Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 19

Ini pendek, serius. Tapi aku suka.. whakaka.

Biar babnya makin panjang ngepost pendek-pendek.


--------------------

Kadang aku terlalu hati-hati, sampai lupa kalau menikmati perjalanan hidup tidak selamanya menggunakan hati.

Dara mendadak curiga melihat sebuah berkas di atas meja Tari pagi buta ini. Sambil bergaya mengelap meja, dia membaca dengan seksama kertas tersebut yang berisikan laporan bulanan yang dulunya selalu Dara kerjakan. Dan sepertinya kertas ini adalah hasil print dari beberapa kesalahan yang telah Tari lakukan.

"Hm ... bentuk laporannya masih sama kayak yang gue lakuin bulan lalu. Aduh, rasanya pengen buka komputer Tari terus lihat data lengkapnya."

Bibirnya terus bergumam, sambil celingukan ke kiri dan kanan, melihat cctv yang benar-benar berada di setiap sudut tiang, di lantai ini. Jika dia terlalu gegabah bukan tidak mungkin dia akan tertangkap lagi. Bahkan yang kemarin saja, dia tidak melakukan apapun, dirinya bisa langsung di PHK. Apalagi jika tertangkap basah. Karena itu Dara berusaha menahannya.

Benar-benar melewati meja Tari, setelah merapikannya, Dara tidak menemukan sesuatu yang aneh di sana. Hanya ada kertas-kertas bekas print, lalu sebuah cermin, tempat alat tulis seperti yang lainnya, dan satu pajangan berupa kura-kura dari batok kelapa.

Di kursi yang Tari pakai hanya ada bantal untuk punggung bersandar, agar lebih nyaman, serta sebuah kain bercorak Bali, yang biasanya dipakai untuk menutupi badan ketika suhu udara terlalu dingin.

"Ah, berasa nyesel ambil kerjaan ini," gerutu Dara kesal. Karena pasalnya dua hari sudah berlalu setelah pertemuannya dengan Dante, nyatanya dia tidak menemukan apapun. Semuanya terlihat normal-normal saja. Hingga perlahan rasa frutasi menyerang Dara.

Dia menghempaskan lap tangannya ke atas meja, lalu memilih duduk sejenak. Tatapan matanya tertuju ke sekeliling di mana belum ada orang satu pun, karena hari masih terlalu pagi, namun Dara sudah melakukan tugasnya pagi ini.

Yah, hitung-hitung demi 100 juta. Tapi masalahnya harus berapa lama lagi waktu yang dia butuhkan untuk menemukan bukti? Jika hanya dari barang-barang di atas meja, atau berkas-berkas yang ada di dalam file, sama sekali tidak bisa dijadikan bukti. Dia mana tahu apa data-data itu benar, atau tidak. Apalagi rasanya sangat tidak mungkin penjahatnya meletakkan dengan sengaja bukti-bukti kejahatan yang dia lakukan.

"Mbak Dara katanya mau cari sesuatu. Kok malah diam aja. Udah ketemu belum?"

Suara Ina menyadarkan Dara dari lamunannya. Dia menggeleng, lalu meringis menatap Ina. Tangannya kembali mengambil kain lap meja, lalu melangkah menuju partner kerjanya itu.

"Susah juga ya, Mbak."

"Susah kenapa?"

"Susah ngelakuin kerjaan ini?"

"Ah ... susah dimananya?" Ina jelas tidak mengerti apa yang Dara maksudkan. Kepada Ina, Dara memang cerita bila ia ingin mencari-cari bukti kenapa dirinya bisa di PHK dari tempat ini. Namun secara detailnya, seperti Dara dijadikan mata-mata, sampai dibayar 100 juta sebulan, mana mungkin dia ceritakan. Yang ada beritanya bisa menggegerkan dunia dExpress.

"Mbak Ina lucu banget kalau lagi bingung gini."

"Habisnya mbak Dara bilang kerjaan ini susah. Padahal yah cuma gitu-gitu doang. Paling butuh tenaga lebih aja, biar pekerjaan cepat selesai."

"Yah, itu maksud aku. Selama ini aku kan kerja cuma pakai otak. Dan kerjanya sambil duduk, masih aja ngeluh capek. Sekarang aku melakukan pekerjaan yang benar-benar merasakan kecapekan fisik dan pikiran."

"Semangat mbak Dara. Aku cuma bisa bilang gitu."

"Makasih banyak mbak Ina."

***

Siang ini Dara mencoba untuk makan di kantin. Bila hari-hari sebelumnya dia selalu membawa bekal dari kost, hari ini dia lakukan sesuatu yang berbeda. Berharap bisa mendapatkan sedikit clue ketika mendengar para karyawan bergosip di kantin.

Sambil celingukan ke sana ke sini, Dara melihat rombongan Tari nampak tertawa-tawa di meja pojok kanan kantin ini. Selain itu ada beberapa karyawan lainnya yang ikut Dara perhatikan, karena mereka yang lebih dulu menotice Dara ada di sini lagi dengan posisi berbeda.

"Lo dengar enggak gosip yang lagi melebar."

"Apaan?"

"Katanya dua hari lalu ada pemilik perusahaan datang ke sini. Tapi serius deh, gue enggak lihat kayak apa orangnya. Soalnya para bos sibuk banget."

"Masa sih? Bos gue biasa aja kemarin."

"Bukan kemarin. Tapi dua hari lalu. Dari yang gue dengar sih, mereka semua meeting di lantai 1 katanya. Tapi yah lo tahu sendiri, lantai 1 enggak sembarangan akses."

"Ah ... gitu."

Mendengarkan dengan seksama obrolan dua perempuan di depannya, Dara berpura-pura tidak paham dengan pembicaraan mereka. Padahal hal-hal seperti ini yang Dara butuhkan.

"Pemilik dExpress?" gumam Dara pelan.

Masih berada dibarisan antrian untuk membeli makan, Dara mencoba untuk menyelam ke dunia maya dengan ponselnya, kemudian mengetikkan keyword, "PEMILIK DEXPRESS" pada laman pencarian. Lalu muncul lah banyak artikel tentang ....

"WHAT? DANTE?"

Suaranya yang cukup kencang untuk ukuran kantin dalam kondisi berisik, berhasil menotice kedua perempuan yang berdiri di depannya. Keduanya menatap Dara penuh tanda tanya, lalu seolah mengenali Dara sekalipun Dara memakai seragam OB.

"Sorry."

Sudah tidak memiliki napsu untuk makan, Dara keluar dari barisan. Dia ingin membaca dengan lengkap info fatal yang baru saja dia temukan.

Memilih ke arah pojok taman di depan kantin, Dara meringis ketika membuka sebuah artikel tentang pemilik dExpress. Laki-laki itu bernama Dante Chesario. Seorang laki-laki yang selama ini beredar di sekitarnya, meminta Dara untuk menjadi mata-mata, adalah seorang pemilik dari dExpress.

"Dante ... huhuhu ... om Dante. Mampus enggak tuh gue."

Berjongkok malu, sembari menyembunyikan wajahnya, Dara terus menerus membodohi dirinya sendiri. Selama ini dia pikir Dante hanyalah seorang agen yang mencari pekerja-pekerja untuk disalurkan ke perusahaan-perusahaan. Namun faktanya, Dara malah mendapatkan kabar mengejutkan ini.

Harusnya sedari awal dia sadari, siapa orang yang berani membayar gaji 100 juta sebulan hanya demi bekerja di sebagai mata-mata berbalut kata OB. Ternyata oh ternyata, beginilah aslinya.

"Ah ... mau ditaruh dimana muka gue. Sialan emang. Kenapa gue seceroboh ini enggak cek-cek dulu."

Terlalu takut untuk memperlihatkan wajahnya, Dara dikagetkan dengan suara seorang laki-laki yang kini berdiri tak jauh darinya.

"Dara? Ngapain kamu?"


--------------------------------

Yuk bisa yuk..

komen yg banyak, biar double bab.. xixixi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro