CHAPTER 12. THE HUNTER ALPHA VS LUCIS ALPHA
Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Arlo benar-benar menepati kata-katanya. Menjelang pagi, ia datang ke hotel bersama para lucis dan luna. Aku sudah membersihkan diri dan memakai gaun santai pemberian Keana. Kemarin pun aku aman melalui hari dan malam tanpa heat berkat obat dari Keana.
Sayangnya, Keana dan yang lain sedang tak ada di tempat. Kami bersenang-senang sekaligus makan malam di bar semalam. Kemudian mereka pamit padaku menjelang dini hari untuk menyelidiki sesuatu, setelah aku dan Keana kembali dari berburu.
Mataku terfokus pada Arlo yang berdiri di hadapanku setelah menutup pintu kamar hotel. Ia sangat tampan dalam balutan kemeja dan celana panjang putih dipadu syal biru muda. Tatapannya begitu lembut dan hangat. Kerinduan serta kecemasan soal jawaban di pikiran lelaki itu terbaca olehku.
Aku tak kuasa menahan diri lagi, seketika menghambur ke pelukan Arlo. Tak kupedulikan pandangan beberapa pasang mata yang tengah mengawasi kami.
Aku bersedia ....
Arlo segera merenggangkan tubuh kami. Matanya berbinar menatapku.
Sungguhkah?
Aku mengangguk sebelum memeluknya lagi. Bisa kurasakan ia membalas pelukanku lebih erat.
Tanpamu hidupku terasa tak nyaman. Aku terus merindukanmu, bahkan sempat berhalusinasi melihat lukisan wajahmu di dinding saat meneleponmu.
Arlo sontak tertawa kecil. Ravantino pun tergelak. Aku menyipitkan mata ke arahnya seraya melepaskan rangkulan.
Hei, menjauh dari pikiranku!
Alpha berambut pirang itu malah makin tergelak. Lucis lain menatap bingung beberapa saat, lalu mendengkus sebelum melangkah dan memilih posisi masing-masing.
Cleona berjalan ke dekat jendela bersama Alrico yang berkemeja putih dengan kancing atas terbuka, ditambah celana tebal panjang hitam. Wanita itu juga memakai kemeja dipadu jin senada, tetapi lebih ketat.
Sementara itu, Ayna dalam balutan kemeja serta celana panjang serba hitam membuntuti Javiero yang juga berpakaian sama. Mereka mengambil posisi di sebelah Cleona dan pasangannya.
Aldevaro tampak berbeda dalam balutan kaus biru lengan panjang dan jin hitam. Ia melangkah dan duduk di sofa. Ravantino dengan busana kasual bernuansa cokelat pun mengikutinya. Aku menarik lengan Arlo, mengajaknya duduk di tepi ranjang.
"Ke mana Keana dan yang lain?" tanya Arlo.
"Pagi-pagi sekali, mereka pamit mau menyelidiki sesuatu," sahutku.
"Apakah Keana dan yang lain sedang menyelidiki hutan itu?" tanya Alrico.
"Siapa Keana?" tanya Ravantino heran.
"Putri pertama Alpha Ivan, sepupu Tetua Pablo. Dulu ia ketua tim pemburu di pack-ku, saat ayahku masih hidup. Ia ditugaskan oleh Alpha Javier dan Mateo untuk membuat perkumpulan serigala pemburu di Rumania," jawab Javiero.
"Namun, siapa sangka dia malah bertemu dengan mate yang seorang manusia pemburu vampir dan serigala, bahkan hampir membunuhnya," imbuh Aldevaro.
Ravantino memutar bola mata. "Aku ingat Ivan. Aku hanya tak tahu ia punya putri. Kenapa para tetua tak pernah menyinggungnya?"
"Kau lupa? Papamu dulu menelepon Ivan dan berkata ingin menjodohkanmu dengan putrinya agar kau tak lagi sibuk bermain wanita, tetapi kau malah marah saat mendengar itu. Kau menolak keras dijodohkan dengan gadis yang tak kau kenal dan tak pernah kau lihat," sahut Alrico.
"Kau bahkan menambahkan dengan kata-kata menghina, mengatakan dia tak mungkin secantik yang kau inginkan," timpal Aldevaro.
Ravantino membelalakkan mata. "Benarkah? Aku sungguh tak ingat. Seharusnya Ivan datang langsung membawa putrinya agar aku dan gadis itu bisa berkenalan langsung."
"Saat mendengar penolakanmu di telepon, mereka membatalkan rencana mengunjungi Elorrio. Lebih tepatnya, Keana juga memutuskan hanya akan menikah dengan lelaki yang sudah ia kenal baik," ujar Arlo.
"Seharusnya memang begitu, bukan? Kami mungkin memiliki mate masing-masing yang tengah menunggu untuk kami temukan," balas Ravantino santai.
Arlo tertawa kecil. "Masalahnya, Mateo kemudian mengetahui soal mate-mu, Rava. Ia merasa tak enak hati memberitahu papamu dan Ivan. Karena permasalahan itu, hubungan Elorrio dan Brasov sempat renggang. Dia pun terpaksa menunda persoalan dirimu dan Keana.
"Papamu pun masih malu menemui Ivan. Aku dan Cleona baru melihat tentang kau dan putrinya kemarin. Mereka meminta kami untuk tidak memberitahu apa pun lebih dulu, menunggu reaksimu saat bertemu dengan Keana."
"Maksudmu?" Kening Ravantino mengernyit saat memandangi Arlo dan Cleona bergantian. "Keana ... mate-ku?"
Arlo dan Cleona kompak mengangguk serius. Mata Ravantino melebar, mulutnya menganga. Alrico tergelak. Javiero tersenyum mengejek. Aldevaro mendengkus. Ayna tertawa mencemooh.
"Aku rasa kau akan dalam masalah besar, Rava. Keana sungguh alpha wanita sekaligus pemburu vampir yang cantik dan tangguh," ujarku dengan tatapan prihatin ke arahnya. "Aku lihat beta-nya juga menyukai Alpha Keana. Kau akan punya saingan yang sangat kuat."
"Apakah beta itu cukup tampan?" tanya Ayna. Javiero menoleh cepat ke arahnya.
Ayna seketika cengengesan sambil mengecup bibir Javiero. "Aku selalu milikmu, Sayang. Aku hanya penasaran sekuat apa saingan Ravantino." Ia mengaduh manja saat Javiero menjepit hidungnya dengan punggung jari telunjuk dan tengah.
Aldevaro memperlihatkan wajah sebal saat melihat adegan itu. Alrico dan Cleona hanya tertawa. Aku serta Arlo saling pandang seraya tersenyum.
"Beta Asher sungguh amat tampan. Selain itu, dia sangat dekat dengan Keana dan adiknya, Lazaro. Ia lembut dan terlihat dewasa meski sedikit pendiam. Aku tak akan memberitahu apa yang kutahu dari isi pikirannya tentang Keana. Namun, aku bisa katakan, ia lelaki baik dan serius menyukai Keana," ujarku.
"Keana akan takluk dan memilihku saat mengetahui aku mate-nya," sahut Ravantino sambil mengedipkan mata. "Namaku bukan Ravantino jika tak berhasil mendapatkannya."
***
Kami baru selesai menghabiskan sarapan saat terdengar ketukan. Aku bergegas melangkah dan membukakan pintu.
Keana beserta adik dan tim pemburu lainnya tampak di hadapanku. Mereka mengenakan baju kasual yang berbeda sekarang.
"Kudengar dari ayahku, para lucis telah tiba Brasov. Apakah Alpha Arlo dan yang lain sudah bertemu denganmu?" tanya Keana.
Aku mengangguk pelan. "Mereka di dalam. Kami baru saja selesai makan. Apakah kalian sudah sarapan?"
"Jangan cemaskan kami. Kami makan kapan pun kami sempat. Tak ada aturan yang mengharuskan kami makan jam berapa," sahut Keana.
Aku lagi-lagi mengangguk. Kulihat tubuh alpha pemburu itu agak menegang saat mengendus sesuatu di udara. Ia telah menangkap aroma mate-nya.
Kumiringkan tubuhku agar tak menghalangi jalur mereka masuk. Keana dan yang lain segera memasuki ruangan.
Langkah Keana dan yang lain spontan berhenti. Aku menyeruak di antara mereka, ingin tahu apa yang terjadi. Ravantino tengah berdiri di tengah ruangan, terpaku memandangi.
Sudah kukatakan, bukan? Keana cantik. Ia bukan manusia serigala biasa. Mate-mu seorang alpha pemburu. Kau dalam masalah besar, Rava.
Tak ada sahutan. Ravantino tampak terlalu fokus pada Keana. Ia mirip seorang idiot dengan wajah bodohnya yang seperti kehilangan akal. Sementara itu, Lavenia dan Alisha terdengar berbisik-bisik.
Aku tersenyum mendengar ucapan mereka, begitu juga saat membaca pikiran Asher dan serigala pemburu lainnya. Ravantino benar-benar akan dalam masalah besar.
Alpha yang malang. Siapa suruh ia langsung terang-terangan menolak dan menghina mate-nya sendiri tanpa melihatnya lebih dulu?
"Kau pasti Alpha Keana," sapa Arlo ikut berdiri menghampiri Ravantino yang membeku.
Alpha-ku tampaknya berusaha menengahi dan membantu lelaki itu. Aku maju mendekati dan bergabung bersamanya.
Keana terlihat tegang menatap Ravantino sebelum menoleh ke Arlo, mengangguk dengan ekspresi sedikit kaku, tapi tampak berusaha tetap tenang. "Kau Alpha Arlo?"
Arlo membalas anggukan. "Ini pertama kali kita bertatap muka meski kita terdengar akrab di telepon."
Ia tersenyum sejenak, mencoba mencairkan suasana. "Izinkan aku memperkenalkan diri secara resmi. Aku Alpha Arlo dari Lotus Pack. Alka tentu sudah kalian kenal. Ia mate-ku. Di sampingku ini adalah Alpha Ravantino dari Moon Stone Pack."
Ekspresi Keana kini tak setenang tadi setelah mendengar nama Ravantino. Asher dan yang lain pun ikut tegang. Perubahan juga terlihat di wajah Lazaro. Bedanya, ia justru tampak marah.
"Alpha sombong, angkuh, yang hobinya bermain wanita, dan menolak kakakku karena menganggap tak sesuai dengan seleranya? Aku harus katakan jujur, Keana. Aku lebih mendukung Asher sebagai calon kakak iparku!" ujarnya yang segera mendapat pukulan di kepala dari Alvito.
Lazaro mengaduh. Ia menoleh pada beta kedua itu. "Kenapa kau memukulku, Alvito?!"
"Itu seharusnya masih jadi rahasia! Kau malah membongkar perasaan Asher di sini di depan banyak orang dan mendahului niatnya yang ingin membuat pengakuan nanti di awal musim semi! Dasar bodoh!" sahut Alvito.
Alvito sekarang yang ganti mengaduh saat Alisha menjewer telinganya. "Kau juga sama! Dasar idiot!"
"Dumb and dumber." Kudengar gumam Ayna di belakang, diikuti tawa kecil dari Cleona dan Alrico.
Muka Asher bersemu merah. Ia terbatuk sejenak, lalu berdeham. Keana seolah tak mendengar kegaduhan itu. Ia masih beradu tatap dengan Ravantino. Kedua tangannya mengepal kini.
"Karena tak ada yang mengenalkan, kami akan mengenalkan diri secara resmi masing-masing. Aku Alrico! Di sebelahku ini luna-ku, Cleona. Kami dari Diamond Heart Pack."
"Aku Luna Ayna! Aku bersama suamiku, Alpha Javiero. Kami dari Dark Forest Pack."
"Aku Aldevaro. Kalian pasti kenal aku."
"Selamat datang, Ketua Alpha Aldevaro dan para alpha lainnya," sapa Asher, setelah melihat tak ada reaksi dari Keana. "Tetua Pablo dan Alpha Ivan pernah memberitahu sekilas soal kalian."
"Ana ...." Ia menegur Keana lembut sambil menyentuh bahunya pelan.
"Aro, kau gantikan aku sebagai tuan rumah sementara. Aku ada urusan," ucap Keana kepada Lazaro setelah beberapa saat, mengabaikan Asher.
Sang alpha pemburu itu berbalik dan meninggalkan kami semua dengan gerakan cepat. Asher mendesah dan terlihat sedikit murung.
Mataku menangkap ekspresi masygul di wajah Alisha, sementara di saat bersamaan, Alvito terlihat kesal menatap gadis itu. Aku ikut mendesah, menyadari hubungan rumit antara mereka berdua, Asher, dan Keana.
"Keana! Izinkan aku menjelaskan!" Ravantino buru-buru mengejar gadis itu. Sepertinya ia baru tersadar.
"Hei, siapa Aro yang gadis itu maksud?!" teriak Aldevaro. "Dia berani memerintahku?!"
"Bukankah yang ia maksud aku?" tanya Lazaro ikut sewot. "Kenapa kau yang ribut?"
"Nama panggilan kalian sama, Aldevaro. Aro yang dimaksud Keana adalah adiknya, Lazaro," sahut Arlo.
Aldevaro mendengkus ke arah Lazaro dan rekan-rekannya. "Kalian semua duduk. Biarkan dua serigala bodoh itu mengatasi masalah mereka. Aku tahu sekilas soal kalian, tapi lebih baik jika kalian perkenalkan diri secara resmi."
Kami semua mengikuti perintahnya. Para pemburu masing-masing mencari posisi duduk.
"Aku Lazaro, putra Alpha Ivan. Aku masih seorang gamma. Aku biasa dipanggil Aro."
Aldevaro mendengkus, lalu terkekeh. "Aro juga nama panggilan masa kecilku dulu."
Mereka tertawa bersama. Arlo terlihat menggeleng-geleng. Aku tersenyum membaca pikirannya. Kupikir aku sependapat. Aldevaro terlihat kasar dan pemarah, tetapi sebenarnya ia seorang pemimpin yang bisa humoris dan bersikap cukup ramah.
Aku mengerutkan kening seraya menatap Arlo. Apakah ia sengaja mengucapkan itu agar aku membacanya?
Mataku menangkap senyuman lelaki itu ke arahku. Ternyata benar. Mungkin dia ingin memberitahuku agar tak terlalu memikirkan reaksi Aldevaro soal ayah kandungku.
"Kenapa kau menjadi gamma?" tanya Aldevaro tiba-tiba setelah tawanya usai. "Kau seharusnya menjadi alpha."
"Aku belum cukup kuat untuk itu. Aku masih berlatih agar bisa mengalahkan Keana," sahutnya.
"Teruslah berlatih lebih keras. Pack kalian akan membutuhkan alpha selanjutnya untuk menggantikan Keana," ujar Aldevaro seraya terkekeh lagi.
"Kenapa begitu?" tanya Lazaro heran.
"Aku berani bertaruh, kakakmu akan segera diklaim oleh Ravantino. Ia pasti akan membawanya ke Elorrio," jawab Aldevaro sambil terkekeh.
"Mereka mate?! Tidak mungkin! Keana sangat membencinya sejak ia menolak perjodohan!"
"Kita lihat saja nanti," kekeh Aldevaro.
Asher berdeham. "Aku Asher, beta pertama."
"Aku Alvito, beta kedua."
"Namaku Gryson. Aku gamma."
"Aku Lavenia, mate Gryson. Di kananku Alisha, di kiriku ini adalah Dante. Ia anggota termuda dari tim pemburu utama. Kami prajurit serigala."
"Tapi aku yang tercepat!" sergah Dante.
Lavenia memutar bola mata. "Iya, baiklah. Kau yang tercepat."
Bibir Dante spontan membentuk senyum riang. Matanya berbinar indah, seperti ikut tersenyum.
Aldevaro manggut-manggut. "Kukira kalian telah mengerjakan tugas dengan baik. Apa sudah ada informasi mengenai lokasi oscuro di Hutan Hoia Baciu?"
"Kami masih belum berhasil menemukan kediaman mereka di hutan itu," sahut Asher.
"Hmm ... kalian tak menemukan sesuatu yang aneh?" tanya Arlo.
"Sejauh ini belum, Alpha Arlo."
"Bagaimana dengan para dhampir dan strigoi?" tanya Javiero kali ini.
"Berkat ayahku, kami sudah mulai bekerja sama dengan Vladimir, ketua klan dhampir pemburu. Ia menggali informasi dari beberapa anggotanya yang sengaja ditempatkan sebagai pelindung bangsawan moroi," jawab Lazaro kali ini. Ada kebanggaan di nada suaranya.
"Mengenai strigoi, kami masih mengusahakan pertemuan dengan mereka. Hanya saja, belum tercapai kesepakatan di antara Ace dan Alpha Keana," sahut Alvito santai.
"Kenapa begitu?" tanya Alrico.
"Ace memiliki hubungan dengan adik Nicolas. Ia meminta kami menunggu sampai Catalina bergabung bersama mereka sebagai strigoi," jawab Lavenia serius.
Aldevaro terkejut. "Strigoi mencintai seorang moroi?! Sejak kapan?!"
"Oh, Ace dan Catalina dulu adalah sepasang kekasih saat ia masih seorang moroi. Ace berubah menjadi strigoi saat tak sengaja membunuh pendonornya," sahut Dante dengan nada cepat.
Aldevaro mengangguk-angguk mengerti. Lucis lain tampak serius mendengarkan.
"Hanya satu masalah yang harus kami beritahukan soal Vladimir," ucap Asher tenang, tapi serius.
"Apa? Katakan saja," ujar Aldevaro.
"Ia minta kami memberitahunya tentang siapa yang membunuh dhampir dengan pisau mengandung mantra sihir saat penyerangan di Dark Forest Pack," jawab Asher.
"Oh, itu salah satu pisau pemberian Mateo untukku. Aku yang membunuh dhampir itu secara tak sengaja," sahut Ayna. "Tunggu, bagaimana ia tahu soal senjataku itu?"
"Salah satu anggotanya yang ikut sempat mengambil benda itu," jawab Asher setelah terdiam beberapa saat. "Saat pulih dari hipnotis, dia menyerahkan pisau dan memberitahu soal kematian dhampir itu pada Vladimir."
"Sepertinya kami tak akan bisa memberikan jawaban atas pertanyaan Vladimir itu," gumam Lazaro.
"Apa masalahnya? Kenapa kalian tidak katakan saja?" celetuk Alrico.
Asher, Lazaro, dan pemburu lain saling berpandangan. Tubuhku menegang saat membaca pikiran mereka. Aku menoleh ke arah Ayna dengan mata melebar. Ia balas memberiku tatapan penuh tanda tanya.
"Kau telah membunuh adik Vladimir," gumamku.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro