22. Real Unreal
Yang nungguin THR mana?
Here we go guys (◠‿◕)
*
EPILOG
*
*
*
Katanya, hal-hal terjadi sesuai dengan apa yang kita percayai. Apa yang ingin kita percayai lebih tepatnya. Kita, sebagai manusia, memiliki banyak hak-hak istimewa yang bisa kita putuskan sendiri untuk menolak dan menerimanya. Ada orang-orang yang percaya kehidupan masa lalu dan hidup kembali setelah reinkarnasi itu ada. Ada juga orang-orang yang hanya setuju jika kita pernah mengalami kehidupan di masa lalu sebelum terlahir kembali, tetapi hanya sekedar setuju dan menganggapnya sebagai rumor yang butuh bukti konkret. Dan ada juga yang tidak percaya pada hal-hal di atas dan menganggap jika hidup hanyalah tentang hari ini, tentang diri kita sendiri, di zaman ini, dan kembali pada Pencipta jika saatnya tiba tanpa adanya reinkarnasi.
Dan Aura adalah yang ketiga. Dulunya, sih. Baginya, hidup hanya tentang hari ini. Tentang bagaimana kita berjuang untuk hidup kita saat ini. Tentang apa yang kita harus dapatkan agar hidup jadi tidak sia-sia karena hanya ada satu kali. Tidak ada kehidupan di masa lalu, tidak ada reinkarnasi, karena bagi Aura, setelah kematian kita hanya akan kembali kepada Tuhan untuk akhirnya dikirim ke dunia yang lebih jauh lagi, dunia yang lebih abadi di sisi-Nya, bukannya kembali lagi ke bumi ini. Namun, setelah mengalami sendiri bagaimana ia bisa sampai ke masa lalu, Aura jadi berpikir kembali tentang pendapatnya.
Tiba-tiba, Aura terbangun di sebuah tempat yang gelap. Tanpa cahaya sedikit pun. Hanya gelap. Aura tidak tahu harus ke mana karena matanya tiba-tiba dipaksa jadi buta padahal sedang melihat. Aura kebingungan? Sudah pasti. Dia panik, setelahnya berjalan tergesa-gesa tanpa tujuan. Anehnya, dia tidak sama sekali bertemu dinding atau pohon atau semacamnya yang bisa menghambat tubuhnya. Hanya kosong ... dan luas. Aura mulai semakin panik ketika matanya tak kunjung bisa melihat apa-apa. Tubuhnya tidak juga menemukan tempat untuk berpegang. Aura menutupkan matanya erat-erat, lalu membukanya lagi setelah komat-kamit melafalkan doa. Namun, ketika matanya dibuka, hal yang terjadi tetaplah sama. Dia tidak menemukan apa-apa selain hanya kegelapan.
Aura meremat kepalanya, mundur tersaruk-saruk sampai akhirnya kakinya tersandung kakinya sendiri dan terjungkal ke belakang. Aura bersimpuh, masih memegang kepalanya kuat sembari mengerang keras. Lalu, ada suara langkah kaki.
"Siapa?!" tanya Aura memburu setengah panik.
Siapa pula yang bisa berjalan dengan tenang di tempat ini?
Tunggu. Bukannya ... sebelum ke sini Aura sudah mati? Apa ini adalah bentuk alam baka, ya? Apa sebentar lagi dia akan diadili sebelum akhirnya dilempar ke neraka? Apa yang berjalan tadi suara langkah kaki malaikat? Tiba-tiba Aura jadi ketakutan sendiri. Hey, dia belum melakukan banyak perbuatan baik?! Dan sekarang Aura mulai berdoa jika dia dihidupkan kembali.
"Ya Tuhan, ampunilah hamba," bisiknya sembari menggigil. Tiba-tiba mentalnya sebelum ini yang mengatakan dia siap mati, mengecil entah jadi sebesar apa.
"Apa kau ketakutan?"
Aura berteriak kemudian segera melompat ke sisi lain sambil memegang dadanya. Aura memutar kepalanya meski tahu yang dia akan temukan hanyalah gelap.
"Lalu ... apakah kau ingin pergi lebih jauh lagi?"
Aura kehilangan kemampuan bicaranya. Lidahnya terasa ditekuk dan tubuhnya jadi mati rasa. Yang bisa digerakkan hanyalah matanya meski dia tidak bisa melihat apa-apa. Keringat sebesar biji kacang mulai merembes dari pelipisnya. Dada Aura tiba-tiba berdetak kencang bersamaan dengan laju aliran darahnya yang terasa makin cepat.
"Ini adalah jiwa orang-orang yang tidak menghargai hidupnya. Gelap. Tidak punya arah dan tujuan."
Mata Aura semakin bergerak liar, keningnya berkerut-kerut mengawasi sekitar. Suaranya bergema, terdengar mengelilingi tubuh Aura.
"Jadi, Anakku, hargailah apa pun yang kamu dapatkan saat ini. Jangan merusak milikmu yang lain hanya karena kehilangan satu hal. Hidup bagianmu ... tidak akan datang dua kali. Sekali kamu membencinya, maka selamanya jiwamu akan perlahan menggelap tanpa cahaya."
Aura memejamkan matanya erat-erat. Siapa, sih, yang berbicara itu? Suaranya terdengar seram sekali.
"Sesungguhnya ... Dia sudah menyiapkan rencana terbaik untukmu, Anakku."
Dan suara lengkingan keras tiba-tiba menggema. Menukik, menusuk pendengarannya tajam sampai-sampai rasanya telinga Aura ingin pecah saja. Aura meringkuk, berusaha menutupi telinganya, tetapi suaranya semakin menusuk ke dalam kepalanya. Lalu solah-olah tempatnya saat ini terasa berputar. Semakin lama, semakin kencang. Aura mengerang sembari meringkuk, menutup matanya erat-erat, sampai akhirnya semua kembali tenang. Suara lengkingannya menghilang dan yang tersisa hanya kembali keheningan. Bedanya, kali ini ada angin lembut yang terasa menyapu-nyapu kulit.
Aura membuka matanya. Perlahan. Dan kali ini, sukurnya tidak gelap lagi. Ada cahaya meski remang-remang dan kabur. Semakin lama, cahayanya semakin jelas. Aura menemukan langit-langit berwarna putih di atas sana.
Aura melenguh, memejamkan matanya erat, lalu membukanya lagi untuk kemudian mendudukkan diri perlahan. Aura segera memindai sekitar. Halaman hijau. Bunga-bunga tinggi. Lampu-lampu taman menyala yang berwarna oranye gelap. Serta tumpukan pasir dari samsak gantung yang bocor besar di bagian bawahnya.
Aura segera meloncat cepat dan berdiri. Ini ... rumahnya!
Tiba-tiba saja, kerinduan yang sejak lama Aura pendam-pendam itu naik ke permukaan, memenuhi rongga dada. Rasanya ... tidak pernah dia serindu ini pada rumah. Satu isakan tertahannya lolos. Aura menutupkan tangan kanannya ke mulut, lalu mulai berjalan pelan, mengelilingi pekarangan samping rumahnya. Tempat terakhir dia tertidur dan terbangun di Majapahit itu ... bahkan belum berubah sedikit pun sejak terakhir Aura pergi. Padahal, Aura rasa dia sudah pergi terlalu lama.
Semuanya terasa nyata, tapi secara bersamaan tidak nyata. Apa benar dia barusan, beberapa menit lalu berada di Majapahit? Atau itu semua cuma mimpinya saja? Bunga tidur? Aura mengusap air matanya. Perutnya tiba-tiba lapar.
Namun, Aura merasakan hal aneh pada tubuhnya. Bajunya, tiba-tiba terasa berat dan mau tidak mau, Aura menoleh menyelidiki tubuhnya sendiri. Tidak ada sport bra. Tidak ada juga sport legging. Dia mengenakan baju zirah besi berwarna silver dengan beberapa ukiran di sisinya. Bahunya dilapisi baja, dan ada jarik yang melilit pinggangnya sebelum dilapisi besi lagi. Ini ... nyata. Ini ... baju zirah asli. Baju yang terakhir Aura kenakan sebelum semuanya berakhir di sana. Sebelum dia meninggalkan Majapahit. Sebelum dia meninggalkan Gajah Mada. Dan setelah dia memberikan semua perasaannya pada pria itu.
Ah, sial.
Aura menutup tangannya ke mulut kemudian terjatuh ke lantai, mulai menangis lagi ketika dia tidak sengaja menemukan benda kecil terselip di rambut bagian kanannya. Itu adalah jepit rambut kecil berwarna yang tangkainya emas, berbentuk bunga melati dengan lima kelopak, dan dihiasi dengan permata putih yang mungil-mungil. Terlihat sangat indah dan mewah di saat bersamaan. Namun, yang membuat Aura menangis, bukan jepit rambutnya, melainkan gulungan kecil yang meliliti tangkainya. Katanya:
Aku selalu ingin memberikannya padamu, tetapi aku tahu hatimu belum jadi milikku dan aku hanya berani berniat serta membawanya ke mana pun aku pergi tanpa berani memberikannya. Ke ujung dunia, Dewi, kupastikan akan kutemukan kau kembali. Ingsun tresna marang sliramu, Dyah Aura. Jiwa maupun raga. Hidup maupun mati. Dulu maupun sekarang.
Aura meremasnya kuat-kuat, meletakkannya ke dada. Setelahnya berdiri dan berjalan gontai memasuki rumahnya.
Aura menatap pantulan dirinya di cermin. Setelah membersihkan diri, Aura segera melihat tanggal dan waktu dia pergi. Kenapa saat dia kembali tidak ada Papa yang mencarinya? Ternyata ... memang Aura pergi hanya lebih setengah hari. Di hari yang sama dia terlempar ke Majapahit, di hari yang sama juga dia kembali ke dunia ini. Dan jam segini, tentu saja rumah sepi karena Papa-nya pasti punya banyak urusan yang harus diselesaikan.
Aura menatap kardus besar di hadapannya, di dalamnya baju zirah yang tadi dia kenakan tersusun rapi. Juga ... jepit kecil yang saat ini ia genggam.
Untuk dia yang telah berjuang begitu keras, berkorban begitu besar, kali ini Aura berjanji pada dirinya sendiri bahwa ... bukan Gajah Mada yang akan menemukannya duluan. Untuk kali ini, biar Aura yang mencoba menemukan pria itu dan memperjuangkannya. Aura ... akan menghargai hidupnya dan tidak menyia-nyiakannya lagi. Meski semua terasa nyata dan tidak nyata di saat bersamaan, Aura tetap harus menganggap dirinya adalah hal berharga di dunia ini dan apa pun yang dicapainya, entah itu keberhasilan ataupun kegagalan, semua adalah miliknya, pencapaiannya, dan hal berharga yang dia punya.
Untuk di dunia ini, dunia sebelumnya, dan dunia yang akan datang, Aura berjanji untuk merubah diri jadi lebih baik lagi. [ FIN ]
Thanks for reading.
Secuil jejak Anda means a lot
\(*°-°*)/
Yeay!
Apa kabarnya hari ini?
Takobalallah humina waminkum. Mohon maaf lahir dan batin, yaaaa
Semoga ini cukup menghibur lebaran kalian~
Semangat cuci piring dan gelasnya~
Hahaha
Extra chapternya nanti, yaaa
Ngomong2 saya ini tipe penulis yang kalau worknya sudah end, nggak bakal ada yang namanya extra chapter karena saya menganggap dunia yang ini sudah selesai. Saya nggak perlu buat nambah-nambah dunianya lagi karena mereka udah berada di dunia yang tepat.
Tapiiii karena saya sayang kalian. Iya, kalian, pembaca pertama dan setia cerita ini bahkan sampe ending, setia ngasih vote dan sudah comment, aku bakal ngasih extra chapter. Demi apa kalian bikin aku nangis terharu banget. Sayang kalian banya-banya //send hug
⊂(・ω・*⊂)
Extranya mau didrop sekali dua atau satu2 dulu?
Kalau satu2 insyaallah bakal saya up dua hari lagi. Hwhwhw
Btw, bentuk jepit rambutnya kurang lebih seperti ini yaaa
Wet kiss,
May
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro