Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11✍

Saat arah mobil yang di ikuti nya mengarah pada perbukitan yang jauh dari kehidupan, si 'penggemarmu?' itu mengepalkan tangannya erat.

'Kenapa lelaki itu membawa Rissa-ku ke bukit sepi ini?'

'Untuk apa ia membawa Rissa-ku ke rumah kayu ini?'

'Apa yang akan ia lakukan?'

Si 'penggemarmu?' mengintip kegiatan kedua orang berbeda kelamin itu lewat jendela yang sedikit terbuka.

Ia amat bersyukur saat lelaki itu mengobati luka Larissa.

Ia juga merasakan sesak perih di dadanya, saat mendengar tangisan Larissa yang begitu pilu dan menggetarkan perasaan itu. Ia juga ingin memeluk Larissa seperti lelaki itu yang memeluk Larissa.

Melihat dan mendengar samar tawa dari Larissa, ia tersenyum begitu lebar. Ia juga ikut bahagia, meskipun orang yang dicintai nya itu bukan bahagia karenanya.

_____

Setelah memasuki apartemennya, si 'penggemarmu?' melangkah menuju dapur dan membuka lemari es, mengambil air putih dingin dan langsung meminumnya dari botol.

'Semoga saja, saat kemping besok aku tak lengah untuk menjaga Rissa. Dan aku harus ekstra ketat untuk memantau pergerakan dari Arum dan dayangnya,' lirihnya, membuang botol yang sudah kosong ke tempat sampah dan melangkah menuju kamar demi mempersiapkan keperluan untuk kemping esok.

*****

[Area 16+! Yang usianya dibawah itu, skip aja cerita ini ya!]

Larissa duduk termenung di atas ranjang. Ucapan Levin yang menyuruhnya untuk mencari Levin saat ia sedang marah dan butuh pelampiasan, masih terngiang dibenaknya. Ia berharap, Levin bisa memegang ucapannya sendiri.

Walaupun Larissa baru beberapa jam mengenal Levin, namun saat didekat pemuda itu, ia merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selama ini tak pernah lagi ia rasakan. Saat didekat Levin, beban di pundaknya seakan meluruh, ia merasa tak sendirian, apalagi menurutnya, Levin begitu peka dan hangat walaupun sifat narsisnya begitu tinggi.

"Apa dia sudah tidur?" gumam Larissa beranjak keluar kamar.

Larissa menghampiri Levin yang tengah tertidur di atas karpet. Ia duduk disisi kanan Levin dan mengulas senyum tipis.

'Tampan,' batin Larissa mengelus pipi kiri Levin, lalu beralih mengelus rahang tegasnya.

Menelusuri wajah Levin dengan jari-jarinya.

Mengusap bulu mata dan kedua alis tebal rapi yang terpampang indah di wajah Levin.

Menempelkan jari telunjuk di dahi Levin, dan menariknya hingga ke ujung hidung mancung itu.

Perhatian Larissa teralih pada bibir Levin yang berwarna merah muda.

'Apa ini pakai lipbalm?' Larissa mengelus bibir bawah Levin. 'Ah, tidak! Ini alami. Apa ia tak pernah merokok?'

Tatapan Larissa tak bisa lepas dari bibir Levin. Ingin sekali rasanya ia menyesap bibir merah muda itu. Ah tidak! Ciuman pertamanya hanya untuk suaminya kelak. Tapi yang ada di hadapannya itu terlalu menggoda untuk diabaikan. Apaan sih?! Larissa bukan orang yang mudah tergoda, camkan itu! Tapi ia tergoda dengan bibir merah itu. 'Tidak! Tidak! Jangan! Ayo kembali ke kamar dan tidur,' batin Larissa. Tapi reaksi tubuh Larissa tak sejalan dengan hatinya, bukannya beranjak ke kamar, ia malah mendekatkan bibirnya pada bibir Levin.

Cup

'Manis,' batin Larissa dengan pipi yang merona.

Menekan bibirnya pada bibir Levin dan melumatnya. Lumatan itu berubah, Larissa menyesap bibir yang terasa manis itu sambil memejamkan matanya.

Setelah satu menit menyesapnya, Larissa tersadar dan berhenti untuk menyesap. Namun tautan bibir itu tak dilepaskan.

'Kenapa aku menciumnya? Seharusnya tadi aku kembali ke kamar, tapi kenapa aku malah menciumnya?' Larissa mengulum senyumnya dengan pipi yang sudah merah merona.

Larissa melumat kembali bibir Levin, dengan gumaman-gumaman tak jelas yang berkecamuk di batinnya.
'Tapi ini manis, aku menyukainya, tunggu! Aku tak menyukainya. Ah ya ini manis aku menyukainya.'

'Astaga! Kenapa aku menciumnya?! Aku pasti sudah gila! Ya aku pasti tertular gila dari cowok ini,' batin Larissa, melepaskan tautan bibir dan menjauhkan wajahnya dua centi dari wajah Levin.

"Vera, sayang, kenapa berhenti?'' tanya Levin dengan suara seraknya, membuyarkan lamunan Larissa.

Larissa tersentak kaget dengan pipi yang merona. Ia malu sudah terpergok oleh Levin. 'Aku harus menyembunyikan wajahku sekarang! Ayo tubuh! Bergeraklah! Kita kembali ke kamar,' batin Larissa berusaha menggerakkan tubuhnya yang kaku.

"Lo, u-udah bangun?" Larissa hendak bangun dari menunduknya, namun tengkuk kepala Larissa di tahan oleh kedua tangan Levin.

"Ya, aku sudah bangun, aku terbangun saat merasakan ada tangan nakal yang mengelus pipiku," ucap serak Levin menatap iris mata Larissa yang tak berkedip.

Pipi Larissa memanas dan semakin merona, apalagi saat mendengar bahwa Levin sudah bangun dari tadi. Berarti selama Larissa melakukan kegiatannya, Levin juga sadar.

Karena tak ada jawaban dari Larissa, Levin mendekatkan bibirnya pada bibir Larissa. Membuat Larissa tersentak kaget.

Saat tak terlihat penolakan dari Larissa, Levin merebahkan tubuh Larissa diatas tubuhnya. Ia mulai melumat dan menyesap bibir ranum Larissa, dengan tangan kanan yang menekan tengkuk Larissa dan tangan kiri memeluk pinggang Larissa.

Terlanjur malu dan terlanjur terjadi, Larissa mulai memejamkan matanya menikmati ciuman lembut tanpa nafsu dari Levin. Dengan lidah yang saling berpangut, Larissa meletakan kedua telapak tangannya di pipi Levin, sambil sesekali mengelusnya.

Levin melepaskan ciumannya, saat dirasa Larissa telah kehabisan nafas.

Larissa menghirup oksigen dengan rakus.

"Lain kali atur nafasmu saat berciuman," ujar serak Levin menatap iris mata Larissa.

"Gue baru pertama kali ya! Gue gak ngerti kayak gituan!" Larissa mencubit pipi Levin.

"Kamu tahu? Aku juga baru pertama kali berciuman. Dan dipertama kalinya ini, harga diriku sebagai lelaki sedikit tergores. Kalau aku yang menciummu duluan, itu sedikit membanggakan. Tapi sayang, ciuman pertaku kamu curi duluan," ucap Levin diakhiri dengan kekehan kecil, dan membaringkan tubuh Larissa disampingnya. Dengan posisi saling berhadapan intim.

"Kalau lo baru pertama kali ciuman, terus lo tau darimana kalau saat berciuman harus mengatur nafas?" tanya Larissa pelan, karena sebenarnya ia malu membicarakan hal dewasa seperti ini.

"Sahabatku. Jordi, waktu itu dia mengajarkanku dan kedua sahabatku materi cara berciuman yang baik dan benar."

Jiwa Larissa sedikit bergetar saat mendengar ucapan jujur Levin.

"Kamu tadi menciumku, jadi aku akan mencintaimu. Meski sebenarnya aku juga telah mencintaimu."

Larissa semakin malu saat ia yang mencium Levin duluan diungkit.

"Ta-tadi, gu-e khilaf." Larissa menenggelamkan wajah malunya di dada bidang Levin.

Levin tertawa kecil melihat Larissa salah tingkah, ia menyukainya.

"Tidurlah sayang, ini sudah larut!" titah Levin mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil Larissa.

Dengan malu-malu, Larissa melingkarkan kedua tangan di pinggang Levin dan semakin menenggelamkan wajahnya di dada Levin. 'Nyaman.'

Mereka tertidur dengan seulas senyum tipis dan jantung yang sama-sama berdetak cepat.

Levin akui, ia semakin jatuh dalam pesona Larissa. Ia sudah begitu mencintai Larissa di pertemuan keduanya ini. Levin harap, waktu berhenti seribu tahun untuknya. Sungguh, ia tak ingin melepaskan dekapan pada tubuh kecil wanita yang dicintai nya.

*****

"Eungh," lenguh Larissa saat dirasa udara semakin dingin.

Wajar saja, di daerah perbukitan pukul empat adalah waktu di mana udara sangat dingin dan menusuk.

Mencari kehangatan dengan menggeratkan pelukannya pada Levin, dan mendusel-duselkan wajahnya di dada Levin.

"Hahaha... geli." Tawa Levin saat tak bisa menahan rasa geli di dadanya.

"Eh." Sadar Larissa mendongakan wajahnya keatas. Terlihat lah Levin yang tengah memandangnya dengan kekehan kecil dan senyum manis.

"Pagi sayang," sapa Levin mendaratkan kecupan di dahi Larissa.

Tampaknya Larissa masih bingung dengan apa yang terjadi.

"Aaaaaaa! Lepasin! Apaan sih lo meluk meluk gue!" ucap garang Larissa melotot pada Levin.

"Udah aku lepasin kok, kamunya aja yang masih meluk aku."

"Aaaaa!" teriak Larissa langsung bangun dan berlari ke kamar dengan wajah merah merona.

"Sialan lo! Dasar maniak!" teriak Larissa membanting pintu kamar.

Brak

"Hahaha..." Tawa Levin pecah melihat kelakuan masa depannya itu. 'Imut.' batin Levin.

Tawa Levin membuat Larissa semakin malu untuk menunjukan wajahnya dihadapan Levin. Lagi dan lagi harga dirinya jatuh di hadapan Levin.

*****

"Kamu harus bawa makanan yang banyak, takutnya nanti kamu kelaperan. Ditempat kemping kan jauh dari warung, apalagi kamu kemping di kaki bukit yang jauh dari penduduk lagi," cerocos Levin untuk kesekian kalinya, dengan menambahkan makanan ringan ke dalam keranjang.

"Gausah banyak-banyak deh ribet tau!" protes Larissa meletakan kembali makanan ke tempat asalnya.

"Nanti kalau kamu kelaperan gimana?"

"Gak mungkin lah! Panitia disana juga udah nyiapin konsumsi," dengus Larissa menarik Levin menuju kasir.

"Awas aja kalau sampai kamu kelaperan, aku beli itu sekolah," ancam Levin membuka pintu kaca minimarket yang bukanya 24 jam.

"Sok kaya," cibir Larissa berjalan mendahului.

"Emang kaya." Narsis Levin, merangkul pundak Larissa.

"Percaya," ucap Larissa menepis tangan Levin.

Levin terkekeh menanggapi. Membukakan pintu mobil untuk Larissa. Setelahnya ia masuk dan duduk di belakang kemudi.

"Kamu berangkat kemping jam berapa?" tanya Levin melajukan mobilnya.

"Jam setengah tujuh."

"Hem, trus kamu mau pakai makeup dimana? Kalau kembali ke rumah kayu, ntar kamu telat lagi," ucap Levin yang tahu, bahwa Larissa akan menyembunyikan wajah memarnya dengan makeup. Levin juga diberi tahu, jika Larissa selalu memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat di luar rumah untuk menutupi luka-lukanya.

"Nanti aja di mobil, tapi Lo harus berhentiin dulu mobilnya di tepi jalan saat gue lagi pakai makeup."

"Kenapa?" Levin menaikan alis sebelah kirinya.

"Biar gak belepotan," ucap Larissa sambil mengecek makeup, yang kata Levin itu milik Mamanya yang tertinggal di mobil.

Levin hanya mengangguk sebagai tanggapan.

*****

Levin memarkirkan mobilnya di parkiran Sma Alaska yang terlihat banyak siswa siswi yang akan ikut kegiatan akhir tahun .

Larissa keluar dari dalam mobil di ikuti oleh Levin yang langsung menghampiri Larissa. Levin menjadi pusat perhatian karena ketampanannya.

"Vera, sayang jangan lupa pakai jaketnya biar gak masuk angin, makanannya juga jangan di bagi-bagi ntar kamu kelaperan lagi. Jangan kecapean juga, kondisi kamu belum pulih soalnya," cerocos Levin yang dibalas dengan tatapan jengah dan tajam dari Larissa. Yang memang Levin sudah mengatakan hal yang sama berulang kali.

Dan yang membuat Larissa menatap tajam itu karena Levin memanggilnya sayang didepan banyak orang. Padahal diantara mereka tak ada apa-apa.

"Thanks," ucap datar Larissa meninggalkan Levin begitu saja. Ayolah, ia sudah sangat malu sekarang.

Setelah memasuki mobilnya, Levin menoleh pada Larissa, yang tengah bergabung dengan tiga lelaki.

"JANGAN TERLALU KECAPEAN YA SAYANG!" teriak Levin mengedipkan Mata kanannya, yang dibalas tatapan tajam.

"PERGI LO SIALAN!" teriak Larissa melepaskan sepatu kiri dan hendak melemparkannya pada mobil Levin.

*****

Kritik dan sarannya tulis di komentar ya😊

Kalau suka sama chapternya Vote ya⭐😆

See you next chapter♥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro