Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌹Chapter 4 - Kebersamaan Bersama Anak-Anak

Dalam ruangan yang hening dan sepi. Nadia membuka lipatan dompet merah muda polosnya. Biasanya di dalam sana terdapat beberapa lembar uang merah dan biru. Kini hanya tersisa beberapa lembar uang hijau, ungu, dan kuning serta uang recehan. Ini padahal baru masuk minggu kedua setelah Nadia dipecat dari pekerjaannya. 

Selama dua minggu ini Nadia sudah mencari pekerjaan, tetapi belum ada yang cocok dan pas. Memang dia menemukan lowongan pekerjaan menjadi baby sitter, tetapi syaratnya yang harus menginap di rumah majikan sangat tidak memungkinkan. Nadia punya adik, dan dua orang anak yang masih kecil yang harus diurus. 

Bagaimana caranya agar dia bisa mendapatkan uang? Belum lagi uang sekolah anak-anak yang harus segera dibayar dan juga uang semester Digo yang sebentar lagi jatuh tempo. Kepalanya berdenyut sakit. 

Sempat berpikir untuk menjadi wanita malam saja agar cepat mendapatkan uang. Akalnya menolak keras, takut hal tersebut akan membawa dampak buruk untuk kedua anaknya dan juga Digo. 
Benar, yang dikatakan Layla menjadi orang tua tunggal itu sangatlah tidak mudah. Alangkah baiknya jika memiliki pasangan. Namun mencari pasangan yang tepat itu tidaklah mudah. Tidak semudah memilih pakaian dan makanan. 

Ketukan di pintu membuat Nadia terhempas dari lamunannya. Dia segera menyahut dan mempersilakan Digo untuk berjalan masuk. 

"Aku ganggu kakak ngga?" tanya Digo. 

Nadia segera menggeleng. "Tidak kok, Dek. Ada apa?" tanyanya. 

Pakaian kuliah serba putih dengan logo kampus masih membalut tubuh Digo. Dia baru saja pulang. Diambilnya dompet di dalam saku celana dan dikeluarkannya isinya. Tiga lembar uang seratus ribu dan dua lembar uang lima puluh ribuan. "Aku tahu kalau kakak ngga bekerja lagi di hotel cendana. Uang ini ambillah, Kak." 

Nadia terperangah dengan uang yang ada di tangan adiknya. "Darimana Dek uang ini? Banyak sekali?"

Digo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. "Ini uang hasil aku kerja, Kak, selama satu minggu ini."
 
"Kerja di mana?" tanya Nadia. 

"Aku bantu-bantu temanku jualan pempek, Kak. Lumayan hasilnya." 

"Simpanlah uang ini untukmu, nanti kau perlu ke depannya," tolak Nadia. Dia sungguh tak tega, melihat adiknya harus bekerja setelah pulang kuliah. 

"Tolong ambillah, Kak, uang ini. Aku tahu kalau uang ini masih sedikit, jauh dari cukup, tetapi aku harap aku bisa bantu meringankan sedikit beban kakak sebagai kepala keluarga," pinta Digo memohon. 

"Mohon diterima, Kak!" lanjut Digo. Tatapan matanya yang tulus seketika membuat Nadia merasa terharu. 

"Baiklah, Kakak akan menerimanya. Terima kasih, Digo, kau sudah memikirkan kakak. Maafkan kakak belum bisa membuat kalian bertiga bahagia."

Digo memeluk kakak perempuannya untuk beberapa saat. Dia pun menggeleng. "Ngga Kak jangan bilang begitu. Bagiku kakak adalah kakak terbaik di dunia ini. Kakak sudah seperti pengganti ibu."

"Terima kasih Digo." 

"Digo, kakak sudah masak. Makanlah dulu, kau belum sempat makan 'kan?" Digo mengangguk pelan. 

***

Matahari telah kembali ke peraduannya untuk beristirahat. Begitu juga dengan para manusia yang hidup di muka bumi. Malam waktunya beristirahat dari lelah yang mendera. 

"Satu tambah satu berapa?" tanya Digo. Saat ini dia sedang di ruang tengah bersama kedua keponakan kesayangannya menemani belajar mata pelajaran matematika. 

"Dua, om!" jawab Dera. Jari tangannya menunjukkan angka dua. 

"Benar. Kita lanjut soal yang berikutnya." Kedua bocah itu mengangguk semangat. 

"Tiga ditambah empat sama dengan berapa? Ayo? Yang bisa jawab nanti dapat agar-agar?" ujar Digo. 

"Tujuh, om." Kali ini yang menjawab Derry. 

Berlanjut sampai soal-soal berikutnya. Kini waktunya untuk beristirahat. 

"Om Digo?" panggil Dera di sela-sela memakan agar-agar. 

"Iya, sayang?" jawabnya tersenyum. 

"Tadi 'kan Dera ditanya sama Bu guru, kalau udah besar ingin jadi apa?" 
Digo mendengarkan dengan baik yang dikatakan keponakan keduanya itu.

"Lalu?"

"Lalu Dera jawab ngga tau, Bu. Dera bingung mau jadi apa nanti kalau udah besar. Bu guru bilang nanti besok ditanya lagi mau jadi apa."

"Sayang, ada banyak sekali profesi pekerjaan. Misalnya, dokter, guru, polisi, polisi wanita, bidan, farmasi, pelukis, dan masih banyak lagi." Nadia menjawab sambil meletakkan sepiring buah melon segar di meja. Walaupun ekonomi sedang sulit, tetap harus memperhatikan asupan makanan anak-anak agar tumbuh dengan sehat. 

"Benar, apa yang dikatakan oleh mamamu. Dera tinggal pilih aja mau jadi apa," timpal Digo.

Nadia mengambil handphonenya yang terletak di atas meja, mengetik sesuatu di kolom pencarian youtube, dan menunjukkan salah satu video kepada putri tersayangnya. "Sayang, di sini ada penjelasan tentang macam-macam pekerjaan. Dera, tonton dan simak video ini dengan baik."

Anak umur empat tahun itu mengangguk mengerti. "Oh, baiklah, Ma." Dera menurut apa yang dikatakan oleh sang ibu. 

"Iya, Ma, banyak banget om dan tante pakai baju beda-beda. Ma, kalau om ini kerjanya apa?" tanya Dera dengan antusias saat menatap foto seorang laki-laki dewasa yang sedang tersenyum.

Jas putih membalut tubuhnya, dan tak lupa lehernya tergantung steteskop. Bagian bawahnya dibalut celana hitam panjang. 

"Ini namanya dokter, sayang. Kalau yang putih ini namanya jas dokter. Om dokter tugasnya merawat orang sakit," jawab Nadia menjelaskan. 

"Kalau Dera sakit berarti om dokter yang akan merawat Dera?" tanya Dera. 

"Benar sekali, sayang." Nadia tersenyum, begitu juga dengan Digo. 

"Kalau yang ini, Ma? Apa namanya?" Tunjuknya pada foto selanjutnya, seorang laki-laki dewasa berseragam atasan abu-abu dan celana panjang serta topi hitam di kepalanya. 

"Ini namanya polisi. Biasanya om polisi bisa kita lihat di jalan," jelas Nadia. 

Dera tampak sedang berpikir. "Oh, Dera, ingat, Ma. Dera sering lihat om polisi ini sedang atur-atur jalan."

"Dera, tahu ngga kenapa om polisi mengatur jalan?" tanya Digo. 

Dera beralih menatap Digo yang duduk di dekatnya. Gadis kecil itu menggeleng. "Ngga tahu, om."

"Supaya orang-orang yang melintas di jalan teratur."

Dera mengangguk mengerti. Sepanjang video sampai selesai, gadis itu bertanya dengan antusias dan semangat tentang macam-macam profesi yang ada. Sementara itu Derry sibuk memakan potongan buah melon sambil mengerjakan latihan mata pelajaran matematika. Hingga potongan buah melon habis tak bersisa. 

Saat Dera sudah selesai menonton video, dia ingin memakan buah melon, hanya tersisa piring yang sudah kosong. "Kak Derry, menghabiskan semua buah melon. Ngga menyisakan Dera lagi! Padahal Dera juga mau melon!" protesnya. 

Derry pun menoleh, dan menatap wajah adik perempuan kembarnya yang menatap kesal. "Salah sendiri, mengapa dari tadi sibuk bertanya sama mama dan om Digo. Dan tidak sempat makan."

"Sayang Digo, ngga boleh ya, bilang sama adik sendiri begitu. Kalau ada makanan harus berbagi, jangan dimakan sendiri." Nasihat Nadia. 

"Maaf, Mama. Habisnya buah melonnya enak," jawab Derry beralasan. 

"Derry minta maaf sama adiknya," pinta Nadia. 

"Maaf Dera, kakak habiskan buahnya." Dera yang sedang marah malah melengos. 

"Sayang Dera, kakaknya udah minta maaf tuh, ngga boleh marah lagi, ya!" nasihat Nadia. 

"Iya, dimaafin," jawab Dera. 

"Buahnya sudah datang!" Digo meletakkan sepiring potongan buah melon di atas meja.

Dera langsung tersenyum cerah. Dia langsung merebut sepiring melon seakan takut dihabiskan lagi oleh kakaknya dan memakannya. "Ini punya Dera semuanya. Kakak tadi sudah menghabiskan piring yang tadi."

"Iya, iya, Kakak tahu. Tenang aja, ngga diambil kok." 

Sementara itu Nadia dan adiknya hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku kedua anak kembar yang terkadang tidak akur. Meskipun begitu Dera dan Derry saling menyayangi satu sama lain.

🌷🌷🌷

Hai, hai, apa kabar pembaca setia Arranging Love? Semoga sehat selalu, ya.

Gimana chapter 4-nya?

Kalian pengen ngga punya anak kembar kayak Dera dan Derry? Komen yok.

See you next chapter💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro