Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 1. NOBODY

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Aku memekik lemah setelah cambuk pada hitungan terakhir mengoyak kulitku untuk ke sekian kali. Rasa perih bercampur dengan cairan merah kental yang mengalir dari luka di punggung.

Dua prajurit serigala melepaskan belenggu di kedua tanganku. Lututku gemetar, tak sanggup menopang tubuhku. Aku lunglai, jatuh ke tanah.

Sorak-sorai penghuni Moon Valley Pack terdengar menggempita. Beberapa anak kecil melempariku dengan batu yang mereka temukan di sekitar. Terkadang para orang tua pun turut melempari dan meludahiku, bila aku sedang sial.

"Makhluk terkutuk!"

"Hibrida hina!"

"Anak serigala haram!"

"Pembawa sial!"

"Wanita lacur!"

"Mata Iblis!"

Aku hanya bisa terisak tanpa suara sambil berupaya menyembunyikan wajah dengan kedua tangan. Kubiarkan mereka melakukan apa pun, tanpa melakukan perlawanan.

Vervain yang diminumkan paksa oleh Alpha Ander ke mulutku, ditambah cambuk mengandung cairan wolfsbane dari Beta Dario, membuatku lemah dan tak bisa menyembuhkan diri. Selain itu, aku juga tak bisa membiarkan mereka menyakiti keluargaku.

Jikalau pun nekat melawan, aku tak mungkin mampu menghadapi mereka semua. Tak ada siapa-siapa yang bisa kuandalkan untuk membela.

"Sudah, cukup untuk hari ini! Bubar!" perintah pamanku, Alpha Ander.

Mereka pun bubar, tanpa peduli aku masih hidup atau sudah mati. Hal ini kerap terjadi. Siksaan, hinaan, dan makian, seakan telah menjadi makananku sehari-hari.

Tanganku perlahan mengusap wajah dan mataku yang sedikit nyeri akibat tinju dari gamma. Mulutku mendesis saat meraba bekas pukulannya.

Aku tak tahu persis bagaimana kondisi penampilanku saat ini. Yang bisa kubayangkan adalah sesosok perempuan berambut cokelat terang keriting panjang seukuran pinggang, dengan sebagian rambut diikat membentuk seperti sanggul kecil di atas kepala, dalam keadaan berantakan, kusut masai, tubuh babak belur penuh darah, dan pakaian lusuh yang tercabik. Ditambah lagi sepasang warna mata berbeda, biru dan kuning keemasan, melengkapi penampilan burukku.

Terlahir sebagai hibrida mungkin adalah kesialanku dan juga mamaku. Aku tak pernah menginginkannya, tetapi inilah nasib yang harus kuterima.

Tak ada hasrat di hati untuk menyalahkan wanita yang telah melahirkanku ke dunia. Ia telah berkorban banyak untukku dengan kehilangan posisinya sebagai alpha.

Karena itu, aku rela menerima hukuman atas kelahiran terkutukku. Semua kulakukan demi mama dan adik lelakiku. Paling tidak, aku tahu mereka masih bisa hidup cukup layak dan tak teraniaya.

Perlahan aku bangkit, menahan perih dan nyeri di sekujur tubuhku. Aku mengertak-ngertakkan gigi agar tak mengeluarkan rintihan kesakitan.

Merintih dan menangis keras hanya akan mendatangkan siksaan lebih banyak lagi dari mereka. Belum lagi jika mamaku mendengarnya. Ia pasti akan terluka.

Selama aku bisa menunjukkan aku kuat dan tak merasakan sakit apa-apa, mamaku akan baik-baik saja. Aku tak mau memberi ia alasan untuk meneteskan air mata.

Kakiku melangkah pelan ke arah sungai. Aku harus membersihkan darah di tubuhku. Namun, baru beberapa langkah, aku segera diselimuti kegelapan dan tak ingat apa-apa lagi.

***

Aku membuka mata perlahan. Mataku mengedar ke sekeliling ruangan. Sepasang jendela kayu tertutup rapat tanpa cahaya matahari memasuki celahnya. Susunan isi kamar membuatku sadar aku telah berada di kamarku sendiri.

Terdengar nada protes dari ranjang kayu saat kucoba bangkit dan mendudukkan diri. Tubuhku masih terasa ngilu, perih, dan nyeri. Mungkin karena bekas luka cambuk, tinju serta pukulan atau bisa jadi matras tipis di petiduran membuatku pegal tak nyaman.

Siapa yang membawaku pulang ke rumah? Berapa lama aku tertidur? Tatapanku beralih ke sebuah beker tua yang tak lagi berbunyi. Jarum pendek benda itu pun masih belum bergeser dari posisi hari-hari sebelumnya.

Mungkin aku akan coba mencari benda-benda yang masih bisa dipakai lagi di Desa La Estralla. Aku cukup beruntung saat menemukan matras tipis dan beker tua di desa kecil terlantar itu.

Rasa sesal mendadak muncul saat teringat aku telah mencuri seekor domba milik sepasang penghuni yang tersisa di sana. Wanita dan lelaki berusia senja itu sempat memergokiku kala aku memuaskan lapar dan dahaga dengan mengeringkan dan melahap tubuh hewan peliharaan mereka.

Aku mengingat jelas ekspresi ngeri dan terkejut di wajah-wajah keriput yang menatapku kala aku memperlihatkan gigi taring berlumuran cairan merah. Kepalaku menggeleng. Sebaiknya aku tak kembali. Aku enggan membuat mereka harus hilang ingatan lagi.

Telingaku mendengar suara langkah kaki mendekati kamar. Aku menoleh cepat. Tak lama kemudian, sosok wanita berambut cokelat madu keriting panjang, dengan tubuh lebih terlihat kuat dan berisi dariku memasuki ruangan.

"Kau sudah sadar rupanya." Mata keemasan milik wanita cantik yang pernah menjadi alpha itu lembut menatapku.

"Mama, siapa yang membawaku pulang?" tanyaku seraya mencoba berdiri pelan.

"Elvio," jawabnya singkat menyebutkan nama adik tiriku satu-satunya yang masih belia.

Aku terenyuh mengingat remaja lelaki itu. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan bersembunyi mengawasiku dari jauh daripada bermain dengan anak sebayanya.

Tidak mudah menjadi adik dari seorang hibrida sepertiku. Umurnya pun masih terlalu kecil untuk membelaku di depan para penghuni pack.

Tak jarang ia berusaha melindungiku. Kenekatannya demi menolongku diam-diam kadang sudah cukup membuat kami ngeri. Meskipun begitu, aku bangga adikku memiliki sifat pemberani.

Setelah kejadian yang menimpa mama dulu, ia sempat menikah kembali dengan mate-nya, seorang manusia dari Kota Mosqueruella. Sayang, lelaki satu-satunya yang bisa membelaku itu justru harus tewas di tangan pamanku.

Mama sempat mengamuk dan menantang adik kandungnya bertarung, tetapi ancaman beta terhadap adikku membuatnya tak berdaya. Begitu juga saat pamanku memutuskan tangan kanan mamaku dan membuatnya harus melepaskan posisi alpha pada sang adik. Sejak itu, dia hidup hanya untuk kami. Ia seakan tak peduli dengan hidupnya lagi.

Terkadang hatiku sakit melihat mama yang terbiasa menjadi pemimpin pack, malah diperlakukan seperti budak. Kekuatan mantan alpha itu pun makin melemah setelah kematian mate-nya. Bertahan hidup demi kami, hanya itu semangat tersisa yang ia miliki.

"Ke mana dia?" tanyaku lirih.

"Mencoba mencarikanmu hewan liar di sekitar hutan atau gunung."

"Kenapa Mama biarkan Elvio pergi malam-malam begini?"

"Adikmu keturunan serigala, bukan manusia biasa seperti ayahnya. Kegelapan bukanlah masalah besar bagi kita." Mama kemudian menatapku sendu. "Kenapa tak kau gunakan saja darahku? Kau bisa mengembalikan kekuatan vampirmu dan luka-lukamu bisa segera pulih."

"Sekali saja aku mencicipi darahmu atau manusia lainnya, aku takut tak bisa berhenti dan akan terus tergantung pada itu, Mama. Aku tak mau. Aku tak pernah menyalahkan takdir yang membuatku terlahir sebagai keturunan vampir dan serigala, tetapi aku bisa memilih untuk hidup seperti apa. Menjadi iblis pengisap darah jelas bukanlah pilihanku."

Aku menunduk, tak sanggup melihat cairan bening di matanya. Ekspresi wajahnya terlihat seakan ia tengah menyalahkan diri sendiri.

"Terkadang aku berpikir, mungkin lebih baik jika saat itu kau tak kulahirkan atau kubunuh begitu kau terlahir menjadi hibrida dari makhluk terkutuk oscuro itu," gumamnya.

Aku mendekat dan melingkarkan kedua tangan ke balik punggung mamaku. Kepalaku bersandar di bahunya. "Aku justru berterima kasih kau telah memberiku kesempatan untuk hidup."

Mama ganti memeluk, mengusap-usap punggungku dengan satu tangan tersisa. Tubuhnya sedikit berguncang. Aku tahu, ia menangis tanpa suara.

"Saat ada kesempatan untuk pergi, kau harus melakukannya. Jangan pernah menengok ke belakang. Pikirkan dirimu saja. Mama dan Elvio aman di sini," bisiknya serak.

Aku menggeleng sambil merenggangkan tubuh, lalu menatapnya. "Jika aku harus pergi, Mama dan Elvio harus ikut denganku."

"Pack mana yang mau menerima serigala cacat sepertiku? Elvio pun belum sekuat keturunan alpha lainnya. Kami hanya akan menjadi beban," jawabnya.

Aku menggenggam erat tangan kirinya. "Aku tak akan pernah meninggalkan kalian. Tidak akan."

"Kau harus, saat kau bertemu mate-mu. Berjanjilah, kau harus ikut dengannya."

***

Tubuhku sedikit bertenaga berkat darah kambing gunung yang dibawakan Elvio semalam. Mama pun telah memanggang sisa tubuh hewan liar itu untuk makan malam kami.

Cahaya menyilaukan memasuki celah jendela. Suara burung-burung terdengar bersahutan di sekitar hutan. Aku bangkit dari pembaringan.

Kulihat Elvio masih tertidur pulas di ranjang dengan hanya memakai jin pendek yang telah usang. Sisa daging kambing liar masih terpanggang di atas bara perapian yang hampir padam.

Ada keberuntungan tersendiri memiliki rumah yang memencil dan agak jauh dari penghuni pack lain. Aku bisa menikmati sedikit kesunyian tanpa gangguan.

Sejak melepaskan posisi sebagai alpha, mama membawaku dan Elvio meninggalkan bangunan utama untuk tinggal di cabin yang sempat dibangun oleh mate-nya dulu, saat wanita itu tengah mengandungku.

Bangunan kecil dari kayu bertiang balok itu tadinya khusus dibuat untukku. Mama dan mate-nya sengaja berjaga-jaga jika pack tak menerima kehadiranku. Beruntunglah, mereka telah mempersiapkan segalanya.

Karena aku, mama menderita kehilangan mate dan Elvio juga harus berpisah selamanya dari papa kandungnya. Aku tak punya hak menuntut lebih banyak dari mereka. Dalam doaku hanya satu permintaanku pada Dewi Bulan, itu pun bila dia masih menganggapku layak meminta padanya. Semoga mate yang akan ia kirimkan padaku bisa melepaskan kami dari tempat ini.

Aku tidak ingin Elvio tumbuh di pack dengan penghuni yang kerap merendahkannya. Setidaknya aku berharap ia akan menikmati posisi sebagai putra mantan alpha. Remaja lelaki itu seharusnya layak mendapat rasa hormat dari mereka atas kerja keras mama dulu.

Mungkin nanti ketika Elvio berumur lebih dewasa, ia akan lebih kuat untuk bisa melindungi diri sendiri. Saat ini, kami hanya bisa memintanya bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk mengambil alih kembali posisi mama.

"Ada pencuri!"

"Bunuh pencuri itu!"

Aku sontak menelengkan telinga. Suara-suara teriakan makin ramai bersahut-sahutan.

Mama, kau di mana?

Alka! Jika kau mendengarku sekarang, lekas pergi!

Tidak, Mama! Kau di mana?

Mama akan segera pulang! Kau harus bersiap-siap!

Mataku kemudian membulat saat melihat mama beberapa saat kemudian tergopoh-gopoh muncul dari luar.

"Ada yang mencuri makanan dari dapur pack! Mereka pasti akan menyalahkan kita! Kau harus pergi, Alka!"

Wajahku mungkin saat ini sepucat kapas. Aku menggeleng keras. "Kita tak bersalah, Mama! Aku tak akan meninggalkanmu dan Elvio!"

"Alka! Kau tahu bagaimana mereka, bukan? Tak peduli bersalah atau tidak, kau hanya akan menjadi sasaran kemarahan pack ini!"

"Ada apa, Mama?" Elvio terbangun sambil mengucak mata. Beberapa gelang tali yang menghiasi lengan kanannya bergoyang.

Ia segera bangkit dari pembaringan dan menghampiri kami. Rambut ikal cokelat terang miliknya tampak berantakan. Mata abu-abu remaja tanggung itu menatapku dan mama bergantian.

"Elvio, ikut kakakmu pergi dari sini, sekarang!"

Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan air mata mulai menetes tanpa permisi. "Tidak, Mama! Kau dan Elvio harus ikut denganku!"

"Kau tak akan bisa membawa kami berdua! Aku akan menghalangi mereka sekuatnya. Kalian harus pergi ke Mosqueruela. Cari Paman Ernesto, adik papa Elvio. Bawa cincin ini, kau bisa menjualnya." Mama memaksa tanganku untuk menggenggam cincin pemberian mate-nya. "Aku sungguh tak ingin kalian ke sana, tapi aku tak punya pilihan lain. Berhati-hati dengannya!"

Tanpa menunggu jawabanku, ia segera mendorong kami pergi. "Lekas lari, Alka! Selamatkan dirimu dan Elvio!"

Kami tak punya pilihan lain selain segera kabur meninggalkan mama. Air mataku mengalir deras saat memelesat secepat mungkin membawa Elvio dengan kekuatan vampirku.

Mama, aku akan kembali! Tunggu aku!

Tetaplah hidup, Alka, Elvio! Mama mencintai kalian!

***

Holaaaa, kita berjumpa lagi di kisah Arlo kali ini. Yeay! Saya harap kalian suka. Karakter Arlo dan Alika menurut saya agak sedikit membuat saya berhati-hati menuliskannya. Saya harap itu akan sampai dan menyentuh hati kalian. Hehehe.

Kisah ini akan saya update seminggu sekali berbarengan atau bergantian dengan Aleronn Series 4. Semoga kalian bisa bersabar menunggu setiap update dan menikmati perjalanan cerita mereka.

Seperti biasa, tanpa banyak kata, vote dan komen saya harapkan. Kritik dan saran saya persilakan.

Nos vemos <3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro