Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13✍

Adakah dunia yang damai?
Adakah dunia yang tanpa luka?
Adakah kehidupan yang hanya diisi tawa?
Jika ada, beritahu aku dimana tempatnya
Aku ingin kedamaian
Aku lelah, dan aku tak mau terluka lagi
Bolehkah aku tertawa untuk sebentar saja?
Mungkin,
Menertawakan kehidupan yang miris dan menertawakan hatiku yang sudah tak ada rasa.

18 Juni bukit Cemara

'Larissa Leavera'

____

Lelaki itu hanya tersenyum tipis dan kembali berucap, "Arga Arkanda."

Erik menggaruk pipi kiri yang tak terasa gatal, ia pernah mendengar nama itu. Tapi, ia lupa. "Arga?"

"Bocah Lima tahun, yang kehilangan jejak orangtuanya di bandara Singapura, ditolong oleh bocah tujuh tahun dan orang tuanya," papar Arga masih dengan senyum tipis.

Erik memutar otak untuk mengingat kembali memori masa-masa ia kecil dulu. Sekelebat bayangan seorang bocah tengah berlari tak tentu arah sambil menangis. "Lo-?" Erik menunjuk Arga dengan jari telunjuknya.

"Ya, ini gue bang," ucap Arga tersenyum manis dan bangkit menghampiri Erik.

"Astaga bro! Sorry gue gak inget lo barusan, soalnya tampang lo beda dan itu kejadian tiga belas tahun lalu. Hahaha..." Erik berhigh five dengan Arga dan berpelukan ala lelaki.

"Haha... santai bang, gak papa kok," Arga kembali duduk namun berpindah ke sisi Erik, sehingga Erik berada di tengah antara Arga dan Levin.

"Eh, Arga kenalin, ini temen-temen gue," ucap Erik.

"Oh! Hallo bang, nama gue Arga," sapa Arga tersenyum ramah.

"Yoo, kenalin nama gue Jordi." Jordi mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Arga.

"Gue Jordan, kakaknya si play boy Jordi."

"Dan gue Levin, lo tau? Sebentar lagi gue bakal punya pacar. Soalnya bibir gue udah gak pejaka," papar Levin dengan senyum lebar, dan membusungkan dadanya bangga. Sepertinya, ia masih bahagia atas apa yang kemaren malam menimpanya.

"Wah, serius bang?! Selamat ya! Gue ikut seneng haha..." ucap Arga antusias dengan tawa renyah nya, ia bahagia karena ternyata orang-orang yang baru ditemuinya begitu ramah.

"Haha... thanks bro! Doain biar gue sama dia cepet jadian ya!" ujar Levin berhigh five dengan Arga.

Jordan, Jordi dan Erik merasa kikuk dengan keantusiasan dan ke narsisan dari Levin. Bagaimana bisa, ia begitu percaya diri akan memiliki seorang kekasih hanya karena bibirnya sudah tak pejaka.

"Tentu bang! Gue Aminin deh. Kita temenan gak nih bang?" Arga mengalihkan tatapannya pada empat orang yang ada disana, yang dibalas anggukan cepat dari mereka.

"Yaa, kita temenan! Makin banyak temen makin banyak rezeki. Tapi sayang! Rezeki gue udah banyak haha..." ucap Levin narsis

Jordi mengalihkan tatapannya kesembarang tempat, ia malas jika sifat narsis Levin sedang kambuh. "Iya, Levin! kita percaya kok kalau anak Mama gak ada yang gak banyak rezeki. Semua holkay ya gak?!"

"Heh! Inget lo juga anak Mama ya!" Levin memicingkan matanya kearah Jordi.

"Sialan! Gue gak kayak lo ya! Gue bukan anak Mama." Enak saja Levin manggil dia anak Mama. Ia tak semanja Levin kepada Mamanya.

"Kalo lo bukan anak Mama, trus lo anak siapa ha? Kera?!" Levin mengartikan jika maksud dari anak Mama itu, anak manusia. Ia tak berfikir jika anak Mama itu artinya anak manja.

Ketiga orang yang memperhatikan, hanya tertawa kecil mendengar ucapan Levin yang terkesan polos-polos bodoh.

Jordi semakin melorotkan matanya, ia sungguh tak terima disebut anak kera. Hei, dia anak manusia, ia tampan dan kata anak kera itu sungguh tak pantas untuknya. Levin ini cerdas, tapi sayang, ia selalu gagal faham jika narsisnya keluar. Baiklah, ia maklumi itu. Menarik nafas panjang, dan menghembuskan secara perlahan. Tersenyum kearah Levin dan berkata, ''Iya, gue salah Vin. Bener yang lo bilang, gue anak Mama, sama kayak lo."

"Hahaha..." sungguh, Jordan, Erik dan Arga tak bisa untuk tidak menahan tawanya. Melihat bagaimana pasrahnya Jordi saat mengatakan gue anak Mama.

"Hem, lo inget! Perkataan gue gak pernah meleset," ucap Levin bangga, Lalu menegak habis jus nanas yang hanya tersisa sedikit dalam gelas yang sedari tadi ia pegang.

"Iya, Levin emang Cerdas!" Jordi menghembuskan nafas kasar.

"Hahaha udahlah! Ngeladenin Levin gak akan ada habisnya," lerai Jordan dengan tawa kecilnya.

"Makannya, kalau mau debat sama gue yang cerdas dong! Otaknya dipakai," ucap Levin menunjuk jidatnya sendiri dengan tangan.

"IYAAA PINTER!" Sungguh, Jordi merasa jika hari ini emosinya sangat dipermainkan.

Levin hanya berdecih mendengar teriakan Jordi, tapi ia tak menghiraukan. Ia hanya fokus pada ponsel yang ada di genggamannya.

"Arga, lo berasal dari mana? Tadi gue denger bahasa Indonesia lo sedikit kaku," tanya Jordan menatap Arga.

"Ah. Iya, gue lama di Singapura Bang, jadi sedikit kaku hehe... " jawab Arga dengan tawa kecil. Jordan hanya mengangguk kepala mengerti.

"Kesini buat liburan?" tanya Erik menaikan satu alisnya.

"Engga Bang, gue udah sembuh, jadi gue bakal menetap disini," jawab Arga tanpa sadar, dan menuangkan air putih kedalam gelas. Mendengar kata sembuh, mereka jadi bingung dan menatap Arga dengan lekat. Arga yang merasakan tatapan itu mengurungkan niatnya untuk minum. Menoleh dan mengangkat sebelah alisnya, tanda betanya.

"Maksud lo sembuh?" tanya Jordan bingung. Arga mengerutkan alisnya dan tersenyum canggung.

"Gak Bang, gapapa haha..." Arga menggaruk rambut, dan tertawa garing.

Mereka hanya mengangguk dan memaklumi ketidakterbukaan Arga, selain mereka baru kenal, Arga juga berhak untuk berprivasi.

"Berarti sekolah disini juga dong?" tanya Erik, mengalihkan perhatian dari obrolan tadi.

"Rencananya sih gitu." Arga menegak air minum itu hingga habis.

"Udah ada rencana mau pindah sekolah mana?" tanya Levin menyimpan ponsel diatas meja dan menatap Arga.

"Maunya sih Sma Alaska Bang." Arga menatap balik Levin. Levin melebarkan matanya terkejut.

"Wahh! Berarti lo bakal satu sekolah dong sama gebetan gue," ucap Levin antusias dengan binar mata cerahnya.

"Oh ya? Gebetan lo masih Sma Bang? Gue fikir udah kuliah, sama kayak lo," ujar Arga tak kalah antusiasnya.

"Haha, nggak. Dia masih kelas XI," ucap Levin yang hanya ditanggapi dengan anggukan dari Arga.

"Berarti, dia juga bakal satu angkatan sama gue Bang," ucap Arga dengan senyum lebar.

"Lo juga masih kelas XI?" tanya Levin. Arga mengangguk untuk mengiyakan.

"Kenapa lo pilih Sma Alaska? Di Jaksel kan masih ada Sma Swasta yang gak kalah oke dari Sma Alaska." Jordi menanyakan itu pada Arga sebenarnya hanya untuk berbasa-basi. Ia tidak terlalu penasaran, tapi ia hanya ingin mengakrabkan diri dengan Arga.

"Alasannya sih sederhana, gue pengen satu sekolah sama cinta kecil gue haha..." jawab Arga tertawa canggung dengan menggaruk rambutnya yang tak terasa gatal.

"Wah! Pasti bahagia banget ya masa kecil lo, dulu. Sampai punya cinta monyet segala haha..."

Arga hanya tersenyum kecut, mendengar ucapan Levin yang bilang masa kecilnya bahagia.

*****

Setelah selesai membangun tenda dan pengumuman untuk kegiatan awal, semua murid diizinkan untuk mengistirahatkan tubuh mereka terlebih dahulu. Istirahat yang dimaksud pembina itu mengistirahatkan tubuh dengan cara makan atau rehat sejenak. Tetapi yang makan hanya beberapa orang saja, yang lainnya ada yang berselfi, bergosip, jalan-jalan di sekitar bukit Cemara dekat tenda, berpacaran dan lain-lain lagi.

Seperti dipinggir sungai, belakang tenda. Sungai yang lebar dan dangkal hanya bisa membasahi sampai betis mereka saja. Disana, Larissa sedang bermain air bersama tiga sahabat lelakinya. Siapa lagi jika bukan Samuel, Dira dan Fery.

"Dira udah!" jerit Larissa saat Dira terus saja menciptakan air ke tubuhnya.

Hahaha

Dira hanya tertawa disusul dengan tawa Fery dan Samuel. Tanpa mendengar teguran Larissa, Dira kembali mencipratkan air pada Larissa disusul Fery yang juga ikut menyiram Larissa.

"Hujaaan!" teriak Fery dan Dira saat menyiram Larissa.

Baju Larissa telah basah semuanya, tanpa terkecuali. Dengan tatapan melasnya, Larissa memohon bantuan pada Samuel lewat mata. Samuel yang mengerti itu, mengangguk kecil dengan senyum lebar.

"Kebakaraaann!" teriak Samuel menatap ke utara. Sontak, Fery dan Dira berbalik melihat keutara, memunggungi Larissa yang tengah tersenyum miring.

Larissa mendekat dengan cepat kearah Fery dan Dira. Mengangkat tangannya dan mendorong punggung kedua orang itu mereka kehilangan keseimbangan dan

Byurr

Samuel menoleh pada benda jatuh di belakangnya, dan melihat Dira dan Fery tersungkur dengan posisi yang tidak ada bagus-bagus nya. Sontak, Samuel menyemburkan tawanya yang tidak dapat tertahan lagi.

Hahahaha

"Nah, kebakaran nya udah padam." Senyum Larissa mengembang dengan berkacak pinggang, melihat Dira dan Fery bangkit dari terjatuhnya.

Mereka menatap Larissa dengan kesal, ayolah! Mereka most wanted, image mereka keren dimata warga Alaska. Jika ada salah satu murid yang mengetahui hal seperti tadi. Mereka akan sangat malu.

"Sialan lo Ica!! Gue bales lo!" Kompak Dira dan Samuel, mereka saling tatap dan tersenyum aneh.

"Cih! Gak takut." Larissa menjulurkan lidahnya.

Melihat itu, Dira dan Fery berlari menuju Larissa. Memeluk gadis itu dan menggulingkannya ke air, bersamaan dengan tubuh mereka bertiga yang jatuh, Samuel tersenyum puas melihat foto aib ketiganya yang berhasil ia abadikan.

*****

Karena acara kemping ini merupakan kegiatan tahunan khusus kelas XI Yang sebentar lagi akan menjadi kelas XII. Yang mana kegiatan ini bersifat fleksibel, tidak ada materi yang akan dipelajari. Mereka hanya berjelajah hutan selama dua jam disore itu dan sisanya dihabiskan untuk bersenang-senang dalam kebersamaan.

Pukul 17:38, semua siswa kembali ke tenda. Menjalankan instruksi panitia untuk beristirahat tiga puluh menit, sembari menanti azan magrib, untuk melaksanakan shalat magrib bagi yang menjalankan.

Di puncak bukit Cemara, lumayan jauh dari kawasan tenda. Larissa duduk diatas batu yang langsung menghadap kearah barat, tempat dimana sang surya akan menenggelamkan dirinya disana. Melihat lukisan alam berwarna jingga, senja, Larissa penyuka senja. Dia memang penyuka senja, namun yang dinantinya adalah malam. Dimana sang rembulan akan berdiam sendiri di tengah kegelapan. Ia belajar dari hal itu, keindahan bulan tak akan terlihat tanpa kegelapan. Sama halnya dengan hidup Larissa, ia cantik, ia berprestasi, sahabatnya orang yang dikagumi banyak orang, Larissa juga hidup bergelimang harta. Orang lain akan iri dan ingin berada diposisi Larissa. Namun mereka hanya mengetahui itu, hidupnya tak seindah itu, ia sendirian, ia miskin kebahagiaan ditengah kegelimangan. Dan orang lain tak tahu akan penderitaan nya itu, mereka hanya menilai bahwa Larissa sangat beruntung. Haha miris.

Ckrek

Larissa mengabadikan momen sunset dengan ponselnya. Melihat hasil jepretan dan menyimpannya di galeri. Memandang kembali cahaya jingga dan menghela nafas ringan.

Bolehkah aku merasa tenang seperti ini, untuk selamanya?

Kembali menghela nafas, Larissa mengingat potongan memori masa kecil bahagianya bersama keluarga yang humoris semua. Larissa mengingat potongan memori samar, dimana ia dijahili Abang dan bundanya. Mengingat saat ia memakaikan makeup pada ayahnya yang tertidur, mengingat saat ia, Ayah, Bunda dan Abangnya saling menjahili dan tertawa bersama. Hingga ia mengingat saat mereka berkunjung kerumah neneknya di Bandung, saat itu, Ayahnya menyuruh salah satu dari Ares (Abang Larissa) dan Larissa untuk menginap beberapa hari disana. Larissa dan Ares sama sama merengek dan memaksa untuk menginap, hingga Ares mengalah pada Larissa dan meninggalkan Larissa di Bandung. Hingga saat Larissa bangun di pagi harinya, ia kagetkan dengan berita yang--

"Ternyata lo disini, gue cariin dari tadi juga!"

Ucapan itu menyadarkan Larissa dari bayangan masa lalunya. Ia menoleh kebelakang dan melemparkan senyum tipisnya.

*****

BERSAMBUNG✍

Gantung ya? Hehe maaf, soalnya jariku udah pegel.

Tulis kritik dan sarannya di kolom komentar, aku sangat menantikan itu😊

Jangan lupa juga untuk vote bagi yang sudah membaca 😁

See you next chapter♥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro