Chapter 15✍
Dear Larissa penggoda,
Jika cara halusku tak bisa memisahkan mu dengannya, maka aku tak akan segan untuk memakai tangan jahatku untuk menyingkirkan mu dari sisinya.
'Arum, Carole dan Yura'
_____
Acara kemping akhir tahun ajaran untuk kelas XI, hanya berlangsung selama satu hari satu malam. Yang berarti, besok siang adalah waktu kepulangan mereka.
Karena besok pagi para peserta harus berkemas menyiapkan kepulangan, maka panitia menginstruksikan kepada para peserta untuk beristirahat pukul 01.15 dini hari. Dengan menggerutu tak terima karena kebahagiaan mereka malam ini harus berakhir, para peserta itu mengikuti instruksi panitia untuk beristirahat.
"Kita harus segera memberikan pelajaran pada si Larissa sialan itu!" ucap Arum menggebu-gebu. Pikirannya selalu saja dihantui oleh bayangan Aldo yang tersenyum manis pada Larissa, yang Arum duga bahwa Larissa tadi tengah menggoda Aldo-nya. Memikirkan itu, gejolak Arum untuk mencelakai Larissa semakin membara.
"Ya! Harus dilakukan sesegera mungkin! Kepala gue panas lihat cewek sialan itu menggandeng tangan Dira, yang bahkan gue aja gak pernah menggandeng tangan itu!" kesal Carole dengan mata yang kentara akan kebencian. Ia meremas tangannya sendiri, membayangkan bahwa leher Larissa lah yang ada di remasan tangan itu.
"Hem, sabar lah dulu sayang-sayangku, kita tak boleh bertindak gegabah. Kita harus berfikir tenang untuk menjalankan rencana yang tak akan diketahui oleh siapapun besok," ucap Yura, menaikkan sudut bibir kanan keatas membentuk senyum miring.
Arum meredakan nafas menggebunya dengan menarik nafas panjang dan menghembuskan secara perlahan. Meski nafasnya masih sedikit memburu karena sisa marah dari benci, setidaknya kini emosi dalam dirinya bisa ia kendalikan.
Carole pun melakukan hal serupa. Ia memejamkan mata nya, menarik nafas dan mengeluarkan secara perlahan. Membuka mata, menoleh pada Yura dan Arum yang masih mengendalikan nafas memburunya. Carole bertanya, "Apa kalian punya rencana?"
Arum memijat pelipisnya. Menoleh pada Carole dan menaikan kedua bahunya, tanda ia malas berfikir saat ini.
Tatapan Carole sepenuhnya terarah kepada Yura.
Yura tersenyum tipis dan menyilangkan kedua tangan didepan dada. "Gue ada!"
Arum mengangkat wajahnya menoleh pada Yura.
"Apa?!" tanya Arum dan Carole serentak.
"Mumpung kita masih di area bukit dan dekat hutan yang banyak jurang, gimana kalau kita hilangin jejak Larissa disana aja?" Yura menaikkan alis kiri keatas.
"Maksud lo hilangin jejak itu, apa? Gimana?" Arum memicingkan kedua matanya menatap Yura dengan tatapan selidik.
"Jangan bilang--?!" Carole menunjuk wajah Yura dengan jari telunjuk.
"Yap! Kita bunuh dia, jasadnya kita buang kedalam jurang..." cetus Yura menaikkan sudut bibir kiri dan memiringkan kepalanya ke kanan.
Arum dan Carole menganga tak percaya mendengar rencana yang terbilang sangat berani itu. Awalnya, Carole sudah menerka jika itu yang ada di pikiran Yura. Namun tetap saja dirinya merasa terkejut. Dan juga, ucapan dan tingkah Yura sangat mirip dengan seorang psikopat yang tengah mengguncang mental dari mangsanya. Mereka tak pernah mengira bahwa Yura yang selalu bertindak gegabah dengan pemikiran lemot, memiliki sifat yang kejam.
"Terus kalau kita bunuh Larissa disini, rencana kita untuk membuat Larissa di benci semua orang itu gimana ha?!" Arum tak terima jika Larissa mati dengan begitu mudah tanpa menderita terlebih dahulu.
"Gue rasa itu gak perlu, dengan menyingkirkan Larissa cowok-cowok kita gak akan pernah lagi digoda oleh cewek sialan itu. Dan kita bisa lebih leluasa untuk memiliki mereka sepenuhnya. Bukankah cara itu lebih efektip, daripada harus membiarkannya hidup dan kita akan terus membuat ulang rencana untuk mencelakainya?" tutur Yura, menaikkan kedua alisnya.
"Yang lo bilang emang ada benarnya juga. Tapi... tetep aja yang gue mau tuh Larissa menderita dulu!" Kekeuh Arum memberengut tak terima. Ia hanya ingin Larissa diolok-olok dan dibuli satu sekolah. Menurut Arum, kematian terlalu sederhana untuk gadis penggoda seperti Larissa.
Carole menghembus nafas pelan mendengar perdebatan antara Yura dan Arum. "Udah! Mending kita cari rencana yang lain," usul Carole menengahi.
Yura dan Arum menghembuskan nafas kasar dan saling memalingkan wajahnya.
Suasana hening, mereka memikirkan rencana yang bagus untuk Larissa. Setidaknya rencana yang bisa melukai harga diri atau fisik dari Larissa.
*****
Ditenda berbeda, terdapat lima lelaki yang sudah tidur dengan pulas nya. Namun diujung ruang tenda itu, lelaki yang memunggungi keempat rekan tidurnya masih terjaga dengan ponsel digenggamnya.
Saat ponselnya bergetar pertanda ada notifikasi masuk. Lelaki itu, sebut saja si 'penggemarmu?'. Ia buru-buru membuka room chat dari salah satu anak buahnya.
Faisal:
[Tuan muda, mereka berencana untuk
membunuh nona Rissa dan membuang
jasadnya di jurang sekitar hutan]
[Pastikan keakuratan dari laporan mu!
Aku tak ingin bertindak gegabah! Sekarang,
lanjutkan pemantauan mu dan kirim kan
lagi laporan kepadaku jika ada sesuatu yang baru]
Faisal:
[Baik Tuan muda]
'Penggemarmu?' kembali membaca laporan dari salah satu anak buahnya itu, yang mengatakan bahwa Arum, Yura dan Carole berencana untuk membunuh Rissa-nya. Ia terus menerus membaca chat itu berulang-ulang dengan genggaman yang semakin mengerat pada ponselnya. ' Apakah aku harus membunuh mereka dengan segera? Jika aku membiarkan mereka hidup terlalu lama, aku takut mereka akan benar-benar membunuh Rissa-ku. Seperti halnya Stephanie dan Meyla yang berani membuat percobaan pembunuhan pada Rissa. Ah yaa benar! Aku harus membunuh para rayap perusak itu, jika mereka sudah berani merencanakan pembunuhan, bukan hal yang tidak mungkin jika kedepannya mereka akan melakukan hal-hal yang lebih berbahaya pada Rissa.' Lelaki itu menghembuskan nafas pelan dan kembali membuka room chat untuk menghubungi anak buahnya.
[Sepulang dari kemping, saat mereka
bertiga diperjalanan pulang, culik mereka
dan bawa ke gudang dipinggir hutan.
Lakukan serapih mungkin!]
Faisal:
[Laksanakan Tuan muda]
[Dan terus awasi pergerakan dari tiga
wanita jalang itu! Jangan lengah!]
Faisal:
[Baik Tuan]
'Penggemarmu?' menghembuskan nafas pelan dengan tarikan sudut bibir keatas, membentuk senyum miring. Ia senang, gairah membunuhnya akan tersalurkan esok hari. Menyimpan ponselnya dan menoleh kebelakang untuk memastikan tak ada yang terjaga.
"Eungh...."
"Sialan! Bener-bener ya dia dari dulu kalau tidur suka banget jadiin perut orang jadi bantalnya!" decaknya saat lelaki disampingnya melenguh dan menjadikan perutnya sebagai bantal.
*****
"Lo yakin Rum, kalau rencana ini bakal berhasil?" tanya Yura menatap Arum.
"Kenapa nggak? Gue yakin banget malah," ucap Arum percaya diri, dengan senyum miringnya.
"Cih! Cuma takdir yang nentuin," ucap Carole tersenyum miris, apalagi saat ia mengingat semua rencana yang telah mereka susun tak pernah ada yang berhasil 100%. Paling mentok juga 70%. Carole menghela nafas pelan dan menatap kedua sahabatnya. "Kita jalanin rencana sekarang atau besok pas peserta lain sibuk berkemas?"
"Sekarang aja!"
"Besok aja!"
"Kenapa sekarang?!" tanya Arum menaikkan sebelah alisnya kepada Yura.
"Sekarang orang lain lagi tidur dan mereka tak akan ada yang menyadari nya. Kenapa harus besok?" Yura menatap Arum.
"Jika kita melakukannya malam ini, besok pagi semua orang akan menyadari ketidakhadiran si Larissa dan mereka akan dengan segera mencarinya. Dan jika kita melakukannya besok pagi, mereka akan disibukkan dengan berkemas dan melupakan kehadiran salah satu pesertanya. Dan setidaknya, mereka akan menyadari ketidakhadiran Larissa satu atau dua jam kemudian setelah didalam bus. Dan gue yakin selama itu juga Larissa akan terus berjalan hingga tersesat di hutan atau dimakan oleh harimau haha..." ucap Arum dengan pandangan menerawang, membayangkan keberhasilan rencana mereka dan membayangkan kemungkinan yang akan terjadi esok hari.
"Udah deh jangan berharap banyak dulu, gue takut rencana kita gagal lagi. Kita jalani aja rencananya besok pagi sesuai perkataan Arum yang sedikit masuk akal," ucap Carole membaringkan tubuhnya tengkurap.
"Lo bilang apa?! Sedikit masuk akal? Lo tau, gue udah mikirin itu mateng-mateng dan lo dengan santainya bilang ' sedikit masuk akal' Lo bener-bener gak bisa menghargai temen sedikit pun ya? Heran gue!" pekik Arum yang dibalas dengan suara dengkuran halus dari Carole yang sudah terlelap. Dan itu semakin membuat Arum kesal.
Yura hanya terkekeh melihat itu, ia membaringkan tubuhnya di samping Carole dan ikut terlelap.
"Huh sialan!"
*****
"Lo mau kemana Ca?" tanya Dira saat Larissa melewati dirinya yang tengah membereskan keperluan kemping.
Larissa menoleh dan tersenyum tipis. Sambil menunjuk arah belakang tenda, Larissa menjawab, "Gue mau ke sungai sebentar."
Dira mengikuti arah telunjuk Larissa, lalu menoleh pada Larissa. "Ngapain?"
"Nyari sinyal, soalnya kemarin gue lihat sinyal disana masih ada Walaupun tipis," terang Larissa yang hanya diangguki Dira.
"Mau gue temenin gak Ca?" tanya Fery menghampiri keduanya.
"Gak usah gapapa, lagian lo juga belum selesai kan beresin bawaan lo?" Larissa menunjuk barang Fery yang masih berserakan dengan dagunya.
"Serius Ca, gak mau gue anterin? Ntar ada Mak Lampir lagi," ucap Fery mengusapkan telapak tangan pada lengannya.
Larissa tertawa kecil sambil menggeleng. "Apasih Fer. Pagi-pagi gini mana ada Mak Lampir, ngaco lo!"
"Ya, kan semua gak ada yang gak mungkin Ca. Ini hutan apapun bisa terjadi, yakan?" Fery menoleh pada Dira meminta dukungan, yang dibalas angkatan dua bahu dari Dira yang tengah membereskan barangnya.
"Ck! Ngaco lo. Yaudah ah gue duluan ya," pamit Larissa yang dibalas anggukan dan kata hati-hati dari Dira.
Setelah Larissa tak terlihat, Dira menoleh pada Fery dan bertanya, "Sam dimana? Kok gak bareng sama lo?"
"Noh, lagi makan dibawah pohon. Biasalah, monyet kelaparan." Fery menunjuk Samuel dengan dagunya. Dira mengikuti arah dari dagu Fery dan melihat Samuel tengah makan sambil berdiri dibawah pohon.
Samuel yang merasa ada tatapan yang mengarah kepadanya, menoleh pada Fery dan Dira. Ia mengangkat piringnya kedepan dan berseru, "Yoo makan guys!"
"Woy! Makan minum gak boleh sambil berdiri! Pamali," teriak Fery
"Gak ada tempat duduk bro!" sahut Samuel dengan mulut yang di penuh makanan.
*****
"Wah wah wah! Ternyata mangsa kita memisahkan diri dari kawanannya," ucap Arum berjalan mendekati Larissa yang berdiri disisi sungai.
Larissa mendelik tajam saat Arum dan dua dayangnya semakin dekat kearahnya.
"Hahaha. Ternyata takdir sudah berpihak pada kita," ucap Carole dengan tawa kecil disertai gelengan kepala pelan.
"Mau apa kalian?!" tanya dingin Larissa, menatap tajam ketiganya.
"Bunuh lo, maybe?" Arum memiringkan kepalanya. Dan menegakkan kembali sambil berujar, "Ralat. Nyiksa lo lebih tepat nya."
"Punya masalah apa gue sama kalian ha?!" desis Larissa.
"Jangan pura-pura bego ya lo! Kita udah nyuruh lo buat jauhin cowok-cowok kita dengan cara halus, tapi lo tetep gak jauhin mereka. Yang artinya, lo siap nelangsa ditangan jahat kita." Carole menaikkan sudut bibir kanan keatas.
"Haha. Lo bilang cowok-cowok kita ? Ngehalu atau mimpi lo ha? Bangun woy! Cowok kalian apanya, mereka aja jijik deket-deket sama cabe club kayak kalian," ucap sarkas Larissa. Ayolah, ia lelah mengalah pada cabe murah seperti mereka.
Ekspresi Arum, Yura dan Carole tampak buruk mendengar hinaan dari Larissa. Iya, mereka memang cabe jalang club. Tapi jika dapat penghinaan seperti ini mereka juga tak akan terima.
"Lo! Berani lo ngehina kita?!" bentak Carole yang memang cuma ia yang mudah terpancing emosinya.
"Kenapa nggak?! Kalian aja sering hina gue, dan gue juga harus balas penghinaan itu!"
"YA TAPI PENGHINAAN LO MENGGORES HARGA DIRI KITA!" berang Carole. Wajahnya sudah memerah karena marah dengan rahang yang sudah mengeras.
"Harga diri apanya ha?! Bukankah harga diri kalian udah hancur pas ngegoda sahabat gue dengan tubuh jalang kalian itu?! Haha... Bicarain harga diri disaat harga diri kalian aja udah gak ada. Lawak lo jalang!" ucap Larissa penuh penghinaan dengan tatapan seolah jijik pada Arum dan dua dayangnya.
"LO!" Arum menunjuk wajah Larissa, lalu melayangkan tamparan di pipi Larissa dengan sangat keras. Sehingga Larissa memalingkan wajahnya ke samping.
"Sekali lagi lo ngehina kita dengan mulut busuk lo itu, jangan harap lo bisa melihat senja disore nanti!" Arum menatap tajam Larissa.
"Lo. Beraninya lo menampar pipi gue!" Larissa menatap bengis pada Arum.
"Kenapa harus takut?" tanya Arum menaikkan dagunya dengan songong.
Larissa yang sudah marah semakin menatap Arum dengan tatapan membunuh nya. Tanpa aba-aba, Larissa balik menampar pipi Arum sampai membuat Arum limbung dan terjatuh ke tanah.
"Itu baru namanya tamparan, Arumi!" Larissa mengusap tangan bekas menampar Arum ke bajunya. Seolah ia tengah menghilangkan kuman dari makeup ala cabe club yang seperti badut itu.
Kelakuan Larissa tak lepas dari pandangan Carole dan Yura yang juga menatap Larissa penuh dengan kobaran benci dan amarah.
Yura membantu Arum untuk berdiri. Sedangkan Carole berjalan cepat kearah Larissa. Dan dengan amarah yang sudah memuncaknya, Carole mendorong tubuh Larissa yang tengah memunggungi sungai. Hingga Larissa kehilangan keseimbangan dan jatuh kedalam sungai yang lumayan dalam.
*****
BERSAMBUNG✍
hai holla hai👋👋👋 jangan lupa kritik, saran dan koreksinya tulis di kolkom yaa😉
Dan dukungan kalian juga yang berupa Votenya😁
See you next chapter♥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro