Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

43. Underground Attack!

VI. The Sacred Sign

Eve jadi merasa bersalah.

Tentu saja semalam dia kurang tidur, dan dia masih merasa sedikit pusing saat sarapan. Tapi saat Sakura mengetahui bahwa dirinya dan Ayato diam-diam menyelinap ke gunung pada malam hari, anak itu jadi marah akibat tindakan yang sembrono itu.

"Maaf ...." kata Eve.

Sakura masih cemberut. "Pokoknya jangan lakukan hal-hal berbahaya seperti itu lagi! Bagaimana kalau terjadi sesuatu waktu kalian di bawah? Ada banyak hal buruk yang bisa terjadi pada kalian, tahu!"

Tapi kemarahan Sakura tidak bertahan lama. Sekarang setelah mereka mengetahui sosok seperti apa yang akan mereka hadapi, tidak ada alasan lagi untuk menunda.

"Betul kalian tidak butuh bala bantuan? Kalau mau, aku bisa mengirim seluruh penjaga di kota ini untuk membantu." Entah sudah berapa kali Han menawarkan hal yang sama.

Tentu saja Ayato menolaknya. "Tidak perlu, kami bertiga saja sudah cukup. Yang lebih penting, tolong pastikan tidak ada warga yang mendekati gunung sampai kami kembali."

Han kelihatannya masih ingin bicara lagi, tapi dia menggeleng. "Baiklah, jika itu permintaan Anda. Tapi kami akan tetap berjaga-jaga di dekat gunung," katanya.

Sejauh ini Ayato sudah berusaha menepati janjinya untuk tidak melibatkan warga sipil, dan Eve menghargainya. Lagipula, keberadaan orang lain di dekat lokasi bisa-bisa malah menghambat mereka.

Jadi mereka bertiga berangkat ke gunung. Di sepanjang jalan, beberapa warga menyapa dan mengucapkan semoga berhasil pada mereka.

Saat itu belum tengah hari, jadi matahari belum begitu tinggi. Cuacanya juga cerah tidak berawan, mereka tidak perlu cemas kalau-kalau hujan bakal turun dan menyulitkan medan di gunung.

"Aku tahu kalian tidak akan suka ideku," kata Eve saat mereka sudah tiba di celah gunung yang menuju sarang si tikus. "Tapi jujur sajalah, kalian tidak berpikir bisa mengalahkan monster itu selama kita masih berada di bawah tanah, 'kan?"

"Tentu saja tidak, tapi katamu kau tahu cara menarik monster itu ke atas tanah?" timpal Ayato.

"Tepatnya, cara supaya kita tidak perlu bertarung di bawah tanah. Nah, ayo masuk," kata Eve sambil lalu.

"Tapi aku akan benar-benar butuh bantuan kalian," lanjut Eve. Mereka kini telah tiba di depan liang si tikus mondok raksasa. "Ayato, kau pernah bilang kalau kau bisa mengontrol tempat di mana petirmu akan menyambar, 'kan?"

Ayato mengangguk. "Yah, aku juga baru menyadari itu belakangan ini-tunggu, jangan bilang kau berencana ...."

Eve mengabaikannya. "Dan setelahnya, aku mengandalkan bunga raksasa milikmu, Sakura. Tolong, ya."

Sakura membulatkan mata, tampaknya juga paham apa sebenarnya yang direncanakan oleh Eve. Tapi Eve sama sekali tidak memberi kesempatan pada mereka berdua untuk protes.

"Lihat, monster itu masih di sana,"kata Eve sambil mengintip ke dalam liang. Saat itu pencahayaan hanya datang dari mulut gua. "Aku akan memancingnya ke bagian gua yang lebih besar ini. Tunggu aba-aba dariku, ya."

Eve melihat keraguan di mata kedua kawannya. Dia tahu idenya saat ini sangat berisiko, tapi itu cara terbaik yang dapat dia pikirkan. Memancing si tikus raksasa hingga keluar dari gua tentu tidak lebih mudah.

Eve mengendap-endap di dalam liang. Bahkan di tengah cahaya yang minim, dia masih bisa melihat makhluk besar yang bergerak-gerak di ujung. Saat mengangkat tongkatnya, Eve menyadari kalau tangannya sedikit gemetar. Dia memang agak ragu, tapi dia harus melakukannya.

Percikan bunga api kecil meluncur dari tongkat Eve, langsung mengenai punggung si monster. Samar-samar dapat terdengar geraman pelan dari ujung liang.

Belum cukup, 'kah? batin Eve. Dia menyerang lagi, kali ini lebih kuat daripada serangan sebelumnya. Geraman itu terdengar makin keras, si tikus raksasa juga mulai bergerak-gerak tidak karuan.

Makhluk itu mulai bereaksi pada serangan ketiga.

Geraman di ujung liang semakin terdengar keras, bersamaan dengan si tikus raksasa yang mulai bergerak-gerak marah. Sesaat kemudian. Eve bisa melihat sepasang mata besar yang menatapnya penuh amarah.

Tidak bisa dipungkiri, tatapan itu membuat Eve sedikit gentar. Dia berusaha memandang lurus pada tikus raksasa itu, yang mulai merangsek maju ketika melihat penyebab tidurnya jadi terganggu.

"Selamat pagi, Tuan Tikus," sapa Eve pelan.

Tanpa menunggu lama, dia langsung berbaik kembali ke pintu masuk liang, sambil sesekali menengok untuk memastikan monster tikus tanah itu masih berada agak jauh darinya. "Sakura! Ayato! Dia datang!" teriaknya.

Ketika Eve tiba di ujung liang, kedua rekannya telah siap siaga dengan senjata masing-masing. Eve menengok ke belakang sekali lagi, tinggal beberapa detik sampai si tikus berhasil menyusulnya.

"Merapat ke sisi seberang, tapi jangan berjauhan. Ayato, saat monster itu keluar, serang dia dengan petir. Lalu, Sakura, saat guntur terdengar, langsung keluarkan bunganya." Eve memberi instruksi dengan cepat.

Sesaat kemudian, si tikus tanah raksasa menerobos lubang masuk dengan marah, hingga meruntuhkan sebagian kecil dari lubang liang itu.

Eve tidak perlu memberi instruksi dua kali, sebab pedang Ayato sudah teracung. Di dalam tanah, suara guntur memang tidak terlalu jelas terdengar, tapi dia bisa melihat kilatan hijau besar yang tiba-tiba muncul dan sedikit suara retakan. Sesaat kemudian, pemandangan kilat tadi berganti dengan kelopak bunga raksasa berwarna merah muda.

Sesaat kemudian, yang terdengar hanya suara tanah runtuh. Eve tidak bisa melihat pemandangan di depannya karena bunga raksasa milik Sakura telah menutupi mereka bertiga dari longsoran tanah. Saat suara longsor sudah benar-benar hilang, barulah Sakura menghilangkan bunga raksasa itu.

Langit-langit gua yang gelap kini sebagian telah berganti dengan langit biru di atas sana. Sementara itu, gundukan tanah menjulang tinggi di hadapan mereka, tempat si tikus mondok raksasa itu baru saja terkubur.

Tapi Eve tidak berpikir kalau serangan tadi sudah cukup untuk mengalahkannya. Dan kedua rekannya juga demikian, sebab tidak ada yang menurunkan kewaspadaan.

Pemikiran itu terbukti, ketika dilihatnya gundukan tanah itu mulai bergerak-gerak, seolah apapun yang ada di bawahnya sedang mencoba keluar dengan paksa.

Benar saja, tidak butuh waktu lama hingga si monster tikus keluar dari balik gundukan tanah, disertai raungan kemarahan dan beberapa runtuhan. Dia memandang ketiga penyusup di hadapannya dengan mata berkilat, seolah siap mengoyak ketiganya seperti mengoyak tanah.

"Berhati-hatilah untuk tidak meruntuhkan bagian dinding gua yang lain," kata Eve. "Nah, sekarang kalian tahu apa yang harus dilakukan, 'bukan?"

Monster itu bergerak lebih dulu, dengan kecepatan yang rasanya kurang cocok dengan ukuran tubuhnya. Dia menerjang sisi seberang, membuat Eve dan yang lainnya harus berpencar demi menghindari serangannya.

Entah hanya perasaan Eve, atau memang mata si monster tikus sejak tadi terus mengikutinya. Barangkali dia jadi sangat marah karena Eve yang pertama mengganggunya di dalam liang.

Sepertinya perkiraan Eve benar. Sebab, monster itu sama sekali tidak ragu menyerangnya dengan cakarnya yang besar, yang untung saja berhasil dia hindari.

Tapi terus-terusan menghindari serangan brutal dari si monster sama sekali bukan hal mudah. Ditambah, sebisa mungkin Eve harus menghindari berdiri terlalu dekat dengan dinding, atau cakar besar si tikus akan meruntuhkan tanah lagi.

"Kenapa dia hanya menyerangmu!?" teriak Ayato, yang sejak tadi terus menyerang monster itu bersama Sakura. Serangan keduanya memang berefek, sebab tubuh monster itu sudah luka-luka di berbagai tempat. Tapi nampaknya si monster tidak menghiraukannya.

"Aku bisa mengerti. Dia pasti sangat marah karena sudah kuganggu," sahut Eve cepat. "Mungkin dia berpikir akan membereskan aku dahulu, baru mengurus kalian berdua."

Monster itu menggeram, seolah-olah mengiyakan.

"Terus tarik perhatiannya, aku akan coba memikirkan sesuatu," kata Eve lagi.

Entah sejak kapan cakar besar si tikus mondok sudah menggali tanah di atas kepala Eve. Jika terlambat menyadarinya, dia mungkin sudah terkubur longsoran. Tetapi konsentrasi Eve jadi buyar akibat serangan itu, sebelum dia sempat menghindar, cakar besar itu sudah menyerangnya lagi.

"Ukh!"

Tikus itu berhasil melukai bahu Eve, membuatnya kehilangan keseimbangan dan hampir saja tersungkur jika dia tidak segera bertumpu pada lengannya. Darah menetes di tanah di bawah lengan Eve.

Eve berguling di tanah untuk menghindari serangan berikutnya, setiap gerakan kecil membuat bahunya semakin nyeri. Dia bisa mendengar Ayato memanggil namanya di kejauhan. "Aku baik‐baik saja, terus serang dia!" teriaknya.

Namun, monster itu tidak menyerang lagi. Alih-alih menyerang, tikus raksasa itu mengeluarkan suara seperti jeritan parau seraya mengibaskan cakarnya yang tadi dipakai untuk menyerang Eve.

Eve tidak tahu apa yang terjadi, tapi setidaknya sekarang dia punya kesempatan. Dia punya rencana untuk membuat monster itu berhenti menyerangnya, mungkin bisa membahayakan dirinya sendiri, tetapi layak untuk dicoba.

"Maaf, ya, Tuan Tikus, ini akan terasa sakit. Tapi, toh, sejak awal kami memang harus membunuhmu." Eve mengangkat tongkatnya. Bahunya terasa seperti ditusuk-tusuk ketika lebih banyak darah keluar dari lukanya, lalu dia memadatkannya menjadi dua buah jarum besar.

Dengan sekali hentakan, Eve melempar jarum darah buatannya ke arah si tikus, yang langsung menusuk tepat di kedua matanya.

Tepat sasaran! batin Eve. Jika dia membuat tikus mondok itu tidak bisa melihat, akan sulit juga baginya untuk terus menyerang orang yang sama. Eve sengaja menggunakan darah yang lebih kental daripada air, untuk memberi dampak yang lebih besar.

Eve tersenyum puas ketika monster itu mengeluarkan suara lengkingan yang terdengar menyakitkan, tapi ada yang terjadi selanjutnya sama sekali di luar perkiraan Eve.

Kedua mata monster itu meledak, ledakan yang cukup untuk menghancurkan setengah tengkorak tikus mondok raksasa itu.

----
Published on: 10/11/2024

1465 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro