Bab 28
Sesuai janji, karena aku orgnya tepat janji, makanya aku update 2x.
BTW, kalo bsk mau double update lagi, jangan lupa 500 komennya?
Mungkin ada yg tanya, buat apa sih aku koleksi komen? Atau aku gak marah dikomen cuma 1 huruf doang?
Jujur ini strategi, semakin banyak ceritaku dikunjungi, semakin luas jangkauan di wattpad.
disamping itu juga, aku suka banget bacain komen kalian. Dari dulu. Tanya aja sama pembaca lamaku. Dari 2015 aku nulis diwattpad, suka banget dikomen. Walau cuma dikomen 1 huruf, tandanya ada yang bersyukur aku update cerita.
Itulah kenapa aku minta kalian komen.
Bisa kan bantu suksesin cerita ini?
Siapa tau kan ada org PH nyasar, dan ngelirik cerita ini buat jadi series. whakaka..
Intinya, impianku di 2022, ada ceritaku yang masuk ke PH. Aamiin paling kenceng.
Makanya yuk bantu suksesin ceritaku.
Aku enggak minta kalian beli apapun kok. cuma komen aja, dan sering2 mampir ke sini. Makasih banyak pokoknya.
BTW, kayaknya masih belum ada yg bisa nebak kenapa dani enggak bawa motornya?
xixixixi... Sayang sekali ya, berarti penjelasanku mengenai kost itu kurang detail.
Lagi presentasi ceritanya mahhh
------------------------------------------
Ketika aku tidak lagi bisa berucap, kediamanku seolah memberikan tanda. Berharap dia bisa memahami, tanpa perlu ada kata yang kuucapkan. Wahai sahabat.
JENIUS! Satu kata Itulah yang paling tepat disematkan untuk Gusti. Sebagai seorang pebisnis yang tidak perlu diragukan lagi sepak terjangnya, dia berhasil menjelaskan mengenai kasus kemarin dari dua sisi. Dari sisi perusahaan rekanan, yang kebetulan beliau juga orang penting di sana, dan juga dia menjelaskan dari sisi dExpress.
Bahkan setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, tatapan mata terus tertuju ke arah Dante. Walau ekspresi kecewa tersebut tidak bisa ia tutupi, namun Gusti melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Tentu saja pekerjaan sebagai bayangan Dante dalam perusahaan dExpress ini.
Kurang lebih 10 tahun lalu, ada seorang anak muda memiliki impian besar. Bahkan ia berharap bisa menjalankan mimpi indahnya menjadi sebuah kenyataannya. Walau terlihat tidak mungkin, namun akhirnya ia berhasil mewujudkannya.
Kini, 10 tahun telah berlalu, impian besar itu sudah berubah menjadi pencapaian besar. Sekalipun pencapaian itu tidak ternilai dimata orang lain, tapi dia masih merasa sangat beruntung. Karena terkadang impian besar yang kita miliki, hanya bisa tercapai ketika dibantu oleh orang lain. Terasa miris memang, namun bagaimana pun caranya, hasilnya patut disyukuri untuk bisa melangkah maju lebih pasti.
"Sekiranya itu yang bisa saya jelaskan. Sejak awal ada masalah ini, saya sudah informasikan kepada pak Dante, bahkan saya juga menunjukkan data-data terupdate mengenai kasus tersebut. Jujur sampai saat ini saya masih menunggu perintah darinya, langkah apa yang harus dilakukan selain meminta maaf kepada konsumen, dan mengirimkan barang yang sesuai sebagai ganti rugi. Akan tetapi beliau belum mengatakan apapun untuk langkah selanjutnya."
Menunduk hormat, dia kembali ke sisi terbelakang. Tenggelam dalam bayang-bayang Dante yang terasa sangat berkuasa dalam rapat kali ini.
"Baiklah. Kita semua merasa sudah cukup jelas mendengar penjelasan dari pak Gusti terkait masalah yang sampai detik ini belum menemukan titik terangnya. Sebenarnya saya sengaja membuka RUPS kali ini, agar semua orang tahu, jika kondisi dExpress tidak sedang baik-baik saja. Anggap saja rapat ini sebagai ultimatum dari saya untuk orang-orang yang bergerak dibelakang saya. Jika setelah rapat ini ada hal yang penting ingin dijelaskan, atau diinformasikan dalam forum rapat besar, segera buat rapat susulan."
Dante langsung berdiri. Dia melangkah keluar diikuti beberapa orang, termasuk Natta yang melirik Gusti tak bergerak dari posisinya. Ada muncul kecurigaan dipikirannya, apalagi setelah melihat Gusti begitu gegabah mengambil berkas yang dia letakkan untuk Dante. Padahal kenyataannya berkas itu kosong. Tanpa tulisan apapun. Dante sendiri yang meminta kepada Natta agar menyiapkan semua itu untuknya dalam RUPS kali ini.
Apa mungkin Dante membuat jebakan untuk seseorang?
"Kamu bisa bekerja dari rumah, Natta. Jika ada sesuatu, bisa hubungi saya."
"Baik, Pak."
Menghentikan langkahnya, Natta membiarkan Dante pergi beserta beberapa orang keluar dari lobi dExpress. Dia tidak pulang ke rumahnya, melainkan mengambil langkah berlawanan arah. Ada hal yang ingin dia bicarakan kepada Dara saat ini. Karena itulah dia sengaja tidak ikut keluar bersama Dante.
***
"Ada apaan sih di lantai 1? Sumpah penasaran banget. Katanya lagi ada RUPS? Kenapa sih emangnya? Kenapa kayak mendadak gitu?"
"Enggak tahu. Apa mungkin karena kasus kemarin ini? Atau ... ada hal lain?"
"Kita butuh gosip euy. Mana yang bisa masuk ke rapat itu, hanya jajaran kepala divisi sampai direksi, serta para pemegang saham. Yang lain enggak ada yang bisa masuk. Gila-gila, berasa kayak apaan aja."
Suara-suara gosip itu bisa Dara dengar dengan jelas dalam toilet wanita di lantai 7. Mereka terus saja berbincang RUPS pagi ini yang dilaksanakan di ruang meeting lantai 1. Dari apa yang Dara lihat, memang sedari pagi semuanya sudah sibuk. Bahkan posisi selevel pak Agus saja ikutan pusing walau dia tidak ikut dalam rapat itu.
"Kita tunggu Puput aja, gimana? Pacarnya ikutan enggak sih?"
"Kayaknya enggak deh, Kepala divisi ke atas. Hm, apa mungkin kita bisa dengar gosip dari Tari? Anak lantai 9?"
"Emang benaran Tari ada hubungan sama petinggi dExpress?"
"Siapa tahu aja? Coba tanya anak lantai 9, ah."
Mendengar suara-suara gosip itu menjauh, barulah Dara keluar dari kubikel toilet yang sejak tadi dia pergunakan. Jujur saja, baru kali ini dia memikirkan hasil RUPS. Dulu, selama 7 tahun dia bekerja di sini, Dara mana peduli tentang hal-hal seperti itu. Ketika orang-orang yang lain sibuk bergosip, dia lebih senang menjelajah jejaring sosial, sambil menutup telinga rapat-rapat. Karena menurut Dara semua itu tidaklah penting. Dia hanya bekerja dengan rajin dan sesuai ketentuan di perusahaan dExpress ini. Mana peduli dia dengan gosip-gosip para petinggi dExpress. Mereka masih mau memberikan gaji ke Dara saja sudah lebih dari cukup. Jadi masa bodo dengan yang lainnya.
Akan tetapi semua itu dulu. Kini posisinya memang wajib membuka telinga lebar-lebar demi bisa mengetahui semuanya. Bahkan dia rela bersembunyi dibalik dinding atau dalam toilet seperti tadi, hanya agar dapat mendengarkan gosip terupdate.
"Jadi Natta kembali untuk semua ini?"
Berjalan keluar dari toilet, suara ponsel Dara berbunyi. Ada panggilan masuk dari nomor yang sebenarnya ingin sekali dia hindari. Namun karena sudah terikat pekerjaan, mau tidak mau Dara harus menurutinya.
"Halo," jawab Dara sembari masuk ke tangga darurat demi menerima sambungan telepon dari Dante.
"Kenapa saya tidak melihatmu?"
"Ah? Maksudnya?"
"Kamu lagi di mana?"
Dara melihat kesekeliling, ah dia paham mengapa Dante mengatakan demikian.
"Lagi di tangga darurat. Kenapa ya, Pak?"
"Oh, pantas!"
"Kenapa ya, Pak? Bagaimana rapatnya tadi?"
"Ya, begitu. Sekarang saya mau tanya ke kamu, apa kemarin ini Fla mengatakan sesuatu?"
"Ah ... soal staycation ya, Pak? Duh, saya enggak maksa kok. Itu usulan dari mbak Fla. Mungkin enggak perlu staycation."
"Memang info apa yang sudah kamu dapatkan? Tapi memilih tidak memberitahukannya kepada saya?"
"Bukan, Pak. Bukan begitu maksud saya. Saya mau menginfokan jika semuanya sudah valid. Kalau belum valid, sama saja dengan gosip belaka. Jadinya saya ...."
"Kalau begitu saya masih menunggu waktu seminggu yang kemarin ini kamu janjikan. Kalau tidak saya ...."
"Dara...."
"Eh, Nat."
"Bisa bicara ...."
"Hm, sebentar."
Dara memberikan kode kepada Natta yang ternyata tidak sengaja bertemu di tangga darurat siang ini. Tujuan Natta memang ingin mencari Dara melalui tangga darurat menuju lantai 9 setelah ia selesai ikut RUPS tadi. Namun ternyata mereka bertemu di tangga darurat lantai 7.
"Kenapa tadi, Pak?"
"Kamu sama siapa? Apa dia mendengar pembicaraan kita?"
"Ah ... dia sahabat saya, Pak. Dia bisa dipercaya. Karena kita satu tim."
"Satu tim? Maksudmu?"
"Dia Natta, Pak. Natta Saif. Laki-laki yang membantu pak Dante pagi ini di RUPS."
Tidak terdengar tanggapan apapun dari Dante, Dara kembali bersuara. Menyanggupi apa yang sudah dia janjikan beberapa hari kemarin.
"Saya siap memberikan bukti sesuai janji saya, Pak. Jadi pak Dante tidak perlu ...."
"Saya tunggu di Bali untuk informasinya sabtu ini."
"Tapi, Pak!!"
Ada yang cemburu nihhh...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro