Bab 2
Hayooo...
Masih pada semangat gak? Baru bab 2.. xixixi..
Kayaknya mulai kendor nih. huhuhu.. Hayolah, cukup kolor aja yg kendor, semangat jangan...
Aku nulisnya juga jadi kendor. Whakakaka...
Yuk ah, dikomen sama divote. Kurang apanya, info aja. Biar aku jadikan revisi.
Si babang yang berseliweran tapi belum nunjukkin tampang pull...
---------------------------------------------------------------------------------
Menangis memang berhasil membuatmu lebih lega. Tapi menangis, tidak bisa menghapus luka.
Hari kelima setelah diberhentikan secara tidak hormat, akhirnya tanda-tanda bahagia perlahan mulai muncul. Melihat ada notifikasi pesan, untuk undangan interview disebuah perusahaan pakaian ternama, memancing kebahagiaan di hati Dara. Gadis itu langsung membalas pesan, menyanggupi untuk datang ke perusahaan tersebut diawal minggu depan.
Setelah mencatat alamat lengkap dari kantor yang akan dia datangi, Dara memberikan gambar-gambar lucu pada catatannya agar bisa membuatnya lebih semangat lagi dalam memulai kehidupan yang baru.
Segala persiapan sudah mulai dia lakukan. Mulai dari memilah pakaian yang sopan namun tetap simple, sesuai kepribadiannya. Sampai beberapa berkas penting, seperti surat lamaran serta CV dia masukkan ke dalam tas berkas yang akan dibawanya pada interview senin besok.
"Mungkin ini jalannya. Semangat Dara!!"
Lagi-lagi bibirnya bersuara. Dia tahu inilah yang memang wajib dan harus dirinya lakukan ketika jauh dari orangtua atau keluarga, Dara harus memberi semangat kepada dirinya sendiri. Mungkin dulu ada Tari yang terkadang masih memberikannya semangat. Tapi kini sudah tidak ada lagi. Dara benar-benar tidak mau menerima pengaruh buruk dari Tari. Yah, walau belum terbukti perempuan itu melakukan hal buruk kepadanya. Tapi dari caranya menjawab kemarin Dara bisa merasakan ada yang aneh dari Tari.
Tidak sabar menunggu hari senin tiba, demi membunuh waktu, Dara mencoba membersihkan kamar kostnya ini. Beberapa sampah plastik yang berserakan, Dara masukkan ke dalam tempat sampah. Sebelum dirinya angkut ke tempat sampah belakang, dimana semua penghuni kamar kost wajib membuang sampahnya ke sana.
Tidak hanya sampai di sana kegiatan Dara. Dia mengganti sprei ranjangnya, lalu merapikan baju di dalam lemarinya yang kerap kali berantakan ketika terburu-buru mengambilnya ketika dikejar waktu.
Setelah Dara rasa cukup rapi kamar kostnya, dia membawa tempat sampahnya, dan melangkah menuju bak sampah belakang rumah kost ini yang memang sudah disediakan. Langkah kakinya terus berjalan melewati lorong kamar, hingga tidak sengaja dia berpapasan dengan salah satu penghuni kost lain yang dia kenal.
"Hei, Dan."
"Hei, Dar? Buang sampah?" Tatapannya tertuju pada keranjang sampah yang berada di tangan Dara.
Kepala gadis itu mengangguk. "Yoi, bersih-bersih. Mumpung ada waktu luang."
"Wow. Tumben banget lo!"
"Karena sekarang gue udah enggak kerja."
Dara mengatakannya dengan sangat pelan, sebelum dia pamit pergi dari cowok yang sudah cukup lama menjadi teman kostnya.
Kost mahal ini memang tidak membatasi laki-laki dan perempuan. Karena pada dasarnya pemilik rumah kost ini paham, mereka para penyewa adalah seorang pekerja atau karyawan, yang waktunya dihabiskan lebih banyak di kantor ketimbang di rumah. Karena itu sengaja tidak ada ketentuan yang membatasi siapa saja yang boleh menyewa di sini. Lagi pula pemilik kost sudah meminta 2 orang penjaga rumah untuk membantu-bantu para penghuni dalam segi makanan, serta kebersihan di setiap lantainya.
"Dar ...."
Panggilan dari suara bariton itu berhasil menghentikan langkah Dara. Dia menoleh, memberikan respon dengan menggerakan kedua alias hitamnya.
"Semangat. Gue yakin lo bisa dapatin yang lebih baik."
Mengangkat ibu jarinya, Dara memasang senyum cerah. Satu doa kembali dia dapatkan. Sekalipun yang mendoakannya bukan orang terdekat, ya hanya sekedar kenal karena berada dalam satu rumah kost yang sama, namun terasa lebih manis ketimbang manusia yang berlabel sahabat namun tingkahnya mirip dakjal.
Memisahkan beberapa sampah sesuai tempatnya, suara seseorang kembali menegurnya. Kali ini teman kost yang lain. Seorang perempuan bertubuh bongsor yang menempati kamar selantai dengannya, berdiri di belakang Dara. Dia juga membawa keranjang sampah di tangannya.
"Oh, hei."
"Baru kelihatan?" tanya perempuan itu pada Dara.
"Iya. Lagi enggak ke mana-mana soalnya."
"Enggak ke mana-mana?"
"Hm. Lagi enggak kerja, Fla. Biasalah mencari yang lebih baik."
Gadis berambut pirang itu melirik ke arah Dara, memerhatikan dengan seksama ekspresi yang hadir di wajah Dara.
"Kenapa memangnya kerjaan yang lama?"
Dara tertawa mengingat kejadian PHKnya awal minggu kemarin. Kepalanya merespon dengan gelengan kemudian menepuk bahu perempuan yang dipanggil Fla itu.
"Gue harap lo enggak pernah ngalamin deh, mengabdi selama itu dengan perusahaan, tapi balasannya PHK tanpa penjelasan."
"What? Lo di PHK?"
Mata bulat itu menatap Dara tidak percaya. Seorang gadis tangguh dan rajin seperti Dara bisa dipecat dari perusahaan? Begitu batin Fla bersuara.
"Yap."
"Dari dExpress?" tanya Fla mengulang nama perusahaan tempat Dara bekerja sebelumnya.
"Iya."
"Perusahaan yang gede itu pecat karyawan tanpa penjelasan?"
"Iyap."
Tersenyum miris, Dara mendapat tatapan kasihan dari Fla, seorang gadis yang Dara ketahui sedang menjalani masa kuliah S2 nya.
"Sumpah enggak habis pikir gue."
"Sama. Gue juga enggak habis pikir," ucap Dara menanggapi kalimat Fla. "Hidup di Jakarta memang keras. Dan lo udah pilih jalan yang paling baik. Bisnis sendiri, tanpa bekerja dibawah kendali orang lain."
Cukup mengenal sosok Fla, si masternya jualan online, beberapa kali Dara memang pernah membeli barang-barang yang dijual oleh Fla. Dara akui barang-barang yang dijual Fla dengan harga miring memang sangat berkualitas. Seperti tas dan barang-barang kebutuhan perempuan lainnya seolah dikeluarkan oleh official storenya sendiri. Karena itu toko online Fla sangat terkenal di pasaran.
"Gue juga baru mulai bisnis, cuma buat tambahan uang jajan. Yah lo tahu sendiri, gue S2 karena dapat beasiswa."
Fla berulang kali mengatakan hal yang serupa kepada Dara. Jika dirinya bisa keterima di salah satu kampus termahal dan termewah di Jakarta, karena beasiswa. Bahkan kampus tersebut juga menyediakan dua gelar sarjana bagi mahasiswa yang berhasil lulus dari sana. Yakni Sarjana dari Indonesia dan Sarjana dari Eropa.
"Hm."
Menanggapinya dengan datar, Dara pamit kembali ke kamarnya. Dia jujur malas berlama-lama menanggapi kalimat yang diulang terus menerus oleh gadis itu. Beasiswa di kampus mahal. Memang anugerah yang sangat luar biasa.
"Tenang, Dar. Keberutungan orang tuh beda-beda. Boleh jadi dia dapat beasiswa di kampus mahal. Nanti lo dapat tambang berlian supaya bisa hidup mewah ke depannya."
Bergumam menyenangkan hatinya sendiri, Dara menutup kembali pintu kamarnya. Kadang hidup memang setidak adil itu kepada dirinya. Disaat dia ingin tenang, bekerja disatu perusahaan saja sampai pensiun, nyatanya Dara malah diPHK secara tidak hormat.
"Arghhh ... miriss!!" Dara berteriak dengan air mata yang mulai mengalir di satu sisi pipinya. Dia juga tidak ingin berada diposisi ini. Dia juga ingin sukses, ingin menikah, ingin membahagiakan orangtuanya. Dan tentunya ingin bahagia atas hidupnya sendiri. Namun waktu seolah belum mengizinkannya.
--------------------------------
Sering banget kita lihat kehidupan oranglain jauh lebih indah. Padahal kita enggak tahu saja sudah seberapa jauh usaha yang telah mereka lakukan.
Muka abis beres-beres...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro