Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36. Little Kindness

V. The Cradle of Gentleness

Ayato tidak bisa mempercayai matanya.

Serangan dwarf serta pertemuan dengan Gulliver seketika terbayarkan oleh apa yang mereka temukan di balik pintu ruang penyimpanan.

Bergunung-gunung koin emas terhampar memenuhi ruangan. Harta keluarga Vogel selama bertahun-tahun. Jika Ayato bekerja keras sepanjang hidupnya, pun, dia tidak akan mampu mengumpulkan kekayaan sebanyak itu.

Sejenak, mereka bertiga terpana. Sakura yang paling cepat sadar. "Uh ... Piala Ibu Burung?" katanya.

Untung saja Sakura cepat menyadarkannya. Itu tujuan utama mereka berada di sini.

"Ruang penyimpanan ini harusnya tidak begitu luas. Ayo berpencar dan cari," usul Eve.

Dia benar, karena Ayato berhasil menemukan piala itu kurang dari sepuluh menit kemudian.

Bila dibandingkan dengan koin emas di sekelilingnya, piala itu hanya tampak seperti pajangan biasa. Ketika Ayato menyentuhnya, dia menyadari piala itu terbuat dari besi ringan yang disepuh cat emas. Ada ukiran bentuk burung di bagian depannya, juga tulisan Vogel di bagian dudukan.

"Nah, misi ini selesai." Ayato mengangkat piala itu dari alas batu tempatnya disimpan. Urusan mereka sudah selesai, tapi Ayato jelas masih merasa berat meninggalkan tempat itu.

"Aku tahu apa yang kalian pikirkan," tukas Eve. "Yah, aku punya sihir ruang, jadi ...."

Jelas pikiran mereka saat ini sama, untuk tidak meninggalkan ruang penyimpanan dengan tangan kosong.

"T-tapi, tolong jangan berpikiran buruk," potong Sakura. "Meski begitu, kita bisa membawa harta yang cukup untuk Bu Mutti, beliaulah yang pantas menerimanya."

Itu juga benar. Seluruh harta ini adalah hak milik keluarga Vogel, dalam hal ini Bu Mutti. Tapi Ayato akan merasa kecewa jika mereka tidak mengambil apapun setelah sejauh ini.

"Mungkin mengambil sedikit tidak apa-apa, selama kita minta izin pada Bu Mutti nanti ...." Sakura cepat-cepat menambahkan begitu dia melihat ekspresi kecewa Ayato.

Eve meraih sekeping koin emas. "Sebenarnya, sihir ruang juga tidak akan muat menampung harta sebanyak ini," tuturnya.

Sudah diputuskan. Mereka akan mengisi tas Eve (yang sudah diberi sihir ruang) sampai penuh. Dan semua harta itu nantinya akan diberikan kepada Bu Mutti.

"Sekarang masalah terakhir, bagaimana kita keluar dari tempat ini?"

Ayato merinding. Nada bicara Eve terasa menyudutkannya. Jika cowok itu menatapnya saat bicara, mungkin Ayato bakal membeku di tempat.

"Itu ... itu kecelakaan, aku benar-benar minta maaf." Ayato mencoba membela diri. Saat itu, dilihatnya Sakura menepi ke pojok ruangan.

"Sakura, kau sedang apa?" tanya Ayato sambil menyusulnya. Rupanya terdapat petak bunga kecil di sudut ruangan, yang tidak begitu terlihat akibat tertutup kilauan koin-koin emas. Sakura tengah memetik beberapa helai dan menyatukannya menjadi rangkaian.

"Mau kuberikan pada Gulliver," kata Sakura.

Eve juga sudah bergabung dengan mereka. "Eh, kenapa? Dia, 'kan sudah menghalangi kita."

Sakura hanya tersenyum. "Lihat saja nanti."

Ayato merasa mereka sudah mengambil banyak, tapi harta di ruangan itu rasanya tidak berkurang. Dia menoleh sekali lagi sebelum melangkah melewati pintu, hanya untuk mengingat pemandangan menakjubkan ini.

"Baiklah, Sakura, aku tidak akan berkomentar lagi soal bunga itu. Tapi kau tentu tahu kita masih belum menemukan jalan keluar dari sini, 'kan?" kata Eve ketika mereka hampir mendekati ruangan Gulliver.

"Aku tahu, kok. Tapi lihat saja dulu." Jawaban Sakura tidak membantu.

Mereka sudah tiba di depan pintu ruangan Gulliver. Ayato bisa mendengar isakan kecil. Dia mengintip dari daun pintu dan melihat raksasa itu tengah meringkuk di sudut sambil menutupi wajahnya.

Ayato jadi agak kasihan. Gulliver kelihatannya sangat terpuruk setelah diperdaya seperti itu.

Sakura maju duluan. Dipegangnya karangan bunga yang baru dia buat itu erat-erat.

"Permisi, Tuan Gulliver?" Sakura harus meninggikan suaranya agar Gulliver mau mengangkat wajahnya. Diangkatnya karangan bunga itu. "Permainan tadi sangat menyenangkan. Terimalah ini sebagai tanda terima kasih dari kami."

Gulliver mengerjap. Ditatapnya bunga di tangan Sakura. "Itu ... betul buatku?"

Sakura mengangguk. "Iya, terimalah. Kau raksasa yang hebat."

Perlahan, wajah Gulliver bertambah cerah. Dia mengusap sisa air matanya dan tersenyum lebar. Diambilnya karangan bunga dari Sakura. "Ini, ini pertama kalinya ada yang memberi bunga padaku. Katakan, apakah permainanku memang seseru itu?"

"Iya, seru sekali. Iya, 'kan, teman-teman?" Sakura berbalik.

Tentu saja kali ini Ayato tahu apa yang harus dilakukan. "Yah, aku menikmatinya. Itu sangat menyenangkan," dusta Ayato.

Gulliver terkekeh riang. "Hehe ... aku memang jago merancang permainan seru. Oh, dan terima kasih atas bunganya."

Dipegangnya bunga-bunga itu dengan lembut, barangkali hal itu agak sulit dia lakukan mengingat tangan Gulliver yang besarnya lima kali manusia biasa. Selama beberapa saat, dia hanya duduk diam dan menikmati bunga-bunga itu.

"Oh, iya! Kalian pasti belum tahu jalan rahasia untuk keluar dari sini, ya?" Gulliver menjentikkan jarinya.

Sakura maju selangkah. "Eh, jalan rahasia? Ada yang seperti itu?"

"Ada, dong." Gulliver berdiri. Dengan langkahnya yang besar, dia bisa menyeberangi seluruh ruangan itu hanya dalam dua langkah. "Mulut gua tempat kalian masuk tadi, 'kan jauh banget, jadi kalian lewat jalan ini saja. Hitung-hitung sebagai tanda terima kasihku atas bunganya."

Ayato terbelalak. Ditatapnya Sakura sambil berguman Apa ini tujuanmu? tanpa suara. Yang ditanya hanya tersenyum sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

"Sini kalian," panggil Gulliver.

Mereka bertiga mengikuti Gulliver ke seberang ruangan. Ada bagian dinding gua yang sedikit menjorok ke dalam di sana. Gulliver menekankan tangannya ke celah itu dan mengesernya ke atas, memperlihatkan tangga rahasia di baliknya.

"Lihat, tangga ini langsung menuju ke hutan di atas. Tapi kalian tidak boleh lama-lama," jelas Gulliver.

Sakura terkesiap. "Wah, benar-benar ada jalan rahasia. Terima kasih Gulliver!" katanya.

Gulliver terkekeh, "Hehehe ... hari ini aku senang sekali. Kapan-kapan kalian mampir ke sini lagi, ya."

"Hmm ... mungkin, kapan-kapan ...." Sakura bergumam.

Sepertinya Gulliver tidak menghiraukan gumaman itu. Dia menyapukan tangan besarnya ke pintu tangga rahasia. "Ya sudah, cepat masuk. Pintu ini tidak akan terbuka selamanya."

Setelah mengucapkan terima kasih, mereka bertiga menaiki tangga. Tidak ada yang bicara sampai mereka naik agak tinggi ke tempat yang tidak bisa didengar Gulliver.

"Tadi itu hebat," puji Eve. "Apa kau memperhitungkan ini dari awal?"

Sakura menggeleng. "Tidak persis begitu, tapi Gulliver itu sebenarnya baik. Aku tahu dia pasti akan membantu kita."

Ayato berguman tanda setuju. Keramahan itu memang penting. Ketika menginjakkan kaki ke labirin itu, dia tidak berpikir akan mendapatkan bantuan dari orang yang paling tidak disangka-sangka. Tapi raksasa terbesar, pun, nyatanya juga bisa luluh, 'kan?

"Lihat, apa itu jalan keluarnya?" Eve menunjuk tingkap di atas. Tempat tangga rahasia itu berhenti.

Memang tidak ada jalan lain di sana. Mereka terus naik. Memang benar, tingkap itu terasa lebih ringan dari batu di sekitarnya, Ayato bahkan bisa menggesernya sendirian.

Rasanya sudah lama sekali dia tidak menghirup udara segar. Yang pertama dilihat Ayato begitu dia memanjat naik, adalah tanah tandus yang dIkelilingi hutan, sebuah kawah yang cukup besar. Kaki gunung masih gelap, hanya terlihat sedikit garis merah di ufuk timur sana.

Ketika menyadari betapa lelah dirinya, Ayato langsung menjatuhkan diri. Dilihatnya kedua kawannya juga melakukan hal yang sama.

"Tadi itu, keren juga," komentar Eve.

"Ya, sangat menyenangkan." Sakura ikut merosot di sampingnya.

Ayato terlalu lelah untuk menanggapi. Saat ini yang dia inginkan hanya istirahat sambil menunggu matahari terbit. Tapi ....

Sesuatu muncul dari ujung kawah. Mulanya Ayato mengira itu hanya sekumpulan binatang. Tapi begitu sosok itu sudah berada dalam jarak pandang, seketika Ayato merinding.

Dwarf. Dwarf yang sama seperti dalam labirin. Kali ini sepasukan. Mereka bertiga langsung berdiri dan memasang posisi siaga, tapi sepertinya percuma, mengingat mereka sudah amat kelelahan.

Pasukan dwarf itu seolah tidak ada habisnya. Mereka muncul begitu saja dari ujung kawah, mengepung mereka bertiga dari segala sisi.

Ayato menatap teman-temannya. Tidak ada yang kondisinya cukup fit untuk bertarung. Terkurung di labirin jelas jauh lebih baik daripada menghadapi lusinan dwarf haus darah.

Sekarang jika Ayato pikir lagi, mungkinkah Gulliver mau memberikan alternatif jalan yang aman untuk mereka, setelah diperdaya dalam permainannya sendiri? Barangkali raksasa itu memang menginginkan ini terjadi.

"Aku paham, Gulliver benar. Kita tidak boleh lama-lama," ucap Eve.

Ayato menatapnya. "Apa maksudmu?"

"Kawah ini juga bagian dari sistem keamanan labirin." Sembari mendengarkan penjelasan Eve, mereka bertiga harus terus merapat akibat desakan para dwarf. "Mereka akan keluar dan menyerang siapapun yang berada terlalu lama di atasnya."

"Jadi, serangan dwarf yang ini di luar kendali Gulliver?" timpal Sakura.

"Bisa dibilang begitu."

Ayato tidak peduli lagi mana yang benar. Dia hanya berharap semoga mereka bertiga tidak ada yang tumbang lebih dulu.

-----

Published on: 26/03/2022

1335 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro