam rapi dibalik pohon besar. Panggil saja Ia Faisal, tangan kanan dari seseorang yang kita tahu si 'penggemarmu?' itu. Ia menggeleng kepala pelan dan terkekeh sinis, menertawakan kebodohan Arum dan dua dayangnya. Tiba-tiba ponselnya bergetar, tanda notifikasi pesan masuk.

Tuan Muda:
[Tahan penculikan mereka hingga malam
hari, aku ingin melihat mereka terkena
amukan keluarganya yang merasa malu
dengan kelakuan memalukan dari anak
gadis mereka]

[Baik Tuan muda, akan segera saya
konfirmasi perintah Tuan muda kepada
anak buah yang lain]

Tuan Muda:
[Bagus!]

Faisal mengikuti Arum, Yura dan Carole, yang akan kembali ke tempat kemping. Ia mengikuti mereka dalam bayangan, eum ... Maksudnya secara diam-diam.

*****

Pak Abdi yang sebagai salah satu guru olahraga di Sma Alaska sangat marah saat mengetahui kelakuan Arum, Yura dan Carole yang mencelakai Larissa. Apalagi saat Larissa datang dengan keadaan pingsan, itu sungguh membuatnya sangat geram sekali.

"Eh, Arum dan dayangnya itu biadab banget ya."

"Hem, dari dulu juga mereka gak punya hati kayak gitu."

"Iya banyak rumor juga kalau mereka sering membuli siswa siswi nerd, padahal murid nerd gak punya salah sama mereka. Ih geram banget gue sama mereka!"

"Itu guys si tukang buli dateng!"

"Whoo tukang buli mah mati sana!"

"Keluarin aja dari sekolah! Gak guna!"

"Dasar sampah!"

Arum, Yura dan Carole yang baru datang disambut dengan cemoohan dan hinaan dari siswa kelas XI lainnya. Mereka malu? Tentu saja? Mereka marah? Tentu saja. Namun jika mereka harus melawan ratusan siswa kelas XI, itu nyari mati namanya.

"Kalian! Ke tenda pembina sekarang juga!" tekan Pak Abdi, melotot pada Arum dan dua dayangnya. Setelah itu, beliau beranjak pergi ke tenda pembina.

"Haha. Gue bilang juga apa, tobat woy! Tobat!" ejek Zara semakin menambah riuh cibiran dari siswa lainnya.

"Diem lo!" bentak Carole pada Zara.

"Ngegas mba." Zara tersenyum penuh kemenangan.

"KALIAN BERTIGA. CEPETAN KESINI! SAYA GAK NYURUH KALIAN BUAT DIEM!" teriak Pak Abdi berkacak pinggang.

*****

"Kesalahan kalian bertiga, sudah tidak bisa Bapak toleransi lagi. Kasus ini termasuk kriminal, dan kita akan menyelesaikannya besok disekolah. Bapak akan mengirimkan surat kepada orang tua kalian dengan secepatnya. Kalian bersiaplah untuk meminta maaf kepada Larissa atas perbuatan kalian," ucap Pak Abdi mengakhiri sidang dadakan.

Arum dan dua dayangnya keluar dari tenda dengan merengut tak terima. Mereka sudah berbohong dan mencari alasan dengan menyudutkan Larissa. Namun tetap saja, bukti video singkat itu telah menjadi bukti kuat bahwa mereka bersalah.

"Gagal lagi! Gagal lagi! Sialan! Harusnya tadi kita bawa pisau dan langsung menusuk jantung si cewek sialan itu," gerutu Arum setelah mereka sampai di tenda yang belum sempat mereka bereskan.

"Kalau seandainya tadi malem lo setuju sama rencana gue buat bunuh Larissa, mungkin hinaan dan cibiran dari siswa gak akan pernah kita alamin!" cecar Yura pada Arum.

"Seandainya, seharusnya, terus apalagi?! Percuma. Semuanya selalu gagal! Rencana yang kita susun selalu gagal! Bukannya si cewek sialan itu yang kena malu, malah kita yang jadi olok-olok seluruh siswa. Belum lagi kalau udah masuk sekolah, kayaknya satu sekolah bakal buli kita." Carole memijit pelipis.

"Ya makannya itu. Kalau kita membunuhnya serapih saat kita membunuh si cowok nerd itu, kita gak akan kena masalah!" Yura masih ngotot tak terima, jika mereka melakukan rencana yang ia susun semuanya tak akan serumit ini. Semua akan berakhir dengan kematian Larissa. Lagi, Yura menghela nafasnya kasar.

"Apa? Rapih lo bilang? Kalau pembunuhan kita yang dulu rapih, trus gimana sama video yang ada di ponsel Zara? Semuanya berantakan Yur! Gak ada yang namanya membunuh rapih. Dan kalau kita membunuh Larissa disini, apa lo pikir kita masih akan aman? Nggak! Di zaman sekarang kayu, angin, tanah, batu, semuanya bisa jadi saksi. Dan kita akan tetep ketahuan!" Carole menghembus nafas kasar. Sungguh, ia dibuat gusar dengan masalah yang tengah mereka hadapi.

"Kalau gue balik kerumah, gue yakin. Bokap gue yang selalu ingin hal sempurna itu nggak akan ngasih pengampunan sama gue," resah Arum.

"Lo pikir cuma lo doang yang bakal kena omel bonyok? Gue juga kalik! Yura sih mending, anak Mipi. Kesalahan sebesar apapun tetep aja benar dimata Mipinya." sungut Carole mendelik kearah Yura.

"Cih! Lo pikir bonyok gue bakal maafin gue kali ini? Nggak mbak! Kalian inget dong latar belakang si cewek sialan itu," hardik Yura.

Ucapan Yura mengingatkan mereka pada latar belakang Larissa. Lea. Keluarga yang berpengaruh di Indonesia.

Shit! Mereka harus bersiap dengan celotehan dan amukan orang tua mereka. Carole dan Arum, sama-sama anak brokenhome yang dituntut sempurna oleh orang tuanya. Mereka membuli dan menyiksa seseorang hanya untuk melampiaskan kekesalan dan tekanan batin yang mereka rasakan selama ini. Namun itu salah, mereka melangkah pada jalan yang salah. Cara mereka melampiaskan perasaan kacau mereka, malah menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Disini hanya Yura yang dibilang sedikit selamat dari amukan orang tua. Yura terlalu dimanja oleh orang tuanya, sehingga dalam bersikap dan bertindak Yura selalu berbuat seenaknya, melakukan apapun sesukanya tanpa memikirkan baik buruk dari hasil perbuatannya itu.

*****

"Gimana Ca? Lo udah baikan? Lo mau minum? Mau makan? Atau mau apa? Ada yang sakit gak? Gue khawatir sama lo Ca," berondong Fery menangkup wajah Larissa dengan kedua tangan, saat Larissa baru saja sadar dari pingsannya.

"Woy Fer lo! Baru aja Ica sadar udah di brondongin sama pertanyaan lo itu," tegur Dira menyingkirkan tangan Fery di wajah Larissa.

"Ya kan gue khawatir," lesu Fery menatap sendu Larissa.

"Thanks ya. Btw Arum sama dua dayangnya gimana?" tanya Larissa menatap ketiga lelaki di hadapannya.

"Fisiknya baik, cuma otaknya gak baik," ketus Fery memalingkan wajah.

Dira dan Samuel terkekeh mendengar ucapan Fery. "Maksud lo mereka gila?" tanya Larissa menatap Fery. Fery hanya mengedikan bahunya acuh. Ia malas jika harus membahas para cabe club itu.

*****

"Lo beneran udah gak papa Ca?" tanya Samuel memastikan.

"Iya, gue gak papa Sam."

"Ca, lo duduk sama gue ya," ucap Fery menepuk kursi disebelahnya.

"Lah, Ica harus duduk sama gue. Apaan lo!" dengus Dira mengusir Fery dari kursi bus yang mereka duduki sewaktu berangkat.

"Kalian apaan! Berangkat Ica duduk sama gue, pulangnya juga harus sama gue dong. Sini Ca!" Samuel mendudukkan Larissa didekat jendela bus. Sedangkan ia duduk di sampingnya. Ia menoleh kebelakang dan menjulurkan lidahnya mengejek Dira dan Fery yang terlihat kesal.

"Lo lagi, lo lagi. Berangkat bareng sama lo, lihat sunset sama lo, sekarang pulang duduk sama lo juga. Gue bener-bener sirik sama lo Sam! Gue benci sama lo! Kita putus aja lah! Gak guna juga lanjutin hubungan kalau lo yang mendominasi," gerutu Fery ngawur kemana-kemana, ia duduk disebelah Dira masih dengan mencak mencaknya.

"Putus aja, gue gak suka batang soalnya," ucap santai Samuel.

"Cih! Gila lo Sam," sungut Fery meninju sandaran kursi Samuel.

"Lo yang gila!"

"Elo Sam!"

"Lo!"

"DIEM DEH!" bentak Larissa menatap kesal keduanya.

*****

"Akhirnya aku akan menuntaskan hasrat membunuhku. Ah, aku tak sabar untuk malam nanti," gumam si 'penggemarmu?' membaringkan tubuhnya yang lelah di sofa apartemen miliknya.

"Gimana Tuan muda? Penculikan itu kita lakukan kapan? Nanti malam saja, atau?" tanya Faisal. Ia berdiri di samping sofa yang tengah diduduki oleh sang majikan.

"Apa mereka sudah dimarahi oleh keluarganya?" tanyanya menoleh pada Faisal.

"Sudah Tuan. Cuma nona Yura saja yang tidak mendapat bentakan dari orang tuanya."

"Hem, aku sudah tak sabar. Bawa mereka ke tempat yang sudah ditentukan. Nanti jam tujuh malam aku akan ke sana!" titahnya beranjak duduk di sofa.

"Baik Tuan!" jawab Faisal melangkah pergi untuk melaksanakan perintahnya.

"Hem. Dua jam lagi, dua jam lagi aku akan memutuskan semua urat yang ada ditubuh para jalng kecil itu," ucapnya menaikkan sudut bibir kanan keatas membentuk senyum miring.

"Ah ya. Aku harus membuat bedebah tua itu sibuk dengan pekerjaan. Sehingga ia tak akan pulang kerumah dan menyiksa Rissa-ku. Kasian, ia baru saja pulang kemping sama sepertiku." Ia mengambil ponselnya dari dalam saku dan menghubungi tangan kanannya yang bertugas di perusahaan raksasa miliknya.

"Bilang kepada CEO Lea Company, bahwa aku masih belum puas dengan presentasi yang diajukan oleh mereka di rapat kemarin!"

'Baik Tuan,' jawab seberang.

Setelah mendapat jawaban itu, ia memutuskan telfon nya dan menyimpan ponselnya diatas meja.

*****

BERSAMBUNG✍

Jangan lupa kritik dan sarannya, tulis di kolkom ya😉

Vote nya juga untuk memberi dukungan kepada author ini⭐😄

See you next chapter♥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro