34. Maze Attack!
V. The Cradle of Gentleness
Ayato pikir dwarf adalah makhluk yang ramah.
Barangkali hal itu tidak berlaku di labirin. Mana mungkin sesosok dwarf ramah akan memandang mereka dengan tatapan beringas sambil mengangkat kapak besar.
"Menghindar!"
Hampir saja mereka terlambat. Seketika hantaman kapak itu menimbulkan retakan di tanah, dinding labirin juga jadi sedikit bergetar akibat tekanannya.
Seorang dwarf lain mengayunkan kapaknya ke arah Ayato, yang langsung disambut tebasan pedangnya. Yang mengejutkan, satu serangan dari Ayato sanggup menebas lengan si dwarf hingga putus.
Anehnya, tidak ada tanda-tanda kesakitan dari si dwarf, lengannya juga tidak mengucurkan darah. Sementara Ayato bergabung dengan teman-temannya membentuk posisi saling membelakangi.
"Apa itu berhasil?" tanya Ayato.
Eve membalas dari balik punggungnya. "Entahlah, soalnya mereka bukan dwarf asli."
"Apa maksud--"
Ayato menghentikan kata-katanya ketika dia menyadari jumlah dwaft bertambah satu, dan tidak ada yang bertangan buntung.
"Apa ... mereka bisa membelah diri?" terka Sakura tak percaya.
"Sistem keamanan labirin," jelas Eve. "Mereka bukan makhluk betulan, hanya semacam ilusi realistis yang tercipta dari pikiran si penjaga dan sifat labirin itu sendiri."
"Maaf, bisa tolong jelaskan dengan bahasa manusia saja?" tukas Ayato.
Eve tampak tidak sabar. "Intinya, mereka tidak bisa diserang sembarangan. Ada cara tertentu--AWAS!"
Eve memunculkan serpihan es tajam yang langsung menusuk kening seorang dwarf yang hampir memenggal kepala Sakura, yang tengah menahan serangan dari dwarf lain.
"Terima kasih." Sakura melontarkan dwarf itu dengan pedangnya. "Kalau tidak bisa ditebas, bagaimana kalau ditusuk!?"
Seketika Ayato merinding. Dia berbalik dan melihat seorang dwarf yang mematung dengan kapak di atas kepala. Ujung pedang Sakura menyembul dari perutnya.
Ayato mendengar Sakura berkata panik dari balik punggung si dwarf. "T-tidak bisa ditarik, tubuhnya sekeras batu."
Ayato menebas dwarf lain yang hampir memotong kepala Eve, kali ini dia berhati-hati agar tubuh dwarf itu tidak terpotong. Ketika dwarf yang ditusuk Sakura mulai bergerak-gerak, Eve berteriak, "Sakura, mekarkan pedangmu!"
Mekarkan adalah istilah yang mereka pakai ketika pedang Sakura berubah menjadi kelopak bunga sakura.
Sakura berhasil mengubah pedangnya dan melompat mundur tepat ketika si dwarf menghujamkan kapaknya ke tanah. Kelopak-kelopak bunga menyebar dan menyerang para dwarf dari segala arah.
"Mereka tidak berdarah. Tubuh mereka terlihat seperti ... seperti tanah?" Ayato baru menyadari itu ketika dia melihat bekas sabetan dan tusukan mereka pada tubuh para dwarf. Alih-alih darah, bekas luka mereka mengucurkan semacam cairan cokelat kotor, seperti air tanah yang kotor.
Eve menggertakkan gigi. "Percuma, tidak ada petunjuk mengenai kelemahan mereka."
Ayato melontarkan seorang dwarf lagi. Dia langsung berbalik untuk menghadang dwarf lainnya. Awalnya dia hanya berniat menebas sedikit, tapi serangan yang kali ini dia arahkan ke leher itu rupanya terlalu kuat hingga kepala dwarf itu terpenggal.
"Tidak, jangan bertambah lagi," keluh Ayato.
Yang terjadi ternyata di luar dugaan. Mulanya tubuh tanpa kepala itu mematung, kemudian Ayato menyaksikan tubuh itu meleleh menjadi gundukan tanah basah, kepalanya yang tergeletak tidak jauh juga ikut meleleh.
Ayato melongo. Dia juga melihat teman-temannya menyaksikan pemandangan itu dengan ekspresi tercengang.
Eve yang pertama buka suara. "Kau ... melakukan apa?"
"Aku ... kurasa menebas kepalanya?" balas Ayato, masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi.
Rona muka Eve berubah, seperti baru saja menemukan harta karun. "Kepala, itu kelemahannya. Semuanya, penggal kepala mereka!"
Kini setelah tahu titik lemah lawan, pertarungan itu jadi sedikit lebih mudah. Ada tiga dwarf tersisa. Dan mereka bertiga memenggal masing-masing satu.
Ketika dwarf terakhir meleleh, Ayato melihat sesuatu di tengah gundukan tanah bekas lelehan dwarf terakhir. Bentuknya seperti alat pengendali jarak jauh, dengan satu tombol putar di atasnya. Ayato mengambil benda itu dan menunjukkannya pada kedua kawannya.
"Apa yang akan terjadi kalau tombolnya kuputar?" tanya Ayato.
Sakura memiringkan kepalanya. "Tidakkah itu mencurigakan?" katanya.
"Ya, banyak hal biasa justru jadi pemicu jebakan di labirin," tambah Eve. "Lebih baik jangan--"
Putar.
Suara gemuruh yang amat keras terdengar dari langit-langit labirin. Mereka bertiga saling bertatapan sembari bertukar kata tanpa suara. Cepat pergi dari sini.
Setelah mereka menyingkir dari tempat itu, langit-langit labirin terbuka dan batu-batu besar berjatuhan memenuhi dasar labirin, menyebarkan debu dan getaran ke segala arah.
Ketika debu mulai menipis, Ayato menatap ngeri pada batu-batu besar yang telah memblokir jalan masuk mereka itu. Dia tambah merinding ketika merasakan dua pasang mata menatapnya tajam.
"Kuharap setelah ini kau akan mendengarkan orang lain dulu, Tuan Sok Tahu," sindir Eve.
"Ya, maafkan aku," guman Ayato menyesal.
"Uhm ... karena sudah terjadi, tidak baik menyesal terus-menerus." Sakura mencoba mencairkan suasana. "Bagaimana kau kita jalan terus? Nanti baru kita pikirkan jalan keluar lain."
Karena tidak ada pilihan, mereka memutuskan untuk terus bergerak. Eve masih menggerutu, tapi dia tetap memimpin jalan dengan kertas penunjuk dari Bu Mutti.
"Mengenai dwarf yang tadi ...." kata Sakura. "Apa maksudmu mereka adalah ilusi, Eve?"
"Si Penjaga," ucap Eve. "Mereka ilusi yang tercipta dari pikiran si Penjaga. Tadi sudah kukatakan, sistem keamanan labirin, si Penjaga yang selalu berganti, jadi kita tidak pernah tahu makhluk apa yang akan kita hadapi selanjutnya."
Penjelasan Eve sedikit membuat Ayato pusing, butuh beberapa detik baginya untuk memahami. "Jadi berikutnya kita bisa saja menghadapi sesuatu yang lebih parah dari para dwarf? Dan kita tidak pernah tahu mereka itu apa sampai bertemu langsung?"
Pertanyaannya sendiri membuat Ayato merinding. Menghadapi empat dwarf sudah sulit, apa lagi yang lebih buruk dari itu?
"Betul, kita tidak akan tahu wujud si Penjaga sebelum berhadapan langsung." Eve membenarkan. "Kecuali, kita tahu trik-nya."
"Trik?"
"Trik," ulang Eve. "Aku punya dugaan tentang sosok si Penjaga. Nah, sekarang lihat ke depan, kita sudah sampai."
Lorong labirin yang mereka lalui saat ini berhenti di depan sebuah pintu besar.
"Ruangan besar di balik pintu ini ...." Eve menunjuk kotak besar di kertas penunjuk. ".... pasti ruangan si Penjaga. Dan jalan di belakangnya, menunjuk langsung ke ruang harta."
Mereka tiba di depan pintu. Ada lubang intip kecil di sana.
"Kuperiksa?" tawar Ayato. Eve mengangguk.
Ayato harus sedikit berjinjit agar bisa mengintip dari lubang itu. Di balik pintu itu ada ruangan batu besar, langit-langitnya mungkin mencapai lima meter. Lalu Ayato menangkap sesuatu yang bergerak, itu pasti si Penjaga. Ketika Ayato mengganti sudut pandangannya agar dapat melihat sosok itu dengan lebih jelas, seketika dia terkesiap.
"Kau melihat si Penjaga?" tanya Eve.
Ayato mengerling singkat pada kedua temannya, mengangguk kecil, kemudian dia kembali mengawasi sosok itu.
Ternyata masih ada yang lebih buruk daripada dwarf liar yang penuh hawa pembunuh.
"Kalau dugaanku benar, sosok yang kau lihat di balik pintu itu adalah ...." Eve menggantung kalimatnya. Sekarang sosok di balik pintu itu berdiri, Ayato bisa melihat kedua matanya yang kecil di atas sana. Ketika sosok itu berdiri tegak, kepalanya hampir mencapai langit-langit ruangan. Ayato menelan ludah.
"Seorang raksasa."
-----
Published on : 12/03/2022
1087 words
-Eri W. 🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro