Checkpoint B
Kepada
Komandan Pasukan Panah Cinta
Kapten,
Skip basa-basi! Ada yang sudah petakilan melepaskan dua panah cinta. Satu ditembakkan ke Rayn, buat cewek misterius; dan satu lagi ke aku, buat cewek berlesung pipi!
Siapa pelakunya? Anak buahmu atau ... jangan-jangan kamu sendiri? Mengingat kamu masih bocah tembem berperut buncit yang suka main panahan, aku curiga dong.
Bilang kamu enggak sengaja! Sebagai teman, aku enggak akan mengajukan protes resmi kepada Jendral C. Bisa-bisa kamu dipecatnya. Tahu sendiri, Jendral C saklek dengan prinsip: sabar, good timing is everything; fokus, satu target yang terkunci lebih baik ketimbang banyak sasaran karena matamu jelalatan. Jelas kamu sudah melanggar prinsipnya dalam kasus Rayn dan aku.
Rayn kena panahmu saat aku enggak ada di dekatnya. Dan aku dipanah untuk cewek yang jauh dari jangkauan. Iya berlesung pipi, terima kasih sudah ingat itu. Tapi kelas 11 dan penerima beasiswa Darmawangsa waktu SMP. Ya ampun, Kapten! Kamu ngeledek aku atau enggak konsen gara-gara popokmu bocor?
Sudah telanjur. Kamu harus bertanggung jawab menuntaskan apa yang sudah kamu mulai. Pastikan kamu panah juga cewek-cewek itu untuk aku dan terutama untuk Rayn. Enggak ada maaf buat kamu kalau dia sampai patah hati.
Aku selalu kepikiran, bisa enggak Rayn jatuh cinta. Biasanya kan cinta turun dari mata ke hati. Lalu Rayn gimana? Akhirnya, Rayn tertarik sama cewek dengan caranya sendiri. Ajaib banget. Aku enggak akan tinggal diam. Harus kutemukan dia untuk Rayn, biarpun datanya minimalis.
👉Bedak bayi. Merek apa? Aku kenal beberapa merek bedak bayi yang pernah dipakai Jihan. Tapi gimana kalau cewek itu gonta-ganti bedak?
👉Rambut ditusuk sumpit. Sumpit tukang bakso yang lupa dikembaliin?
·👉Tawanya berderai kayak genta angin dari kerang. Yang kebayang malah bunyi seember lego yang ditumpahin ke lantai.
·👉Dia satu dari 78 cewek yang hadir di pesta, lebih dari separuhnya anak Darmawangsa.
·👉Pembeli buku Runako keempat. Satu dari 300. Rayn belum berhasil kontak IgGy, si penulis buku.
Aku dan Rayn sepakat kasih cewek ini code name Mitsuha. Tokoh perempuan dari novel Your Name, karya Makoto Shinkai. Mitsuha adalah gadis misterius yang dicari-cari Taki-kun dengan bantuan beberapa sahabatnya.
Sebagai sahabat, aku prioritaskan Rayn. Karena prosopagnostik kayak Rayn enggak gampang jatuh cinta, begitu nemu satu cewek yang berkesan di ingatan, enggak akan dilepaskan apa pun yang terjadi. Soal gebetanku sendiri, aku enggak akan bilang-bilang Rayn dulu. Aku serahkan sama kamu saja, Kapten. Panah dia untukku.
Namanya Megan Naja Nitisara. Aku kasih dia code name Meja. Cocok lah sama LAPar. Kelas 11 A, pure science. Pak Darmawangsa sendiri yang menemukan Megan dan memboyongnya dari SD terpencil di lereng Manglayang. Dia tinggal bersama tantenya yang bekerja di Perpustakaan Daerah. Tantenya galak, katanya, karena itu Megan turun dari taksi agak jauh dari rumah. Enggak mau ketahuan barengan cowok.
Gini ceritanya, sampai aku satu taksi bareng Megan:
Di pesta Jocelyn, aku lihat cewek berlesung pipi menyiram Wynter dengan minuman. Belakangan aku tahu namanya Megan. Kata Wynter, ini pasti salah paham. Kupikir, masalah selesai di situ. Tapi di luar tenda, aku lihat Megan ditarik cewek berambut pirang-abu. Aku lihat juga Raiden diam-diam menguntit mereka. Aku punya feeling buruk. Khawatir Megan diapa-apain. Jadi, aku ikuti juga dari jauh. Dua cewek masuk restroom di tempat parkir, Raiden menunggu di luar.
Aku enggak tahu apa yang terjadi di dalam. Agak lama, si pirang akhirnya keluar dan Raiden buru-buru sembunyi. Mereka enggak berkomplot seperti yang aku duga. Terus, Raiden menunggu Megan keluar. Aku khawatir kalau Raiden ternyata cowoknya, yang menjaganya diam-diam. Kalau memang begitu, aku enggak perlu ikut campur. Serius, aku kecewa dan berniat pergi. Tapi saat itulah, Megan keluar, berbicara sebentar dengan Raiden, terus lari dikejar cowok itu.
Aku enggak bisa diam saja. Kupikir, bisalah aku melawan Raiden. Aku berhasil menyusul tepat saat Raiden mengancam dengan sesuatu di tangannya dan cewek itu menjerit.
"Jangan ganggu dia!" kataku sambil menarik bahunya. Tenagaku berlebihan, Raiden hampir terjengkang.
Ponakan pemilik sekolah itu marah banget. Ia berbalik dan menarik leher kemejaku. Tangannya sudah terayun. Tentu saja aku sudah siap.
Tapi Megan sudah menengahi dan dua tangannya mendorong dada kami keras-keras. Pegangan Raiden pada bajuku terlepas. Aku mundur. Kuat juga tenaga cewek itu.
Raiden merangsek. Lagi-lagi gadis itu menengahi.
"Aku bilang, stop! Dia enggak salah, pasti mengira kamu berniat jahat sampai aku menjerit. Kamu sih nakut-nakuti aku. Kukira kecoak lagi," katanya, menatap Raiden sambil berkacak pinggang.
"Kenapa kamu lari? Aku kan cuma pengin minta maaf soal kecoak. Dan tadi itu bukan nakut-nakuti. Cuma sulap jangkrik biar kamu terkesan." Raiden cengengesan yang dibalas Megan dengan pelototan. "Aah, Megan, kamu sudah mulai memperhatikan aku. Bagus. Mungkin kamu bakal ingat—"
"Kamu kekanakan sekali!" sergah Megan, mengepalkan tangan.
Raiden mengambil tangan Megan untuk disalami. Diguncang-guncang sambil tertawa. "Kamu selalu ekspresif. Cantik deh."
Buru-buru Megan menarik tangannya. Suaranya bergetar saking jengkel. "Apaan sih? Kamu ngaco. Sudahlah. Aku mau pulang."
"Eh, tunggu dulu. Aku perlu nomor hapemu."
"Jangan mimpi!"
"Enggak mimpi, aku bangun dengan mata melotot nih. Kalau kamu enggak kasih, aku minta ke TU saja. Tapi berarti aku bakal telepon kamu tiap malam."
"Raiden!"
"Ya, Megan?" Raiden memandang Megan. Nada suaranya bikin aku enggak sabar. Rupanya Raiden cuma cowok tengil yang caper dan berusaha menaklukkan Megan dengan cara-cara primitif.
"Minggir, aku mau pulang." Megan melangkah tapi ke mana pun kakinya bergerak, Raiden mengadangnya.
"Nomor hape dulu, baru kamu boleh lewat."
"Dia enggak mau kasih kamu nomor hape. Bagian mana yang kamu enggak paham?" tanyaku dingin. Bete juga dianggap enggak ada.
"Jangan turut campur! Sudah untung aku diemin kamu." Pandangan Raiden mengancamku.
Aku menatapnya balik. Megan bisa saja lari tapi ia kembali untuk membelaku.
Raiden bersiul. Tiba-tiba ia mengulurkan tangan ke belakang telinga Megan. Ternyata ini yang kedua kalinya. Membuat gadis itu mundur dan nyaris menginjak kakiku.
Aku meraih tangan Megan, menariknya melewati cowok jangkrik itu. Harfiah, karena Raiden memang sudah memegang jangkrik lagi, entah dari mana. Dalam keadaan biasa, aku mungkin akan kagum dengan kecepatan tangannya. Tapi sekarang, kesabaranku habis.
"Hei, hei, berhenti! Berani banget kamu bawa Megan pergi. Aku belum selesai bicara."
Aku semakin erat menggenggam tangan Megan. Berjalan cepat menuju rumah utama. Di keramaian, kupikir, Raiden enggak bakal berani berulah. Tapi dasar cowok nekat. Raiden mengejar dan mengadang kami.
"Megan, aku antar pulang, yuk."
"Astaga!" Megan terbelalak. Gantian ia yang menarikku melewati Raiden. "Terima kasih. Tapi aku sudah punya teman pulang bareng."
"Dia?" Raiden menunjuk aku. Tergelak seperti menertawakan badut enggak lucu.
Aku mengabaikan saja. Tapi Megan berhenti dan berbalik. Kalau aku tidak segera menangkap tangannya, pasti Raiden sudah ditampar olehnya. Justru itu yang Raiden inginkan. Melibatkannya dalam masalah lebih jauh. "Enggak perlu diladeni lagi," bisikku.
Iya Kapten, aku berdiri mepet banget di belakang Megan, sementara tanganku saja masih panas karena menggandengnya. Jangan tanya kerja jantungku deh. Jelas lebih kacau akibat dekat dengan Megan ketimbang kesal pada Raiden.
Raiden mendecak. "Oke, oke. Aku ngalah untuk hari ini. Sampai ketemu di sekolah, Megan. Dan kamu juga, rookie," kata Raiden dengan senyum penuh arti. Jelas sekali beda nada, beda niat waktu berbicara padaku.
Aku enggak takut Raiden. Tapi Megan menangkap juga ancamannya. "Jangan coba-coba ganggu temanku! Dengar, kalau Wynter saja bisa aku siram apalagi kamu." Setelah berkata begitu, Megan mengambil tanganku. Membawaku pergi dari rumah Jocelyn.
Mengagumkan banget, Kapten. Dia bukan damsel in distress. Kalau perlu, Megan bakal melindungi cowoknya. Hmm .... Siapa ya? Sudah adakah? Aku jadi penasaran.
Sepanjang jalan naik taksi – rumah kami ternyata searah – aku memancing-mancing informasi. Megan ramah, tapi enggak semua pertanyaanku dijawabnya.
Sampai detik ini aku masih panas dingin tiap kali mengingatnya. Baru kenal langsung dijadikan teman, aku pengin ini bisa berlanjut. Jadi, Kapten, targetkan panahmu pada Megan ya. Jangan sampai meleset.
Sudah dulu. Aku mau ke rumah Rayn. Dia telepon minta aku cepetan datang. Pasti ada sesuatu yang penting. Ingat, Kapten, Megan adalah rahasia kita berdua.
Bye.
Ardi.
PS.
Kemarin Ibu membelikan Jihan celana panjang dan kaus, tapi kekecilan. Mungkin cukup buatmu, Kapten. Sudah waktunya kamu pakai baju beneran. Malu ih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro