Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 16:

Mark tidak bisa menjelaskan apapun tentang alasannya marah ke Rui pada mamanya yang berceloteh---memberikan banyak wejangan---yang hanya bisa Mark jawab dengan anggukan, iya dan maaf.

"Temui Rui, selesain masalah kalian. Kalian gak bakal berbaikan kalau salah satu dari kalian terus melarikan diri, terutama kamu Mark, kamu kepala keluarga di keluarga kecilmu, kamu yang menentukan segalanya." Mizu menatap tajam Mark. Di depan ibunya, pria itu hanya seperti remaja puber sekarang, nyalinya juga ciut seperti anak kecil.

Mizu lantas pamit sedangkan Mark masuk ke kamar yang dulunya pernah menjadi kamarnya sewaktu remaja. Sesekali jika ia dan Rui menginap di sini mereka juga akan tidur di sana, namun itu sudah cukup lama mengingat jarak antara rumah Mark dan orang tuanya tidak begitu jauh.

Gelap. Visual pertama yang Mark lihat ketika membuka pintu, dengan hanya pencahayaan sederhana dari lampu tidur yang menyala di atas meja.

Hening. Atmosfer juga tak begitu bagus, ada wewangian yang nampaknya digunakan sebagai pertolongan pertama pada Rui yang tadi sempat pingsan. Mizu sudah menceritakannya dan mereka semua tahu kalau selain karena kondisi tubuh, Rui memang mudah pingsan jika terlalu larut dalam sebuah emosi negatif.

Mark duduk di sisi ranjang, menatap istrinya yang tubuhnya dibungkus selimut. Mark berusaha untuk lebih fokus memperhatikannya. Napas wanita itu nampak tenang dan teratur, damai tapi juga lelah.

Kalut hati Mark seketika. Pria itu kembali mengingat kejadian sebelum ia kemari, kejadian di mana dia melihat beberapa anggota inti Arionist, lagi-lagi bertemu tanpa sepengetahuannya.

Arionist sudah membatasinya dan Mark terlampau kecewa dengan kenyataan Rui yang mengkhianati organisasi. Mark tak tahu harus berdiri diposisi mana, keduanya menyakitkan.

Mark tak bisa mengkhianati Arionist tapi ia juga tidak bisa meninggalkan Rui yang merupakan istrinya sendiri.

Lantas, hanya helaan napas panjang yang Mark uraikan ke udara sebelum kemudian mencoba untuk tidur.

Berikutnya pagi datang dengan Rui yang disambut tangan Mark yang memeluknya.

"Mark?" Dibandingkan kaget karena keberadaan Mark yang entah sejak kapan, Rui lebih kaget karena suaranya yang hampir tidak keluar juga dengan kepala yang agak pusing. Ia tidak makan semenjak kejadian itu, wajar saja sehingga Rui langsung mencoba bangun, menyingkirkan tangan Mark dari perutnya dengan pelan agar pria itu tak terganggu dan pergi ke dapur.

Tenggorokan lega usai meminum segelas penuh air putih. Rui melihat sekeliling, berbeda dengan rumahnya, rumah kedua orang tuanya Mark terasa lebih ramai mungkin sebab ada beberapa pelayan yang ikut tinggal di sana.

Rui sontak mengelus perutnya, masih rata tapi wanita itu percaya ada kehidupan yang akan berkembang di sana. Memikirkannya saja membuatnya bahagia, suatu hari anak itu akan menjadikan rumah mereka ramai, Rui tak lagi sendirian ketika Mark mesti pergi bekerja.

"Rui, hari ini kita periksa ke dokter ya," ucap Mizu yang tiba-tiba datang, ia tersenyum menyapa membuat Rui ikut balas tersenyum dan mengangguk.

"Mana Mark?" tanya Mizu kemudian, wanita itu takut Mark malah pergi tanpa pamit karena masih marah pada istri nya ini.

"Masih tidur, Ma. Rui tidak tega membangunkan … nya–" Rui melihat Mark yang tiba-tiba datang. 'Sejak kapan dia bangun?' Rui bertanya dalam batin.

"Rui … pusing," ucap Mark. Ia langsung memeluk Rui dari belakang dan menyembunyikan wajahnya diceruk leher istrinya itu.

Tunggu dulu, Rui tidak bisa memahami apa yang terjadi kini. Terlalu cepat, Mark bukannya marah padanya tapi kenapa sekarang malah manja sekali? Ini bukan seperti Mark tapi seperti … dirinya?

Rui melirik Mizu yang dari tadi masih di sana. Sontak saja wajahnya memerah bersamaan dengan rasa malu yang melambung tinggi sebab Mama Mizu hanya tersenyum dengan penuh arti, selanjutnya karena merasa mengganggu momen pasangan ini Mizu berlalu begitu saja dengan Rui hanya bisa nge-blank, masih keheranan.

"Kepalaku rasanya mau pecah …," ucap Mark. Rui hanya mendengarkan dan mengelus kepala Mark dengan sayang, ia juga bergerak perlahan hingga Mark bisa duduk di kursi pantri.

"Mau aku ambilkan obat atau minum?" tanya Rui. Mark menolak dengan gelengan tanpa melepaskan pelukannya.

Di sisi Mark, kepalanya benar-benar terasa sakit, bahkan sejak baru bangun tadi dan menyadari tidak menemukan Rui di sampingnya.

Cukup lama mereka berada di posisi itu, hingga sebuah suara datang membuatnya kesal hingga merasa ingin muntah.

"Oh lihat! Putra dan menantuku malah bermesraan di dapur kediaman orang tuanya!"

Menurut Mark, suara Papa Ziel seratus kali lebih mengesalkan dari pada biasanya. Mark langsung menutup mulutnya dan berlari ke toilet secepat mungkin. Selanjutnya, kalian tau apa yang terjadi.

***

Yappleich: jujur, aku senang lihat Mark ngidam😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro