CHAPTER 10. BRASOV HUNTERS PACK (1)
Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
"Bangunlah, Alka."
Mataku membuka dan mengerjap cepat, lalu melebar saat menyadari tak berada di kamar, melainkan di sebuah mobil. Melalui ekor mata, kulihat Kane duduk di sebelah kanan, sementara Allan di sisi kiri. Dua orang lagi di bagian depan.
Tubuhku membeku. Allan pasti telah menghipnotisku. Untung aku tak mengganti baju semalam dengan gaun malam. Beruntung pula, minuman bercampur obat penunda heat telah kuhabiskan.
"Kau bisa berbicara, Alka. Namun, kau tak bisa bergerak, kecuali atas izinku," ujar Allan.
"Di mana aku?! Kalian mau bawa aku ke mana?!" bentakku. "Lepaskan!"
"Wow, putrimu sudah mulai galak, Kane," kekeh Allan.
Kane mendengkus. "Persis mamanya dulu. Ia juga membentakku sangat galak saat aku ingin menyentuhnya. Namun, begitu aku memberi dia kenikmatan, kegalakan alpha wanita itu hilang, berubah jadi rintihan dan tangisan."
Allan tertawa bersama Kane. Tangan si pangeran vampir meraba-raba punggungku. Aku membelalakkan mata penuh kemarahan tanpa daya.
"Aku tak sabar untuk menyatukan diri dengan putrimu setibanya kita di kastel, Kane. Nicolas pasti akan senang bila kami bisa memiliki keturunan hibrida," kekehnya.
"Kau beruntung, Alka. Kau berjodoh dengan Pangeran Allan. Ia juga sangat menyukaimu," ujar Kane ke arahku.
Aku benar-benar muak melihatnya. Aku harus keluar dari sini! Mataku berusaha melihat-lihat pemandangan luar jendela. Firasatku berkata sepertinya ini bukan di Spanyol.
"Kita sedang berada di Bukares menuju Transilvania, Alka. Kau akan tinggal di sana, di sebuah kastel, bersamaku, dan keluarga vampirmu yang lain," ujar Allan dengan nada bangga. "Kita akan membangun klan oscuro bersama."
"Aku tak mau jadi vampir! Kembalikan aku ke pack-ku!" teriakku histeris.
"Tidak bisakah dia tenang? Berisik sekali," omel lelaki berkaca mata gelap yang duduk di bagian depan. Ia menoleh ke arahku dengan rahang mengeras sambil memegang gagang kaca matanya.
"Tenanglah, Darius. Jangan lepaskan kaca matamu hanya karena kau terganggu suara kekasih baruku. Aku tak ingin kau mengubahnya menjadi batu," sahut Allan santai.
Darius mendengkus sebelum kembali ke posisi semula. Seorang lagi berambut hitam lurus sebahu berjaket gelap tampak tenang menyetir. Ia fokus menatap ke depan, seakan tak peduli pada kegaduhan.
"Lebih cepat, Victor. Kita tak mau tiba di Hoia Baciu saat menjelang malam. Kau tahu, bukan?" ucap Kane padanya.
Lelaki itu hanya memberi jawaban dengan anggukan. Allan mendesah.
"Para strigoi sungguh pembuat masalah bagi kita. Belum lagi sekumpulan dhampir yang kini jadi pemburu oscuro. Beberapa dari mereka menolak bekerja sama sebagai pelindung moroi lagi," keluhnya.
"Aku rasa para dhampir itu telah bekerja sama dengan pack pemburu vampir setelah kita menculik dan menghipnotis beberapa dari mereka untuk menyerang pack Elorrio. Kuharap Pangeran Nicolas segera membuat rencana baru," imbuh Kane.
"Yang paling menyulitkan bagiku saat ini adalah strigoi. Apa lagi beberapa moroi bodoh sengaja memilih menjadi mereka daripada bergabung dengan kita. Para pengecut itu kini malah menjadikan oscuro sebagai target utama."
"Bagaimana jika orang tuaku mulai terusik akan hal ini, Kane? Tujuan kita memperkuat klan moroi, jangan sampai malah jadi bumerang untuk kita sendiri," ujar Allan.
"Selama Raja Stefan dan Ratu Adriana tak berpikir bahwa kita ingin memberontak, aku rasa tak akan jadi masalah. Dia seharusnya paham, kita melakukan ini semua demi moroi," sahut Kane.
"Kita sudah memasuki Brasov. Apakah kita perlu mampir dulu ke Hunedoara?" tanya Darius.
"Nanti saja, kita langsung ke Cluj-Napoca menemui Nicolas di sana," jawab Allan.
Mataku menatap takjub luar jendela. Pemandangan menakjubkan kota laksana negeri khayalan berpadu dengan hijaunya pegunungan membuatku lupa sejenak apa yang ingin kulakukan sebelumnya.
"Kita mulai memasuki pusat kota. Waspada pada perkumpulan serigala Brasov Hunters," ujar Victor kali ini. Untuk pertama kali, aku mendengar suaranya yang serak.
Semua terdiam. Bisa kurasakan aura ketegangan di antara mereka, terutama setelah melewati rambu jalan menuju Poiana Brasov. Pemandangan pohon-pohon pinus tampak menjulang tinggi dan rapat.
Aku rasa hutan itu akan lebih indah saat musim dingin. Bayanganku tentang jajaran warna merah keemasan pepohonan berpadu dengan putihnya salju mendadak buyar saat kudengar suara riuh dari hujan anak panah yang memelesat ke arah kami.
"Victor, awas!" teriak Kane.
Hampir bersamaan dengan teriakannya, mobil mendadak oleng, diikuti bunyi gemuruh dari ban yang kemudian disusul suara decit saat bergesek dengan aspal. Victor berupaya keras mengendalikan setir.
Segalanya kemudian seperti melambat. Tiba-tiba kembali normal saat mobil terhenti setelah membentur pohon di pinggiran jalan. Darius, Kane, serta Allan buru-buru keluar dari pintu kanan dan kiri, diikuti Victor kemudian.
Aku segera menyusul mereka. Kulihat masing-masing di ban samping kanan terdapat beberapa anak panah yang menancap.
Keempat oscuro tampak waspada memandangi sekeliling. Tak lama terdengar suitan tinggi rendah tiga kali bersahut-sahutan dari balik pepohonan. Mataku menatap tajam ke arah hutan.
Enam pemanah berseragam hitam yang terdiri dari empat pemuda dan dua orang gadis, muncul, berlari sambil bersembunyi di antara pepohonan, melepaskan hujan anak panah ke arah vampir.
Aku bisa mencium aroma serigala dari tubuh mereka. Tercium pula bau amis darah manusia di ujung anak panah.
Kenapa aroma cairan merah itu mengingatkanku pada Cleona dan Ayna? Kendalikan diri, Alka!
Victor tampak merentangkan kedua tangan membentuk lengkungan ke arah derasnya anak panah, hingga meluncur lambat seakan tengah ditahan atau dikendalikan oleh sesuatu. "Menyingkir!"
Para oscuro lain segera sigap masing-masing memelesat, mengamankan diri ke balik mobil. Anak-anak panah pun kembali meluncur deras, menubruk permukaan mobil sebelum berjatuhan ke tanah, usai Victor menurunkan tangan, berkelebat menyusul ikut bersembunyi. Hujan anak panah belum berhenti.
Aku buru-buru memanfaatkan situasi dengan berkelebat menjauh dari para oscuro. Allan terdengar mengumpat, menyadari kecerobohannya. Namun, aku telah berlari cukup jauh dari mereka.
Sementara itu, seorang gadis berambut pirang panjang agak ikal dengan seragam yang mirip dengan pemburu lainnya tampak berlari cepat di antara hujan anak panah. Ia mengejarku.
Sempat bingung dan panik beberapa saat, lariku semakin cepat. Kudengar seruannya sayup-sayup memanggil. Aku sontak memperlambat langkah, hingga berhenti saat merasa cukup aman dan jauh dari oscuro.
Aku berdiri dan berbalik, menunggu gadis itu tiba di dekatku. Kutatap dua pisau serta alat panah yang terselip pada rompi kulit buatan di dadanya, hingga beradu pandang dengan sepasang mata hijau.
"Kau siapa? Dari mana kau tahu namaku?" tanyaku heran.
Aromanya menunjukkan bahwa ia manusia serigala. Dia sangat cantik, bertubuh tegap, sedikit lebih tinggi dariku. Ekspresi serta sikap gadis itu memperlihatkan seseorang yang penuh kepercayaan diri dan beraura kuat.
Dua hal yang tidak aku miliki. Salahkah bila aku diam-diam merasa iri?
"Aku Keana," jawabnya tegas tanpa senyum sambil merapikan rambutnya yang sedikit ikal pirang kecokelatan bertumpuk ke sebelah kanan. "Kau harus ikut denganku. Ini perintah tetua dari Elorrio. Aku akan jelaskan padamu secara rinci nanti."
Mendengar kata Elorrio mengingatkanku akan Arlo dan saudara-saudaranya. "Bagaimana dengan teman-temanmu?" Aku menatap cemas pada Keana.
"Mereka akan baik-baik saja. Aku akan memberi kode mundur pada teman-temanku nanti dan kembali ke pack kami. Ayo, kita harus berangkat sekarang," ujarnya.
Saat membaca pikiran gadis itu tengah mencemaskanku, keraguanku pun sirna. Aku segera mengangguk dan memelesat mengikutinya, membiarkan ia berlari cepat, memimpin memasuki hutan.
Keana berhenti sejenak. Dia melompat dan memanjat salah satu pohon dengan cepat, lalu menaruh rompi berisi pisau serta peralatan panahnya ke salah satu cabang cukup tinggi. Setelah itu, ia segera bergerak gesit turun ke bawah.
Gadis itu kemudian membuat suara siulan pendek tiga kali sebelum mulai berlari lagi. Aku pun lari mengikutinya. Kudengar balasan serupa bersahutan sebelum menjadi hening, berganti dengan derap langkah cepat menyusul dari arah belakang.
Aku menoleh melalui bahu. Enam pemanah itu kini berlarian dalam wujud serigala berukuran sedang.
Mereka tak membawa panah. Apa mereka sengaja meninggalkannya sepertimu?
Keana menoleh cepat ke arahku yang kini berlari di sampingnya. Kening gadis itu berkerut sejenak.
Kau bisa menggunakan komunikasi pikiran tanpa berubah wujud?
Aku bisa memilih siapa yang bisa kuajak berkomunikasi lewat pikiran.
Oh, begitu rupanya. Kami selalu meninggalkan peralatan panah di setiap pohon atau lokasi mana pun yang kami gunakan saat berburu. Itu berguna setiap salah seorang dari kami kehabisan anak panah atau kala membutuhkannya di waktu atau tempat tertentu. Hanya kantung darah yang kami bawa kembali.
Keningku berkerut. Aku rasa itu cukup aneh. Namun, aku memilih tak bertanya untuk saat ini.
Telingaku mendengar suara gemeretak tulang dan sobekan baju. Keana ternyata ikut bertransformasi kemudian.
Ia melanjutkan lari lebih cepat sambil melolong dalam wujud serigala cokelat terang bermata kuning keemasan, berukuran lebih besar daripada yang lain. Serigala-serigala di belakang kami pun membalas dengan lolong yang sama sebelum mempercepat lari mereka.
Alpha wanita? Ia masih kalah besar jika dibandingkan dengan serigala Arlo dan saudara-saudaranya. Namun, tetap saja ada rasa iri muncul lagi di hatiku karena tak bisa berubah wujud seperti Keana.
Mendadak aku teringat mama. Seharusnya diriku pun bisa menjadi alpha. Dengan cepat kubuang perasaan itu jauh-jauh dan memilih ikut berkelebat dengan kekuatan vampir hibrida.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro