Bab 32
Maap agak kemaleman, Aku baru balik kantor.
Tetap ya, ketentuannya masih sama. 500 komen, bakalan update lagi.
Tapi kalo gak mau berjuang penuhin komen, bisa baca di website karya karsa. Cari aja atas nama Shisakatya. Atau linknya ada distatus wattpadku. cek aja
Ada sampai bab 34 di sana.
Pokoknya cuma 2 rebu perak, kalian bisa baca duluan.
Karena longkap 2 bab dari versi Wattpad.
Owh, iya. beberapa foto yang ada di karyakarsa gak aku publish di wattpad. Karena nantinya akan ada foto2 nganu di sana. Ngeri kedelete cerita ini kalo diwattpad. Jadi bayangin aja.
Kayak foto vila, foto dante yang mata2in dara, cukup di karyakarsa aja.. xixixi...
mungkin itu juga kelebihan baca di sana.
--------------------------------------------
Sekalipun baru pertama kali, namun rasa bahagianya tidak akan hilang di hati.
Kapan lagi diperlakukan dengan sangat baik oleh bosmu sendiri ketika sedang melakukan perjalanan staycation? Tentu saja hanya Dara yang saat ini merasakannya. Maklum saja sekarang adalah pengalaman pertamanya untuk naik pesawat. Dan sekalinya naik pesawat langsung dikursi first class, dimana pelayanannya sangat berbeda. Walau di sisi kanannya, dibatas jalan, ada Fla, tapi tetap saja dia merasa sendirian dikursinya. Bahkan Dante yang berada di sisi kirinya, seolah tidak melihat wajah kebingungan yang kini Dara rasakan.
Melepaskan ransel yang dia pakai, Dara langsung meletakkan ransel itu di atas pahanya. Kedua matanya melirik ke semua orang yang sudah duduk dengan nyaman di atas kursi mereka. Namun entah kenapa Dara tidak satupun melihat barang bawaan mereka.
Dara mengembuskan napasnya berat, tidak sekalipun dia pernah berpikir bila menaiki sebuah pesawat adalah beban terbesar untuknya. Dia pikir akan sangat nyaman bisa berpergian dengan burung besi ini, karena tidak akan merasakan macet, dan juga panas. Namun nyatanya Dara salah, banyak hal yang harus dia pelajari bila ingin menggunakan transportasi udara ini.
"Nat ... sstt ... Natta." Sedikit berbisik, Dara berusaha memanggil Natta yang kebetulan menempati kursi di samping Dante. Sekali dua kali, Dara menunggu respon laki-laki itu. Berharap Natta akan meliriknya, dan membantunya dalam kebingungan saat ini.
Akan tetapi harapan Dara terasa pupus, disaat ia melihat telinga Natta telah disumpal oleh headset. Bibirnya langsung meringis sedih. Sekalipun dia memanggil Natta dengan suara kencang, hasilnya pasti akan sama. Natta tidak akan mendengarnya.
Masih memeluk tas ransel yang berisi sepasang pakaian untuk ia kenakan di Bali nanti, Dara melihat penumpang-penumpang lain mulai memasuki pesawat ini. Mayoritas dari mereka adalah penumpang kelas ekonomi yang berada dibarisan belakang dari pesawat. Dan jika dilihat-lihat dari barang yang dibawa, mereka seperti ingin pergi liburan, sama halnya dengan Dara dan yang lain.
"Kenapa?"
Suara bass dari Dante mengagetkan Dara. Tas ransel yang masih dia peluk dengan erat menjadi pusat tatapan Dante. Sebelah alis hitam laki-laki itu terangkat.
"Kenapa dengan tasmu?"
"Enggak papa, Pak."
Dara mengalihkan tatapannya. Jika saat ini hatinya bisa bicara, Dara sangat berharap Dante tidak menyadari kondisinya yang terlihat sangat mengenaskan.
Namun sayangnya, sudah dengan sekuat hati Dara berdoa, Dante nyatanya menyadari keanehan dari ekspresi Dara tadi. Karena tas ransel yang sejak tadi dia peluk, tiba-tiba ditarik oleh Dante, lalu dengan santainya Dante memasukkan tas itu ke bagian kabin miliknya. Disatukan dengan tas tangan yang tadi dia bawa.
"Pak ..." bisik Dara bingung.
"Sudah. Pasang sabuk pengamanmu."
Sambil memejamkan mata, kedua tangan Dante tanpa sadar bergerak, memasang sabuk pengaman miliknya seolah sedang mencontohkan untuk Dara lakukan.
"Makasih banyak, Pak."
Masih dengan berbisik, Dara mengucapkan terima kasih karena telah dipahami dengan sangat baik. Kini tinggal dia melakukan hal yang benar sesuai dengan apa yang Dante telah contohkan.
Memang sesederhana itu perlakuan yang Dante lakukan pada Dara. Namun anehnya terasa sangat berbeda.
Biasanya banyak perempuan-perempuan cantik diluar sana yang tidak peduli dengan perhatian kecil dari lawan jenis. Namun bagi perempuan biasa seperti Dara, dimengerti seperti ini saja sudah lebih dari cukup. Setidaknya Dante paham apa yang Dara rasakan tanpa perlu dia ucapkan.
***
Sampai di Jimbaran, Bali. Lebih tepatnya di sebuah luxury resort di daerah Karang Mas, Kute Selatan, Dara benar-benar dikagetkan dengan bentuk resort mewah yang begitu memanjakan matanya. Langkah kecilnya berlari-lari, menuju ke pemandangan lautan indah di depan resort tersebut seperti hamparan awan biru yang begitu luas.
Sambil memejamkan kedua mata, ia refleks merentangkan kedua tangan, menikmati udara laut yang mulai masuk ke dalam paru-parunya. Bibirnya tidak henti-henti tersenyum, semua ini bagaikan mimpi untuknya. Padahal setelah kejadian PHK, Dara pikir kehidupannya akan amat sangat menyedihkan. Nyatanya tidak. Bahkan dia bisa liburan di tempat yang kemungkinan tidak akan pernah dia datangi jika menggunakan uang sendiri.
"Sayang banget ya, tempatnya kurang bagus. Harusnya Dante bisa pesan lebih dari ini."
"Ah?" Dara tersadar, dia membuka kedua matanya, melirik Fla yang benar-benar tidak bisa mensyukuri apapun. "Ini kurang bagus?"
"Hm. Ada di daerah Nusa Dua, tepatnya di Bukit Pandawa, ada private villa gitu. Dan di sana bagus banget. Yah dari harga juga beda jauh sih. Setengahnya di sini. Cuma di sana katanya lagi full book. Jadinya kita pilih di sini deh."
"Setengah harga di sini. Gila sih, enggak kebayang gue harganya berapa. Ini aja pasti udah mahal banget. Apalagi di sana."
"Tapi di sana bagus banget, Dar. Serius deh. Kapan-kapan kalau ke Bali lagi, kita nginep di sana."
"Enggak, Fla. Makasih. Ngeri gue."
"Ngeri kenapa? Selama dibayarin mah, jalan aja."
Dara kehabisan kata-kata melihat gaya Fla. Padahal hubungan Fla dan Dante hanya sebatas berpacaran namun lihatlah sudah sebebas ini mereka saling memberikan yang terbaik satu sama lain. Apalagi ketika sudah menikah nanti?
Yah, sekalipun Dara belum pernah berpacaran. Lebih tepatnya hanya keseringan PDKT tidak jelas, dia sudah merasa beruntung bisa ditraktir pecel ayam oleh gebetannya di masa sekolah dulu. Mana pernah dia mengharapkan sesuatu hal lebih dari laki-laki yang berstatus gebetannya. Nanti yang ada, bila ia meminta sesuatu hal dari Dara sebagai timbal balik, bisa apes Dara.
"Yuk ah masuk. Kita pesan makan siang dulu."
Mengikuti langkah Fla, Dara sedikit tersenyum ketika mengingat bagaimana Dante menyerahkan tas ranselnya tadi disaat mereka turun dari pesawat. Laki-laki itu kembali tidak bicara, dia hanya menyerahkan tas itu pada Dara, bahkan tanpa ekspresi sedikitpun. Memang kembali tidak ada yang spesial. Tapi di mata Dara, sudah diambilkan dengan baik saja, bahkan sampai diberikan dengan baik padanya, sudah lebih dari cukup.
"Dar ... kamarnya cuma 2. Apa kita akan sekamar?" tanya Natta setelah dia berkeliling dalam resort ini.
Dara mengerjab bingung. Dia melirik ke sekitar area dalam resort. Batinnya, tempat ini sangat luas, tapi mengapa hanya ada dua kamar di sini?
Karena tidak percaya, Dara, masih dengan ransel yang dia bawa-bawa, mulai menjelajah isi dalam resort. Dia memang hanya menemukan 2 kamar tidur, dengan mode tempat tidur yang berbeda. King size dan double bed. Lalu, alangkah tidak mungkin Dante dan Natta diminta untuk tidur di kamar double bed, sedangkan ia dan Fla akan di kamar king size. Namun akan jauh lebih tidak mungkin lagi bila Dante dan Natta tidur di kamar dengan ranjang king size.
"Fla ...." Dara memanggilnya setelah menjelajah keliling resort ini.
"Hm." Menanggapinya dengan santai, dia sibuk memilih menu makan siang yang akan dipesan melalui pesawat telepon.
"Lo sekamar sama gue, kan?"
Melirik Dante, kemudian menatap Dara yang mulai panik, Fla tidak bisa menjawabnya. Dia juga bingung harus bagaimana? Karena biasanya ketika dia menginap, atau melakukan staycation bersama teman-temannya, kamar mana pun tidak jadi masalah. Yang terpenting dia bisa dengan nyaman meluruskan tubuhnya untuk berbaring.
"Fla ...."
Melihat Dante melewati mereka yang sibuk dengan perdebatan kamar, Fla hanya bisa meringis.
"Gue ngikuti Dante aja, Dar. Kita dibayarin ke sini."
"What? Lo mau sekamar sama pak Dante. Tapi tadi di mobil lo enggak mau duduk sebelahan sama dia. Sumpah, enggak paham lagi gue."
Dara semakin panik. Di belakangnya ada Natta yang tersenyum geli melihat kepanikan sahabatnya itu.
"Sekamar sama gue aja, Dar. Kan ranjangnya juga ada dua. Toh cuma semalam doang."
Menatap Natta dengan penuh peringatan. Laki-laki itu langsung menaikkan kedua tangannya ke atas.
"Apa sih yang diributin? Tidur sama anak kecil enggak akan terjadi apa-apa."
Dengan sangat sengaja Dante mengutarakan apa yang ada dipikirannya, sampai Dara mendengus sebal. Ternyata dia salah sudah memuji kebaikan Dante tadi. Karena tetap saja, mau bagaimana pun, Dante adalah seorang laki-laki yang mulutnya lebih sering menyakiti hati.
"Percuma sewa tempat mahal, tapi bikin enggak nyaman!!"
Dengan mode kesal, Dara keluar, dan memilih duduk di pendopo luar dengan pemandangan lautan luas. Sekalipun hatinya kesal, pikiran Dara terus saja memperingatkan. Dia di sini hanya untuk bekerja, bukan untuk liburan. Sehingga tidur di lantai semalam, bukan masalah besar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro