Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20

Untuk pertama kalinya, Angga dan Arin bisa pergi bersama tanpa ada Rian yang mendampingi mereka. Rencananya, mereka akan pergi nonton film yang Arin inginkan sejak lama.

"Mau pesen tiket apa?" tanya seorang penjaga tiket dan Arin kembali memastikan nama film yang akan dia tonton.

"Jarak dan waktu, Mbak. Dua tiket."

"Baik, untuk jamnya mau yang jam berapa Mbak?"

"Jam sekarang aja."

"Baik, jarak dan waktu, dua tiket, jam sekarang ya. Semua totalnya 120 ribu, Mbak."

Mendengar nominal yang pekerja itu katakan, Arin langsung membuka dompetnya yang sedari tadi dia pegang dan mengeluarkan uang sebesar 150 ribu dari sana. Namun, saat tangannya ingin menyodorkan uang tersebut. Ada tangan lain yang mendahuluinya.

Wajah Arin menoleh mendapati Angga tengah tersenyum ke arahnya. "Biar gue aja."

"Ih, nggak usah. Biar aku aja. Anggep aja aku traktir kamu."

"Nggak usah, biar aku aja. Uangnya kamu simpen ya."

Karena tidak mau mengulur waktu, Arin membiarkan Angga untuk membayar tiket yang mereka pesan dan langsung mencari tempat duduk untuk menunggu teater terbuka.

Bioskop hari ini cukup ramai sehingga mereka kesusahan untuk mencari tempat duduk. "Tempat duduknya penuh semua, kita berdiri aja ya," ucap Arin yang langsung dibalas anggukan oleh Angga.

Di tengah kegiatan menunggu, Arin dan Angga memutuskan untuk bercerita tentang banyak hal terlebih lagi tentang Mila, Ibu Angga yang tengah berjuang untuk sembuh di luar negeri.

"Jadi, mama kamu gimana kabarnya?"

"Baik kok, setiap hari papa aku kirimin video perkembangan mama aku selama di sana. Kamu mau liat?" Angga merogoh kantung celananya untuk mengeluarkan ponsel dari sana. Namun sebelum sempat melihatkan video ibunya, suara panggilan teater tempatnya dan Arin tonton sudah terbuka.

"Eh, itu teater kita udah bisa masuk. Yuk, masuk dulu. Kita liatnya di dalam aja," ajak Arin sembari menarik tangan Angga untuk mengikutinya.

Keduanya berbaris rapi untuk masuk ke dalam teater, Angga berdiri di belakang Arin untuk menjaga perempuan itu. Arin yang menyadari hal tersebut langsung menoleh dan melayangkan senyumannya ke arah Angga.

"Tiketnya, Mbak," ucap penjaga teater kepada Arin yang langsung memberikan dua tiket miliknya dan akhirnya mereka berdua bisa masuk ke dalam teater.

Setelah berjalan cukup jauh, keduanya sampai di kursi yang mereka pesan. Tempatnya paling ujung dan Arin memutuskan untuk duduk di sana, tepat di sebelah tangga dan Angga duduk di sisinya.

Cukup lama mereka menunggu film dimulai sehingga keduanya kembali melanjutkan perbincangannya di luar. Angga memperlihatkan video-video yang ayahnya berikan kepada Arin. Perempuan itu tersenyum setelah melihatnya.

"Mama kamu hebat banget ya," ucap perempuan itu dengan penuh haru. Sebelumnya Mila hanya bisa menggerakkan jarinya, kini perempuan paruh baya itu sudah bisa menggerakkan penuh tangannya.

"Iya, aku aja nggak nyangka, mama bisa sehebat itu."

Tiba-tiba, lampu teater mati yang mengartikan bahwa film akan dimulai. Angga memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan mulai fokus pada layar di depan mereka.

Film bertemakan hubungan jarak jauh itu berhasil membuat Arin meneteskan air matanya, Angga yang melihat hal itu tidak bisa tinggal diam dan langsung merangkul tubuh kecil milik Arin.

Elusan halus pria itu lakukan di sudut bahu Arin yang terus menangis pelan.

"Udah dong, jangan nangis gitu," bisik Angga menenangkan.

Arin kemudian mengusap air matanya yang terus mengalir dan berusaha untuk tetap tenang.

Setelah satu jam berlalu, Arin sudah berhenti menangis dan mulai menikmati film. Tangan Angga masih merangkulnya dengan nyaman dan Arin tidak mempermasalahkan hal itu.

Beberapa kali, Angga mencuri pandang ke arah Arin yang begitu fokus menonton. Pria itu kemudian mendekatkan diri kepada Arin dan berbisik ke telinga perempuan itu. "Aku pengen nunjukin sesuatu."

Arin menoleh dan menggerakkan bibirnya seakan bertanya maksud ucapan Angga. Dia tidak mau mengganggu orang lain dengan membuat kebisingan.

Bukannya menjawab, Angga malah mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Arin menunggu dengan penuh penasaran dan setelah melihat apa yang Angga ketik, perempuan itu terkejut dan menatap kembali wajah Angga yang tengah tersenyum manis ke arahnya.

"Beneran?" tanya Arin pelan dan Angga menganggukkan kepalanya.

Tulisan yang ada di layar ponsel Angga adalah pernyataan cinta dari pria itu untuk Arin. Dia tidak berani untuk mengatakannya langsung dan memutuskan untuk melakukan hal tersebut.

"Gimana? Kamu mau nggak jadi pacar aku?" tanya Angga lagi, tidak ada rasa malu di benaknya sekarang. Dia hanya ingin Arin menjawab walaupun dia sendiri tidak tau Arin akan menjawab apa.

"Iya, aku mau."

Layar bioskop yang masih menampilkan film tersebut diabaikan oleh Angga dan Arin yang tiba-tiba berpelukan dengan erat. Keduanya begitu bahagia dengan status baru mereka. "Makasih ya, Rin," bisik Angga yang langsung dibalas Arin dengan anggukan.

Film berakhir dengan adegan romantis dari kedua pemeran utamanya, Arin begitu puas setelah menonton film tersebut. Sepanjang menonton, tangannya terus mengait di lengan Angga dan sesekali menyandar di bahu lebar milik pria itu.

Tentu, Angga menyukai hal tersebut bahkan pria itu juga mengusap lembut tangan Arin yang ada di lengannya. "Udah selesai nih filmnya, kita mau kemana abis ini?"

"Hmm, kemana ya," ucap Arin sembari berpikir sejenak. Mereka tengah berjalan keluar dari bioskop dengan tangan saling menggenggam. "Kita makan aja yuk."

"Boleh."

Di tengah perjalanan menuju sebuah restoran, tiba-tiba ponsel Arin berdering dan perempuan itu langsung memeriksanya. Ternyata yang meneleponnya adalah Rian.

"Iya, Mas. Kenapa?"

"Kenapa belum balik sih?" tanya Rian dengan suara yang sedikit keras dan membuat raut wajah Angga berubah. Arin yang menyadari hal itu terdiam karena bingung harus melakukan apa. "Lo denger suara gue nggak sih!"

"Iya, iya, denger, Mas."

"Terus, kenapa nggak jawab!"

"Ya maaf."

"Lo sekarang sama Angga kan? Kasih hape lo ke dia."

Arin sedikit kebingungan saat Rian ingin berbicara dengan Angga, dia takut pria itu akan marah pada Angga. "Buat apa, Mas?"

"Nggak usah banyak tanya deh lo. Kasih aja."

Dengan ragu, Arin menyodorkan ponselnya kepada Angga. "Mas Rian mau bicara sama kamu."

Keduanya bertatapan cukup lama sebelum akhirnya Angga mengambil ponsel berwarna silver tersebut dan menempatkannya di telinga kanan. "Halo."

"Lo balik nggak sekarang! Kalau nggak balik, jangan harap gue bakal izinin lo sama Arin!"

"Iya, iya. Bentar lagi gue balik."

"Buruan!"

Angga menghela napas setelah selesai berbicara dengan Rian, dia menghargai pria itu karena terlebih dahulu dekatdengan Arin tetapi semakin lama kelakuannya membuat Angga kesal. "Mending kita balik sekarang deh, aku takut Rian makin marah."

"Ih, kok balik sekarang sih!" balas Arin tak terima harus pulang secepat itu, dia ingin jalan-jalan sebentar atau sekedar makan bersama Angga.

"Nanti kita jalan lagi ya kapan-kapan, sekarang kita balik dulu," bujuk Angga dengan lembut. Mau tak mau, Arin menerima ajakan pria itu untuk pulang.

***





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro