Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 7. HUNGER AND ANGER

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Suara gaduh teriakan dan bunyi kayu yang tengah dipaku membuatku terbangun. Mataku mengedar, mengamati isi ruangan.

Sinar matahari mengisi celah jendela-jendela di bagian atas dinding kayu yang terlihat mulai lapuk. Lantai ubin dingin tampak kotor penuh debu dan kain-kain berlumur minyak kehitaman. Ban-ban bekas serta beberapa perkakas tergeletak tak beraturan.

Di mana aku? Bagaimana dengan Arlo, Ayna, dan Cleona?

Aku mencoba bergerak sebelum menyadari kedua tangan dan kakiku telah terikat. Untunglah, siapa pun yang mengikat, tak mengikat tanganku ke belakang punggung. Kucoba memutuskan ikatan, tetapi tubuhku seperti tak bertenaga. Aroma vervain dan wolfsbane memasuki indra penciuman.

Terdengar suara erangan pelan dari sudut ruangan. Kepalaku menoleh dan seketika membelalak saat melihat Ayna juga tengah duduk terikat di sana. Ia masih mengenakan gaun tidur berwarna hitam.

"Ayna ...." Aku beringsut pelan mendekatinya, membiarkan gaun malamku kotor terkena debu. "Bangun, Ayna ...."

Gadis itu mengerang sekali lagi sebelum perlahan membuka mata. Ia sontak panik saat menyadari keadaan. Dia belum melihat ke arahku.

"Javi! Javi!" Ayna meronta sambil mencoba melepaskan ikatan di belakang punggung. Isaknya mulai terdengar. Ekspresi gadis itu sangat tegang bercampur panik.

"Ayna .... Kenapa kau ada di sini?" tanyaku.

Matanya kini menatapku. Ada pancaran kelegaan sekaligus kekesalan kulihat di tatapan gadis itu. "Alka! Kau dungu! Kau seorang hibrida! Mana kekuatanmu?!"

"Aku tak mau menyakiti siapa pun, apa lagi manusia," ucapku pelan. "Lagi pula, ia menggunakan vervain dan wolfsbane untuk melemahkanku. Kenapa kau malah ikut ke sini?"

Ayna mendesah keras. "Siapa yang ikut ke sini?! Terakhir yang kuingat, aku sangat mengantuk dan tidur di kamarku!"

"Kau juga diculik ...." Aku menggigit bibir. "Bagaimana dengan Cleona dan Arlo?"

"Mana aku tahu?! HELLO?! AKU DICULIK SAAT TIDUR! Aku seharusnya tak menunggu Javi dan mengunci pintu kamarku waktu itu! Chuleta!"

Keningku berkerut mendengar begitu banyak kata makian di pikiran gadis itu. Aku melanjutkan usahaku untuk mendekati Ayna. Sedikit lagi, aku akan berada di sampingnya.

Aku sontak menghentikan gerakan saat menangkap suara dari arah pintu yang kemudian terbuka lebar. Mataku tajam menatap dua sosok yang memasuki ruangan.

Si penculikku tampak berjalan sambil menyeringai di belakang sosok bertubuh lebih tinggi dan berotot darinya. Ia juga memiliki bewok. Rambut lelaki itu pendek sedikit kecokelatan Siapa dia? Apakah ia Paman Ernesto?

Mereka menghentikan langkah di depanku. Aku beringsut mundur, mencoba lebih menjauh dari dua lelaki itu saat membaca pikiran mereka.

"Keparat! Pengecut! Kenapa hanya berani menculikku saat aku tertidur?!" umpat Ayna. "Ayo, berikan aku pisau, kita bertarung secara adil! Lepaskan ikatanku!"

"Bertarung adil? Memberikanmu pisau?" Sosok bertubuh tinggi berotot tertawa, diikuti oleh si penculikku.

"Ernesto, kau sangat pintar memilih mangsa. Kau bayar Maria berapa untuk dua wanita cantik ini?" ujar si penculik.

"Maria cukup kubayar dengan tubuhku, dia tak keberatan untuk itu, Martin," sahut Ernesto seraya tertawa.

"Ah, kalau begitu, aku minta gadis bermata aneh itu saja sebagai bayaranku," ucap si penculik yang bernama Martin, lagi-lagi menyeringai.

Ernesto mendengkus. "Dia milik klienku. Percaya padaku, kau tak akan berani mengganggu miliknya."

"Siapa klienmu? Bagaimana ia tahu soal keponakanmu?" tanya Martin heran.

"Awalnya tidak. Namun, saat ia menyebutkan gadis yang ia cari memiliki dua warna mata berbeda, aku segera tahu bahwa itu adalah putri tiri kakakku," jawabnya. "Aku sudah menerima uang darinya. Sebaiknya kau hentikan niatmu, Martin. Demi kebaikanmu."

Martin mendengkus sambil melangkah menjauh dari Ernesto. Wajahnya tampak gusar.

Tanganku mengepal. Tubuhku gemetar menahan kemarahan. Pamanku sendiri tega menjualku?

"Bagaimana mungkin ada manusia sepertimu. Kau jauh berbeda dari Luis. Elvio pasti akan malu dan tak akan sudi menganggapmu sebagai paman!" Mataku garang menatap tajam lelaki itu.

Ernesto mendengkus sambil membungkukkan tubuh ke arahku. "Kau hanya anak haram dari seorang wanita serigala, bukan putri kandung kakakku."

Ia kembali menegakkan diri. Senyuman miring tampak di bibirnya. "Elvio tak perlu tahu soal ini. Dia satu-satunya yang kuanggap keponakan dan akan kulibatkan dalam pekerjaan."

"Aku tak akan membiarkan ia bekerja dengan seorang berhati busuk sepertimu!" makiku.

"Kau tak bisa apa-apa, Alka. Kau hanya hibrida yang tak berguna. Kau tak bisa berubah wujud, vampirmu pun lemah karena kau menolak darah manusia," cibir Ernesto. "Kau cacat. Kau adalah sebuah kesialan yang dilahirkan mama pelacurmu dengan sia-sia."

Aku menggeram. "Mamaku bukan pelacur!"

"Dia merelakan tubuhnya pada vampir hanya beberapa saat sebelum menikah dengan kakakku! Kata apa yang lebih pantas untuknya?" sahut Ernesto. "Ia bahkan memelihara anak haram di perutnya! Pelacur busuk itu memperdaya kakakku yang buta akan cinta!"

"Mamaku tak bersalah!" jeritku.

"Ernesto, aku rasa kau sebaiknya mundur. Matanya berubah merah. Aku takut ia akan menerjangmu," ujar Martin terlihat penuh kewaspadaan.

"Alka! Keluarkan kemampuan hibridamu! Tunjukkan kekuatan vampirmu!" teriak Ayna.

Napasku tersengal. Kukerahkan tenaga sekuat mungkin untuk memutuskan tali. Namun, aku tak bisa.

Aku butuh darah, Ayna .... Tenagaku sangat lemah.

Hei, kau bisa berkomunikasi lewat pikiran?

Ya, hanya jika aku yang memulai. Kau bisa bicara padaku. Apa kau punya rencana?

Apakah kau bisa mengontak Arlo? Atau siapa saja yang bisa kau kontak. Kita butuh bantuan! Aku kesal karena aku terikat dan tanpa senjata saat ini.

"Yang satu ini juga boleh, Ernesto. Paling tidak, dia manusia. Walau sepertinya akan sulit mengatasinya, ia akan menjadi tantangan yang menyenangkan," celetuk Martin tiba-tiba.

"Berani menyentuhku, kau akan mati," desis Ayna.

"Wow, seperti dugaanku. Ia memang galak." Martin pun tergelak. Ia menggemeretakkan jari-jari tangan dan lehernya sebelum melangkah ke arah Ayna dengan seringai di bibir.

"Berhati-hati dengannya! Dia juga pesanan klien!" sergah Ernesto.

Martin menoleh cepat. Wajahnya terlihat sangat kesal. "Siapa sebenarnya klienmu?! Kenapa ia bisa kenal dua wanita ini?!"

"Itu bukan urusan kita. Yang penting dia telah membayar dengan harga tinggi," sahut Ernesto santai.

"Kapan ia akan muncul dan mengambil pesanannya?" tanya Martin masih dengan raut wajah kesal.

"Sore ini," jawab Ernesto. "Bawakan makanan untuk mereka berdua." Ia menunjuk ke arah kami dengan dagu. "Aku tak mau klienku protes bila wanita-wanita pesanannya terlihat lapar. Khusus untuk hibrida itu, tambahkan lagi cairan vervain dan wolfsbane di talinya. Kita tak ingin risiko apa pun nanti."

Martin meludah sebelum berbalik dan melangkah pergi tanpa kata. Ernesto menatap lelaki itu lewat bahu, lalu mendengkus sebelum membalikkan badan dan ikut melangkah ke luar.

"Alka, dengarkan aku."

Aku menatap Ayna dengan kening berkerut. Ia memandangiku serius.

"Nanti, saat pamanmu atau si Martin ke sini, gigit saja. Isap darahnya," ucapnya tandas. "Hanya dengan itu, kekuatan vampirmu akan muncul lagi."

"Itu rencanamu? Kau konyol, Ayna!" bisikku dengan nada tinggi. "Aku memilih mati daripada mengisap darah manusia!"

"Apa kau ada pilihan lain?" Ayna memandangiku tajam. "Kita bahkan tak tahu siapa orang yang membayar pamanmu itu untuk menculik kita! Aku berani bertaruh, kliennya pasti bukan manusia biasa!"

"Jika aku memang harus meminum darah manusia, itu sudah pasti bukan darah pamanku, Ayna! Walau bagaimanapun, ia paman dari adik tiriku," balasku sambil membalas tatapannya.

Kami beradu tatapan tajam beberapa saat. Ayna memilih memalingkan wajah lebih dulu. Ia mendengkus kesal.

"Hibrida bodoh!" dengkusnya.

"Setidaknya aku tak sebodoh dirimu yang tak mengunci pintu kamar, hingga diculik dengan mudah," jawabku lugas.

Ayna mendelik ke arahku. Bibirnya mengerucut lucu. Itu malah membuat ia tak terlihat seperti seorang yang tengah marah.

"Aku memilih melakukan rencanamu sebelumnya, mengontak Arlo atau siapa pun yang bisa kuhubungi," ucapku.

Ia meringkukkan tubuhnya dengan dagu bertumpu pada kedua lutut yang terlipat. Tatapan wanita itu kini berubah penuh harap ke arahku. Aku segera berkonsentrasi memejamkan mata.

Arlo ....

Hening. Tak ada sahutan.

Arlo!

Masih tak terdengar jawaban. Apakah jarak kami sangat jauh? Aku mencoba sekali lagi.

ARLO!

Sepertinya ia ada di luar jangkauan. Aku mengikuti insting mengontak seseorang yang ada di pikiranku berikutnya.

Ravantino ....

Coba lagi, Alka. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan.

RAVANTINO!

Alka? ALKA! Kau di mana?!

Aku menarik napas lega.

Aku tidak tahu. Ini seperti sebuah gudang atau bengkel tua. Paman tiriku, Ernesto, bersama rekannya telah menculikku dan Ayna. Ia akan menjual kami pada seseorang sore ini. Aku tak tahu siapa.

Ayna bersamamu? Javiero mengamuk saat mengetahui ia menghilang. Cleona juga panik.

Ya, Ayna bersamaku. Ia diculik saat tidur. Kami baik-baik saja sementara ini. Aku sangat lemah sekarang. Mereka memberiku vervain dan wolfsbane di tali pengikatku. Apakah semua orang di situ bersamamu? Bagaimana dengan Elvio?

Saat Arlo tiba di penginapan, kau sudah tak ada. Dia membangunkan Cleona yang kemudian jadi panik. Ayna juga tak ada di kamar. Arlo segera ke pack-mu dan memberitahu kami. Elvio baik-baik saja. Sekarang, kau harus memberitahuku, apa yang kau lihat atau dengar di sekitarmu?

Kenapa aku tak bisa mengontak Arlo?

Hening. Kenapa ia tak menjawab?

Ravantino ... ada apa?

Arlo membunuh Ander. Ia bahkan hampir membantai penghuni pack. Tenang saja, Aldevaro dan yang lain berusaha menenangkannya.

Aku tersentak. Mataku membuka lebar. Ayna tampak memandangiku dengan tatapan bingung.

"Arlo membunuh Ander ...."

Ayna mengernyit. "Kenapa?"

Aku menggeleng. Kembali kupejamkan mata.

Kenapa?

Arlo mengetahui saat Ander pergi ke pemakaman desa untuk mendapatkan sinyal dan menghubungi pamanmu.

Lalu, siapa yang akan memimpin pack?

Elvio.

Aku segera memutus kontak. Ada rasa sesak di dadaku. Ingin rasanya aku berteriak. Ini berjalan sesuai dengan yang diinginkan Arlo. Adikku akan menjadi alpha di pack terkutuk itu!

"Bagaimana? Apakah mereka akan datang ke sini secepatnya? Mereka tahu lokasi kita?" cecar Ayna tak sabar.

"Astaga .... Aku lupa," gumamku.

Mata Ayna seakan hampir melompat keluar. "Hibrida bodoh! Cepat beritahu Ravantino lokasi kita!"

Aku kembali mencoba berkonsentrasi. Apa sebaiknya aku mengontak Arlo lagi?

Arlo ....

Arlo!

ARLO!

Alka, aku mendengarmu. Maaf, aku tadi sedang tak bisa ....

Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Percuma aku marah sekarang. Kami punya masalah yang lebih penting.

Lokasi keberadaan kami seperti sebuah gudang atau bengkel tua. Aku mendengar suara gaduh di luar seperti orang tengah membangun rumah atau sesuatu. Entahlah. Ada suara gaduh dari teriakan dan bunyi kayu yang sedang dipaku, tak jauh dari sini. Aku bisa mengontakmu dan Ravantino, berarti kemungkinan kami masih di Mosqueruela.

Cleona telah melihatnya. Jangan takut, aku akan segera menemukanmu.

Aku memutus kontak. Tubuhku gemetar. Lidahku menjilat bibir tanpa sadar. Mataku menatap Ayna samar.

"Alka, matamu ... merah ...," gumam Ayna.

Kepalaku menggeleng cepat, mengembalikan kesadaranku. Kendalikan dirimu, Alka!

Aku meringkuk, gemetar menahan rasa haus dan lapar. Dewi Bulan, bagaimana ini? Aku tak mau mengisap darah Ayna.

Mataku beradu dengan tatapan Ayna.

"Jangan pernah berpikir untuk mengisap darahku," ucapnya panik.

"Tenang saja. Aku tak akan mengisap darahmu." Aku menggeleng seraya menutup indra penciuman dengan jari dari tangan yang terikat, lalu memilih berguling menjauh. Ayna menatapku seakan aku makhluk ajaib.

"Entah apakah aku harus menganggapmu vampir bodoh atau pengisap darah terjinak yang pernah kulihat," desisnya.

"Aku hibrida, bukan vampir," jawabku seraya mendudukkan diri kembali.

"Kau vampir! Bagaimanapun kau mengelak, kau tetap memiliki darah vampir di tubuhmu!"

"Aku hibrida! Aku memilih menjadi manusia serigala!"

"Apa kau bisa berubah wujud?!"

Aku terdiam. Mataku menghindari tatapannya kini.

"Selama kau belum bisa berubah wujud, vampirmu akan lebih dominan, Alka," ujar Ayna dengan nada penuh penekanan.

Ia mungkin benar. Namun, aku tak akan membiarkan diriku jadi vampir seutuhnya.

"Aku tak peduli apa yang orang lain pikirkan. Aku tetap tak akan memilih sisi vampir di diriku," gumamku.

"Namun, kenyataannya kau tetap butuh darah, Alka," sahut Ayna lugas.

"Aku hanya perlu bertahan sedikit lagi. Arlo akan datang," balasku.

Ayna memilih tak melanjutkan perkataan lagi. Matanya terpejam.

"Keluarga adalah orang-orang yang tak akan menyakitimu, Alka ...," gumamnya. "Ernesto tak layak menjadi bagian dari itu ...."

Aku meringkuk makin erat dan menutup indra penciumanku lebih erat. Arlo ... lekaslah datang ....

***

Waduh, apa yang akan terjadi ya? Gawat nih kalo Alka khilaf terus ngisap darah Ayna. Btw, saya kok gemes sendiri ama si Alka ini. Hibrida kok berperasan sekali. Ish!

(auto digetok Arlo)

Iya, iya, mentang-mentang yang punya mate, lupa ama saya. Huhuhu.

Hola ~

Maafkan keterlambatan saya sekali lagi. Tadinya rencana sekalian aja pas hari Selasa tu mau update, eh kelupaan gegara nyiapin banner buat ngerayain ultah saya. Ckckckc. Saya mulai mudah lupa akhir-akhir ini. Harap maklum.

Trus, mood saya juga lagi berantakan ni kaya dompet saya. Kadang isinya lembaran meraaaah membara, kadang hampa dikorek-korek ga ada yang keluar satu pun. Entah mereka minggat ke mana.

Udahlah. Yang berkenan vote dan komen, makasih. Yang ngasi saran kritik, makasih juga. Yang masukin ke daftar bacaan, makasih tak terhingga. Kalian pahlawan-pahlawan saya. (Ambiltisungelapingus. Lagipilek).

Udah, gitu aja. Sampai jumpa. Semoga selalu sehat ya semuanya. <3




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro