Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Memahami

Bila habis sudah waktu ini tak lagi berpijak pada dunia
Telah aku habiskan sisa hidupku hanya untukmu
Dan telah habis sudah cinta ini tak lagi tersisa untuk dunia
Karena telah kuhabiskan sisa cintaku hanya untukmu

"Hai Raz," Sapa Rissa kala lagu berhenti selesai diputar. Arraz pun mematikan semacam pemutar musik di tangannya.

"Lo belum balik?" Tanya Arraz.

"Belum,"

Lalu hening beberapa detik hingga Rissa kembali membuka suara, "Raz,"

"Apa?"

"Cinta banget ya sama Ivanka?" Tanya Rissa.

"Menurut Lo?"

"Apa sih kelebihan Ivanka Raz?"

"Buat apa nanya-nanya?" Tanya Arraz balik.

"Ya nanya aja. Gak boleh?"

"Nggak. Udah gue bilang Lo gak akan bisa gantiin Ivanka sampai kapanpun." Balas Arraz ketus, lalu memasuki kamarnya diikuti Rissa.

"Iya deh iya," Jawab Rissa akhirnya, ia juga bosan berdebat soal Ivanka terus. "Eh Raz, malam mingguan yuk. Masa dirumah aja sih kayak jomblo aja," Ajak Rissa.

"Gue kalau Minggu biasanya ke hotel, Lo mau gue ajak ke hotel?"

"Wah nakal juga ya kamu," Rissa berkomentar.

"Itu mah biasa kali, zaman sekarang. Gimana? Lo mau?"

" Nggak ah, ntar aku hamil kamu emang mau tanggung jawab? Kalo mau tanggung jawab sih gak apa-apa, kuy aja aku mah,"

"Dasar otak mesum! Ke hotel Lo pikir ngapain? Bisa aja dinner, atau memang ada teman-teman gue yang buat acara disana."

Rissa malu sendiri, dasar Arraz bisa juga dia ngerjain gue, pikir Rissa.

"Yaudah yuk ikut malam mingguan versi aku, mau gak? Daripada dirumah terus gini, apa gak bosan?"

Arraz diam saja, terlihat tengah berpikir. Rissa tak mau menunggu lama, ia membuka lemari Arraz dan mengambilkan Arraz jaket, tanpa memperdulikan Arraz yang sudah memakinya karena mendengar suara pintu lemari berderit.

"Ayo cepat ntar keburu malam," Rissa membantu Arraz memakai jaket lalu membantunya berjalan keluar rumah.

"Tunggu disitu sebentar." Perintah Rissa. Lalu ia menstarter motornya dan meminta Pak Karto membantu Arraz menaiki motornya, karena ia akan membonceng Arraz.

"Pegangan yah, aku mau ngebut." Titah Rissa kala motornya sudah membelah jalanan komplek tempat Arraz tinggal. Ia terkekeh sendiri karena kalimat itu harusnya si laki-laki yang bilang, dan baru kali ini ia membonceng laki-laki, harusnya kan perempuan yang di bonceng.

Rissa juga mengambil lengan Arraz dan melingkarkan di perutnya, "Pegangan Raz,"

Arraz terlihat enggan, juga canggung.

"Gak apa-apa Arraz. Aku udah mandi kok, wangi kan aku, gak bakal alergi juga pegang pegang aku," Paksa Rissa mengambil tangan Arraz sebelahnya lagi seraya terus mengendarai motornya.

Hingga sampailah mereka di tujuan, sebuah taman yang tidak jauh dari rumah Arraz. Malam Minggu seperti ini cukup ramai, baik dengan orangtua yang mengajak bermain anak-anaknya atau para pasangan remaja yang sekedar duduk-duduk disana.

Rissa menuntun Arraz, tepatnya bukan menuntun karena tangannya mendekap tangan Arraz dengan tubuh menempel pada Arraz. Seolah menunjukkan Arraz adalah miliknya. Tidak lupa seraya memberi instruksi pada Arraz untuk berjalan.

"Ngapain sih Ris nempel-nempel gini?" Tanya Arraz merasa risih.

"Kamu gak tau sih, tuh banyak cabe-cabean lihat kamu kayak orang kelaparan gitu. Makanya aku klaim kamu sebagai milik aku Raz. Huh pasti kamu risih banget deh kalau lihat mereka."

"Terserah!" jawab Arraz malas.

Sebenarnya mereka semua melihat Arraz mungkin karena aneh, Arraz memakai kacamata hitam malam-malam begini. Tapi untuk meminta Arraz membuka kacamata hitamnya Rissa takut membuat Arraz tersinggung.

"Duduk dulu sini, aku beliin makanan ya." Titah Rissa. "Mau makanan yang asin-asin apa manis-manis?" Tanya Rissa.

"Manis deh," Jawab Arraz setelah berpikir sebentar.

"Makasih Raz," Jawab Rissa tertawa kecil, lalu cepat pergi dari sana, sebelum Arraz semakin kesal.

Tidak lama kemudian Rissa kembali, membawa satu porsi tahu gejrot untuknya serta satu gulali besar berwarna pink untuk Arraz.

"Apaan nih?" Arraz meraba-raba makanan yang ia terima. "Ya gak gulali juga kali, Lo sih bener-bener!" Omel Arraz.

"Ya abis kamu bilang mau makanan yang manis, kan yang manis itu sebenarnya aku Raz," Jawab Rissa bercanda.

Arraz sudah lelah berdebat dengan manusia satu ini, lalu terpaksa ia memakan gulali miliknya dan mengabaikan Rissa yang semakin ngawur.

"Eh, Lo seharian dirumah gue. Gak balik-balik, apa gak dicariin orangtua Lo?" Tanya Arraz penasaran.

Harusnya Rissa bisa menjawab dengan bercanda lagi, dia kan bukan anak kecil yang main lalu dicari orang tuanya, tapi entah mengapa ditanya seperti itu membuat bulu roma Rissa meremang, ditambah dengan semilir angin malam di taman itu membuatnya begitu mellow. Tangan kanannya yang memegang garpu yang sudah menusuk potongan tahu gejrot menggantung begitu saja di udara.

"Oh, Lo ngekos ya, gak tinggal bareng orang tua Lo. Emang orang tua Lo orang mana?"

Entah Rissa harus senang atau bagaimana Arraz mulai mau membuka pembicaraan dengannya, tapi mengapa dengan pertanyaan semacam ini?

"Rissa?" Panggil Arraz karena Rissa tidak kunjung menyahut.

"Aku gak punya orang tua Raz," Jawab Rissa parau, ya ia memang begitu sensitif tentang orang tuanya yang bahkan tak pernah ia lihat seumur hidupnya.

***

"Aseeekkk, yang pulang malam mingguan," Sambut Amel kala Rissa baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga paling atas lantai dua rumah kos yang ia tempati.

"Wah bawa apa tuh Kak?"

"Wangi-wanginya sih martabak nih!"

"Tumben Ris bawa oleh-oleh,"

Melihat Rissa membawa bungkusan ketiga gadis berbeda-beda usia itu langsung heboh. Rissa memilih tidak langsung masuk kamar, ia pun bergabung dengan Amel, Sinta, dan Novia yang tengah menonton tv. Lalu menyodorkan martabak yang dibawanya ke pangkuan Sinta. Sedangkan ia mengambil posisi duduk di sofa di sebelah Amel. Sinta dan Novia yang duduk di karpet sudah sibuk dengan martabak yang dibawa Rissa.

"Dari mana Lo?" Tanya Amel lalu menggigit potongan martabak yang baru diberikan Sinta. "Tumben Zidan bawain oleh-oleh, biasanya kan dia pelit."

"Zidan? Siapa yang jalan sama Zidan." Jawab Rissa. "Lagian dia gak pelit kok, gue nya aja yang gak banyak minta sama dia."

"Ceilah mantan dibelain terosss. Belum move on mbak?" Sahut Amel.

"Yeh, kan Lo duluan yang bahas Zidan."

"Oh iya sih, hehe. Lagian dia kemaren nanyain Lo ke gue tuh. Makanya gue pikir kalian jalan bareng."

"Nanyain gue?"

"Iya waktu abis makan siang itu, kan Lo langsung cabut tuh dari kantor. Dia nanyain Lo soal kasus Lo itu? Di pecat gak, di pindah kemana? Gitu deh." Amel menjelaskan.

"Oh," Jawab Rissa.

"Kok Oh doang sih, dia gak ada hubungin Lo emang? Gue lihat dari gelagatnya sih khawatir banget sama Lo Ris. Mau ngajak balikan kali."

"Mana mau dia sama cewek ceroboh kayak gue Mel." Jawab Rissa lemah. "Orang satu kantor dah tau kebodohan gue kemarin kayak apa, ya kali Zidan yang gengsinya setinggi langit itu malah ngajak balikan. Jatuh dong reputasinya sebagai pegawai teladan di kantor."

"Ya gak gitu juga kali Ris, namanya manusia pasti gak luput dari kesalahan. Tapi gue juga gak menyarankan Lo balikan sama dia sih, sok perfeksionis, pelit lagi."

"Husshh, jangan gitu." Rissa mengingatkan Amel yang memang kurang menyukai Zidan.

"Emang dia pelit kan Ris, coba selama pacaran 5 bulan sama dia, ada sesuatu yang dia kasih buat Lo? Mana? Gak ada kan?" Amel membela diri. "Kalah Lo sama Via, lihat tuh isi kamarnya pemberian pacarnya semua, boneka, tas, baju, sepatu, banyak deh." Lanjut Amel menunjuk Novia yang mengangguk membenarkan.

Zidan. Senior staff bagian IT yang satu kantor dengan mereka. Sempat berpacaran dengan Rissa selama 5 bulan lamanya. Dan sudah hampir 2 bulan ini hubungan itu kandas. Rissa yang mengakhiri, alasannya Zidan terlalu sempurna baginya. Ia merasa tidak sepadan dengan Zidan yang merupakan primadona kantor. Selain itu Zidan yang banyak menuntut juga membuatnya tak nyaman.

Sebenarnya Zidan menuntutnya ke arah positif, seperti meningkatkan kinerja, memperbaiki penampilan, menjalani pola hidup sehat dll. Tapi bukankah itu berarti tidak menerima Rissa apa adanya? Awalnya Rissa cukup menerima sikap Zidan yang seperti itu, tapi lama kelamaan ia merasa ribet juga karena tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Yang ada ia merasa Zidan semakin sempurna sementara dirinya tak ada kemajuan. Jadilah ia memilih mengakhiri hubungannya dengan Zidan.

"Terserah Lo Mel, Lo sendiri kebanyakan milih. Makanya jomblo terus!" Ejek Rissa.

"Seleksi itu Ris namanya," Bantah Amel.

Lalu mereka kembali sibuk dengan acara tv didepannya, sedangkan Rissa, pikirannya kembali menerawang pada kejadian hari ini, khususnya malam tadi. Sambil memeluk bantal sofa ia memejamkan mata kembali merasakan kebersamaannya bersama Arraz.

Setelah makan siang bersama Arraz, ia di usir Arraz, beralasan ingin berisitirahat. Lalu Rissa menghabiskan waktunya bersama Bi Mirna dan Pak Karto, mengobrol banyak sekaligus mengorek informasi tentang Arrazi.

Bi Mirna dan Pak Karto banyak bercerita, tentang Pak Dito yang jarang pulang karena punya istri baru. Tentang ibu tiri Arraz yang juga sibuk dengan dunia sosialita-nya, arisan sana-sini bahkan ke luar negeri. Makanya rumah sebesar ini selalu sepi, dan hanya di isi Bi Mirna, Pak Karto dan Arraz tentunya.

Tentang Arraz yang selama ini sering dijodohkan oleh Ibu tirinya bahkan saat sedang menjalani hubungan dengan Ivanka. 

Tentang kecelakaan yang menimpa Arraz dan membuatnya kehilangan Ivanka.

"Dulu tuh waktu den Arraz belum kecelakaan dan buta, Nyonya Tantri perhatian banget sama dengan Arraz, ya paling nyebelinnya itu suka jodoh-jodohin den Arraz. Tapi dengan Arraz ya pura-pura aja ikutin maunya Nyonya, soalnya udah dia anggap ibu kandungnya sendiri."

"Jadi Nyonya Tantri itu sepupu dari Almarhumah Ibu kandung den Arraz, Nyonya Maya. Nah rumah ini, itu hadiah dari orang tua Nyonya Maya. Orangtua Nyonya Maya itu yang paling kaya-raya diantara saudaranya. Anak satu-satunya itu ya Nyonya Maya, sayang sekali dia memilih meninggalkan den Arraz dan Ayahnya dan nikah lagi sama laki-laki lain. Dan sekarang katanya sudah meninggal, terus Pak Dito menikahi Nyonya Tantri ini deh."

"Ya bukannya saya suudzon sih Non, tapi sepertinya Nyonya Tantri ini punya niat buruk sama Pak Dito dan Den Arraz. Seperti ada maunya gitu non, gak tulus dengan keluarga ini. Buktinya den Arraz terpuruk dia sibuk pergi jalan-jalan ke luar negeri."

Rissa hanya mendesah kecewa dalam hatinya, padahal maunya mengorek informasi soal Arraz. Seperti, apa hobinya, makanan kesukaannya, kebiasaan buruknya, atau apapun itu. Tapi yang ia dapat malah masalah rumit keluarga atasannya yang kejam itu, Pramudito. Yang tentu saja tidak ia begitu pahami, karena menurutnya tidak penting.

Yang penting sekarang adalah Arraz. Entah mengapa ia merasa Arraz tidak seburuk yang ia pikir. Arraz hanya butuh teman bicara, sedangkan Arraz hanya seorang anak tunggal yang kedua orangtuanya sibuk. Pantas saja Pak Dito memintanya untuk memberi support pada Arraz. Nyatanya memang Arraz sangat membutuhkan itu.

Namun ada tugas dari Pak Dito yang sepertinya mustahil ia selesaikan, dan bahkan kata-kata pak Dito masih terekam jelas dalam ingatannya.

"Buat Arraz melupakan Ivanka, kalau perlu buat dia mencintai kamu. Yang penting dia tidak lagi stuck dengan wanita itu dan mau bangkit dari keterpurukannya. Setidaknya, alihkan perhatiannya sampai ia bisa melihat lagi."

TBC


Terima kasih banyak, yang sudah mampir baca, kasih vote dan komentar ..

Updatenya panjang terus nih, selagi ide lancar jaya .. yang siders gak kasian apa aku ngetik panjang gini kalian gak vote dan komen huhu..

Happy reading, see you 💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro