CHAPTER 5. HIS DOMINANCE
Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
WARNING!! Peringatan lagi ya. Yang di bawah umur 18 menjauhlaaaaaah. Selamatkan diri kaliaaaaan. :D
"Arlo belum melakukan pengeklaiman padamu?" tanya Ayna dengan tatapan lebar.
Cahaya matahari yang tak begitu terik memasuki jendela. Angin segar lembut mempermainkan tirai hitam yang menutupinya. Piring sisa sarapanku baru saja keletakkan di meja.
Aku mengangguk. Pipiku memanas mengingat Cleona, Ayna, dan adikku pasti telah mendengar erangan serta jeritanku semalaman.
Kedua wanita itu memandangiku dengan tatapan bingung bercampur simpati. Untung Elvio sedang ikut Arlo pergi keluar untuk melakukan sesuatu.
"Mungkin ia masih perlu berpikir lagi," jawabku pelan sambil memainkan ujung lengan gaun pendekku yang berwarna hijau.
Ayna mendengkus. "Ia sudah melakukan mating berkali-kali denganmu dalam semalam, apa lagi yang harus dia pikirkan?!"
"Aku merasa ada yang aneh. Mungkin ini ada hubungannya dengan darah oscuro di tubuhmu?" tanya Cleona. "Tidakkah Arlo memberitahumu sesuatu?"
Aku menggeleng. "Selain melakukan ... itu, dia tak mengatakan apa pun. Mungkin karena aku kurang menarik. Aku tak cantik, apa lagi dengan warna mataku ...."
"Chuch*!" umpat Ayna sambil menggebrak meja.
Aku tersentak seketika. Mataku menatapnya gamang.
"Ayna! Jaga bicaramu," tegur Cleona.
Ayna menghela napas. "Maaf. Aku hanya kesal pada Arlo. Bagaimana bisa dia hanya melakukan mating, tetapi tak mengeklaim mate-nya? Bukankah itu seperti sebuah penghinaan?"
Cleona menyandarkan punggung ke sofa putih. Ia memijat keningnya pelan. "Mungkin Arlo memiliki alasan yang kita tak tahu."
"Kau tak melihat apa pun?" tanya Ayna pada Cleona.
Wanita berambut lurus kemerahan itu menggeleng. "Karena itu, aku hanya bisa menduga-duga. Lagi pula masih ada waktu beberapa hari lagi. Seorang wanita serigala memiliki masa heat selama kurang lebih seminggu, bukan?"
Mataku melebar. Ayna pun memberikan tatapan menggoda kini ke arahku. Ia melipat kedua tangan ke depan dada.
"Wow, seminggu? Kami harus mempersiapkanmu agar lebih siap dan membuat Arlo bertekuk lutut padamu, Alka. Kau harus membuat ia mengeklaimmu," ujarnya dengan bibir tersenyum penuh rencana.
"Apa maksudmu?" tanyaku bingung.
"Serahkan padaku," sahut Ayna sambil senyum-senyum.
***
Arlo tertegun menatapku. Dia menaruh kulkas portabel yang berisi persediaan darah untukku di lantai perlahan, tanpa mengalihkan pandangan.
Aku gugup bangkit dari ranjang. Kubenahi gaun tidur hitam pendek berenda transparan di bagian dada dengan pita di belakang leher yang melekat di tubuhku. Mataku membalas tatapannya seraya sesekali menunduk.
Jendela dan tirai hitam telah ditutup oleh Ayna. Pendingin ruangan pun diperbesar olehnya.
"Pasti ulah Ayna," gumam Arlo.
Aku hanya diam tak menjawab. Pipiku memanas. Kugigit bibirku sambil terus menunduk, tak berani lagi beradu tatap dengannya.
"Kau tidak cocok memakai itu," ujar Arlo lagi.
Kepalaku terangkat perlahan. Bibirku bergetar. "Aku tahu ... aku tidak cukup cantik memakai gaun ini .... Tubuhku kotor dan tidak indah ...."
Arlo melebarkan mata. "Bukan! Bukan itu maksudku!"
Kami saling bertatapan lagi. Ia mengerutkan kening dengan mulut membuka.
"Maksudku, soal warnanya .... Aku lebih suka melihatmu memakai warna putih," ujarnya kemudian.
Keningku berkerut. "Kenapa?"
"Itu lebih sesuai dengan dirimu. Kau cantik, polos, suci, sempurna ...." Dia terlihat kehilangan fokus untuk menyelesaikan kalimatnya.
Aku mengatupkan bibir rapat dan menggigitnya perlahan. Jantungku berdebar kencang mendengar ucapan lelaki itu.
"Terima kasih ...," jawabku lirih sambil menunduk dan tersenyum.
"Kau mau kubuatkan sangria khusus untukmu lagi?" Ia mengucapkannya dengan hati-hati, seakan takut melukaiku.
Aku mengangguk, memberinya senyuman samar. "Ya, terima kasih."
Dia menunggu beberapa saat sebelum mengangguk. "Tunggu, aku akan buatkan."
Arlo melangkah keluar kamar. Aku duduk kembali ke ranjang setelah melihat pintu tertutup. Tanpa sadar aku mengembuskan napas yang sedikit tertahan.
"Aku rasa dia tak terlalu buruk," gumamku pada diriku sendiri. "Jika dia bisa menerima diriku yang tak sempurna, kenapa aku tak mau berusaha memaklumi kekurangannya?"
Kepalaku mengangguk memberi jawaban padaku. Bibirku kembali tersenyum mengingat ucapannya tadi tentang diriku.
Aku meringis saat merasakan hawa panas itu mulai datang lagi. Butir-butir air mulai memenuhi kening, hingga ke sekujur tubuh.
Suara erangan keluar dari mulutku. Napasku tersengal menahan nyeri teramat sangat dari hawa panas membakar.
Arlo ....
Alka! Heat-mu datang lagi?
Iya ... tolong ....
Tunggu, aku segera datang!
Pintu terbuka lebar. Aku mendongak. Ayna tampak memasuki kamar diikuti Cleona yang tampak cemas.
"Heat-mu datang lagi, bukan?" tanya Ayna.
Aku mengangguk lemah sambil meringis. Tubuhku gemetar menahan kobaran di dalamnya.
"Minta Arlo mengeklaim dirimu saat ia akan melakukan mating denganmu," ujar Ayna.
"Ayna ...," tegur Cleona, "kita tak bisa memaksa Arlo soal klaim. Itu hak seorang alpha sepenuhnya."
"Tapi ini tak benar, Cleona! Aku tak bisa diam saja melihat Arlo hanya memanfaatkan Alka!" sergah Ayna.
"Kita belum tahu alasan Arlo apa. Kenapa tidak kita tanyakan saja nanti padanya?" jawab Cleona.
Ayna berkacak pinggang. Bibirnya mengerucut lucu. Ia memang wanita yang sangat menawan, Cleona juga. Mereka tidak sepertiku, yang memiliki sepasang mata berwarna beda dan punggung penuh bekas luka.
"Kenapa Javiero dan yang lain belum kembali ke penginapan?!"
"Mereka sedang mengurus pack. Elvio juga sekarang di sana. Sepertinya ia akan dipersiapkan oleh para lucis agar siap menjadi alpha di Moon Valley."
"Kenapa kalian di sini?"
Aku menoleh sambil mengerang pelan, menahan nyeri. Arlo tampak menatapku bimbang. Di tangannya ada segelas minuman berwarna merah yang kuminta.
Ayna dan Cleona berbalik ke arahnya. Arlo terlihat berusaha tenang.
"Kau membuat sangria rupanya. Mate-mu tengah menderita, kau malah mementingkan diri sendiri!" omel Ayna.
"Ayna!" tegur Cleona lagi.
"Ini untuk Alka," jawab Arlo tenang.
"Oh, agar dia mabuk dan kau bisa makin bebas mengambil keuntungan darinya?!"
"Ayna ...," sahutku dengan bibir bergetar, "aku yang memintanya tadi ...."
Ayna berpaling padaku dengan wajah terkejut. "Kau ...? Kenapa membelanya?"
Aku merintih kali ini. Nyeri dari hawa panas makin menyerang. Kujatuhkan badan ke ranjang sambil menggeliat dan mengerang. Arlo terdengar menggeram pelan mendengar rintihanku.
"Ayna, ayo kita keluar dulu. Biarkan Arlo melakukan tugasnya. Kasihan, Alka sudah kesakitan," ujar Cleona.
Ia mengingatkanku pada kelembutan ibuku. Hatiku sedikit nyaman saat mendengarkan suaranya. Aku menoleh ke arah mereka dalam kegelisahan.
"Kenapa kau tak mengeklaim Alka?" tanya Ayna lagi ke arah Arlo.
Alpha itu mulai terlihat gusar. "Itu bukan urusanmu."
"Alka salah satu dari luna! Tentu saja akan jadi urusanku!" bantah Ayna.
Arlo menarik sudut bibirnya sedikit ke atas. Mata birunya terlihat bercampur keemasan.
"Pergilah," ucapnya singkat.
"Ayna, kita keluar dulu!" Cleona buru-buru menarik lengan Ayna menuju pintu tanpa menunggu jawabannya.
"Kau harus mengeklaimnya, Arlo!" teriak Ayna sebelum hilang dari balik pintu.
Arlo segera menutup serta mengunci pintu sebelum berbalik dan menatapku penuh sesal. Mata lelaki itu kini kembali biru normal. Ia berjalan mendekat sambil melepaskan pakaian di tubuhnya satu demi satu.
"Alka ... soal klaim, aku akan jelaskan nanti. Sekarang, biarkan aku mendinginkan hawa panas di tubuhmu," ucapnya.
Aku mengangguk sebelum bangkit dan menerjang tubuhnya. Ia sempat terkejut sebelum kujatuhkan ke lantai dengan posisi di bawahku sekarang.
Rasa lapar, haus, dan terbakar oleh hawa panas membuatku lebih agresif dan beringas. Aku tak peduli lagi dengan rasa malu.
Kuposisikan diri di atasnya setelah mencabik lingerie-ku. Kami menggeram bersamaan saat aku dalam posisi sempurna. Aku menunjukkan dominasiku padanya.
Ia berusaha membalikkan posisi, tetapi seorang hibrida yang lapar, haus, dan mengalami masa heat bukanlah lawan yang mudah.
Aku terus bergerak turun naik dengan cepat di atasnya, demi mencapai kepuasanku. Napasku memburu sambil menggeram. Arlo mengerang saat kuku-kuku milikku membenam di dadanya.
Tanpa kusadari, taring vampirku keluar. Mulutku membuka, siap menanamkannya ke leher Arlo.
Mendadak ia bangkit, lalu dalam sekejap mata membuat punggungku ganti menekan lantai saat aku terlena hendak mencapai puncak. Posisi kami pun berubah. Dia kini mendominasi dari atas tubuhku.
"Katakan! Kau milikku! Aku alpha-mu!" bentaknya sambil mencekal erat kedua pergelangan tanganku.
Arlo menghentikan gerakan. Mata birunya kembali bercampur warna keemasan.
Aku meronta, berteriak, dan menggeram. Beberapa kali aku rasa mulutku menyeringai tanpa bisa kukendalikan, memperlihatkan taring vampirku.
"Katakan, Alka!" hardiknya lagi.
Aku meraung penuh kemarahan karena sensasi puncak yang gagal kudapatkan. Hawa panas bercampur rasa haus dan lapar akan darah membuatku semakin menggila.
Kakiku terangkat, mengapit pinggulnya agar bergerak sesuai yang kumau. Arlo mencoba keras menahan gerakanku. Aku kembali meraung bercampur rintihan kali ini.
"KATAKAN!"
"Aku milikmu ...!" tangisku sambil memejamkan mata dengan napas tersengal-sengal.
"Sebut namaku dan tatap mataku!"
"Aku milikmu, Alpha Arlo!" Kali ini aku menatapnya samar karena cairan bening hangat yang membanjiri pandanganku. "Kumohon .... Aku tak kuat lagi ...."
"Aku belum bisa mengeklaimmu sekarang, tetapi kau milikku. Kau tak boleh menggigitku. Kau paham?" ujarnya dengan suara bergetar.
Aku mengangguk seraya merintih berharap ia segera mendinginkanku. Rasa malu sungguh hilang dari diriku.
Arlo kembali memosisikan diri, membenamkan dirinya ke dalam diriku lagi. Dia mengentak kuat dan dengan cepat kembali menggiringku menuju sensasi yang kuinginkan.
Aku mengerang, merintih, bahkan menjambak rambut Arlo. Ia memang telah melepaskan kedua tanganku, tetapi tangan kanan lelaki itu kali ini mencekal kuat leherku, memastikan aku tak bisa menggigitnya.
Ia terus bergerak makin cepat dan kuat. Arlo menggeram saat aku mencakar bahu dan lengannya sambil mengerang. Tanpa ampun, dia terus mengentak tubuhku dengan gerakan liar.
Aku menjerit saat sensasi puncak itu kudapatkan. Arlo pun mengerang dan menggeram di saat bersamaan.
Taringku kembali ke bentuk gigi semula. Hawa panasku pun menghilang. Mulutku mengerang dan mendesah pelan penuh kepuasan.
Arlo mengulum dan melumat bibirku lembut dan intens sebelum memberiku kecupan di kening dan kedua mata. Tubuhnya berkeringat, sama sepertiku. Napas kami pun sedikit tersengal. Namun, ia tersenyum saat menatapku lekat.
"Aku menerima dan telah jatuh cinta padamu, Alka," ujarnya lirih.
***
Fiyuuuh, akhirnya bisa update juga. Yeay! Sesuai janji saya, sehabis lebaran saya akan mempercepat jadwal update khusus untuk ARLO. Update selanjutnya adalah hari Minggu. Jadi, ARLO akan update dua kali dalam seminggu. Saya akan mengupdate dua bab sekaligus dalam setiap update. Puas?
Pembaca : Puaaaasss
Aleronn Series 4 akan tetap normal ya. Seminggu sekali. Tenang, sekali update saya kasi dua bab kok.
Okay, segitu aja. Ga perlu panjang-panjang kata. Yang penting setia. (apa seeeech?)
Makasih semua. Seperti biasa, vote dan komen saya harapkan. Kritik dan saran saya persilakan.
Sampai jumpa! <3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro