Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7

Makin kendor nih?

Hahaha.. biarin. biar makin mudah dibukanya kalau kendor..

whakaka.. apaan sih.

Si Anak SMP yg butuh makan banyak... whakakakak


Om - om penculik.. whakakaka

-------------------------------------------------

Penyesalan hanya akan menghabiskan waktu, namun pembelajaran akan membawamu dalam kehidupan baru.

Lagi dan lagi berbaring di atas ranjang setelah seharian berjuang, Dara mengucapkan terima kasih kepada dirinya sendiri karena masih bertahan untuk berjuang. Walau air matanya kali ini sulit untuk dikendalikan, tapi Dara yakin air mata yang keluar sebagai bentuk rasa syukur atas segala hal yang sudah dia lakukan.

"Dari kemarin uang gue udah habis 100 ribu. Setidaknya gue enggak bisa habiskan semua. Setengah dari uang itu harus gue simpan. Kalau-kalau kemungkinan buruk terjadi, gue masih ada uang untuk pulang."

Merasa lelah dengan kehidupannya, perut yang sejak tadi merasakan lapar benar-benar terlupakan oleh Dara. Dia tahu dirinya perlu makan. Namun Dara juga sadar dirinya perlu hemat. Alhasil dia mencoba mengecek bahan makanan di kulkas dapur, siapa tahu ada bahan makananya yang tersisa di sana.

"Hei ...."

Secara bersamaan, ketika Dara keluar dari dalam kamar kostnya, perempuan yang bernama Fla, yang kebetulan tinggal di sebrang kamarnya terlihat baru juga keluar. Sapaan ramah Dara langsung membuat perempuan itu ternotice. Ekspresi datar di wajahnya berubah. Sebuah senyum simpul, yang malah membuat Dara ketakutan, tergambar jelas di wajah Fla.

"Baru kelihatan lagi?"

"Ah, iya. Beberapa hari ini sibuk interview sana sini."

"Oh gitu. Sudah ada yang berhasil, kah?"

Dara menggeleng. "Belum. Mungkin memang belum rezeki."

"Sabar kalau begitu. Kayaknya dunia kerja memang enggak semudah dunia bisnis, ya?"

"Kebalik, Fla."

"Masa sih?"

"Hm. Bisnis tuh sulit. Peluangnya susah diprediksi. Kalau dunia kerja, baik buruknya udah bisa kelihatan."

"Emangnya lo bisnis juga?"

Dara tertawa renyah. "Enggak. Cuma kelihatannya aja."

"Yang lo lihat belum tentu sama dengan yang dijalanin, Dar. Serius deh. Bisnis tuh susah. Buat pondasinya yang susah."

"Tapi kan pondasi bisnis lo udah kuat. Berarti udah enggak susah lagi."

Fla kini yang tertawa. Dia menepuk-nepuk lengan Dara karena merasa malu telah dipuji dengan baik.

"Ada barang baru tuh, Dar. Enggak mau lihat-lihat dulu."

"Dasar pebisnis. UUD. Ujung – ujungnya Dagang."

"Itu kan tahu!"

Mereka berdua sama-sama melangkah ke area dapur rumah kost ini. Jika Fla bergerak ke sana, karena mau mengambil hasil laundry di lemari yang sudah disediakan. Sedangkan Dara melangkah untuk membuka tudung saji. Di sana memang ada lauk ayam goreng, sayur dan nasi untuk bisa dinikmati oleh para penghuni kost. Namun semua itu tidaklah gratis. Menu yang sudah dimasak oleh pengurus rumah, ada perhitungan bayarannya. Walau tidak semahal beli makan diluar, akan tetapi semua penghuni kost wajib membayar jika mengambil makanan tersebut.

"Lo belum makan?" tanya Fla ketika melihat respon Dara hanya menelan ludah tanpa bergerak untuk mengambil nasi serta lauk yang sudah dihidangkan.

"Hehehe, belum."

"Gue beli mie aja deh."

"Lah ngapain lo beli mie? Mendingan makan nasi sama lauk. Harganya sama dengan mie. Nasinya lo bisa ambil sepuas lo."

Dara tersenyum malu. Dia menatap Fla sambil bertepuk tangan.

"Emang susah deh ngelawan pemikiran seorang pebisnis. Pasti kalkulasinya ahli banget."

Menepuk bahu Dara, Fla hanya tersenyum lalu meninggalkan perempuan itu sendiri di dapur. Setidaknya sebagai teman, dia sudah memberikan komentarnya untuk hal yang akan Dara lakukan. Karena sejujurnya dari pada Dara membeli mie instan dengan harga yang normal. Lebih baik Dara membeli nasi beserta lauknya dengan harga miring.

Perut kenyang, duit pun aman.

"Please, Dar. Hemat boleh, tapi jangan pelit juga sama diri sendiri."

Bergumam seorang diri, Dara memutuskan untuk mengambil nasi dengan piring lalu memasukkan lauk pauk yang sudah tersaji di atas meja.

"Bu ... tolong hitung, aku habis berapa nih?"

Dara memanggil nama pengurus rumah yang memang bertugas untuk memasak lauk setiap harinya. Sambil menunggu pengurus rumah itu keluar, beberapa kali suapan nikmat meluncur gesit ke dalam mulutnya.

"Kok enak sih. Apa karena udah lama enggak makan makanan rumah?"

Masih celingukan melihat pengurus rumah yang belum kunjung datang, Dara bergerak ke arah penghangat nasi, lalu menyendokkan satu centong lagi ke dalam piringnya.

Hari ini dia wajib makan banyak. Setelah berjuang dengan susah payah, namun tidak dihargai, Dara perlu mengobati semangat dirinya.

"Kirain bibi siapa."

"Coba bantu hitungin, Bi. Berapa harganya?" kata Dara dengan senyuman. "Oh, iya, aku barusan nambah 1 centong nasi lagi. Dihitung sekalian ya, Bi. Masa iya makanan yang masuk ke dalam perut enggak dihitung. Nanti sakit perut."

"Nasi kan bebas, Mbak. Sini bibi hitung dulu. Pakai ayam, dan sayur ya. 10 ribu aja, Mbak."

Dara terdiam, melihat semuntung penuh, nasi serta lauk dalam piringnya. Kemudian tersenyum, memandang bibi pengurus rumah yang terlihat sudah cukup berumur.

"Dara ambil uang dulu ya, Bi. Doain Dara cepat dapat kerja lagi. Nanti gaji pertama, Dara traktir Bibi makan enak."

Melangkah dengan penuh haru kembali ke kamar, moment itu berhasil diabadikan oleh seseorang. Foto Dara dengan senyum bahagia dia abadikan dalam kamera ponselnya. Seolah menjadi pengagum rahasia, senyum bahagia itu menulur kepadanya.

"Gadis bodoh."

***

Menghentikan motor yang dia kendarai, Dante membuka kaca helmnya. Sambil melihat ke arah dalam, suasana rumah ini terlihat sangat sepi sekalipun banyak motor dan mobil terparkir di dalam garasi.

Sembari mengeluarkan ponsel dari saku celana jeansnya, Dante berusaha menghubungi seseorang dengan ponselnya. Sekalipun Dante yakin sambungan teleponnya tidak akan digubris kembali oleh orang itu, tapi dia tidak akan mudah menyerah.

Buktinya malam ini dia berhasil mendatangi rumah yang dijadikan tempat tinggal oleh orang itu.

"Sial. Dia sengaja enggak ngangkat!!"

Mengamuk tidak terima, Dante melepaskan helm fullface, dan menyimpannya di atas body motor sport bagian depan. Tatapannya masih penasaran dan terus tertuju ke dalam rumah besar ini.

Beberapa saat tidak mendapatkan jawaban, Dante mulai memarkirkan motornya dengan benar. Kemudian dia bergerak, memantau gerak gerik yang terjadi di dalam rumah besar ini. Awalnya terlihat sangat sepi. Tanpa suara apapun yang bisa terdengar di telinganya.

Namun perlahan dia dengar suara seorang perempuan, berteriak, seolah sedang memberikan reward kepada seseorang.

"IYA. PASTI, BI. NANTI AKU BELIIN APAPUN YANG BIBI MAU. DOAIN BISA KERJA LAGI POKOKNYA."

Terpaku di tempat, dari balik pagar tinggi ini, Dante melihat siluet perempuan bergerak. Dan melangkah ke lantai atas melalui tangga yang berada tepat di depan sebuah jendela besar.

Dante memang tidak bisa melihat secara jelas bentuk wajah perempuan itu. Namun dari ukuran tubuhnya Dante menebak jika perempuan itu seusia dengan adiknya.

"Ini rumah kost anak-anak kayaknya? Kenapa anak SMP ada di rumah ini juga?"

--------------------------

Cie-cie yang nungguin pertemuan Dara dan Dante.. xixixixi


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro