31. Two Prophecies
V. The Cradle of Gentleness
"Jadi secara teknis, kau memeras seorang putri raja?"
"Sudah kubilang, itu kompensasi."
Karena tidak ada misi berat yang harus dikerjakan dalam waktu dekat, Ayato pikir dia bisa sedikit bersantai. Tapi sepertinya dunia ini tidak akan membiarkannya melakukan itu. Tentu saja penyebabnya adalah ramalan yang dia dengar dari Regina kemarin.
Barangkali duduk di bangku kusir dan berkonsentrasi menghela karavan bisa sedikit menentramkan pikirannya. Ayato sudah menceritakan isi ramalan itu pada kedua rekannya, dan Eve bilang, dia mungkin bisa mencari tahu makna dari ramalan itu.
Meskipun Ayato sangsi cowok itu benar-benar melakukan apa yang sudah dia janjikan. Walaupun ada setumpuk buku di sampingnya, tetapi Eve terus-menerus menanyakan hal tidak penting mengenai pertemuan terakhir antara Ayato dan Regina. Seperti bagaimana mereka berdua bisa akrab, atau, apa yang dikatakan Regina di akhir.
"Kau hanya meminta karavan sebagai kompensasi atas nyawamu?"
Ayato tidak sabar. "Sudahlah, apa kau menemukan sesuatu tentang ramalan itu?"
"Diam dulu, aku sedang berpikir," balas Eve tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.
Memangnya siapa yang daritadi bicara? batin Ayato kesal.
Lima belas menit belum lewat ketika akhirnya Eve menutup bukunya. "Percuma, tidak ada petunjuk apapun," keluhnya. "Sakura, bisa turun sebentar?"
Terdengar suara keletak dari sisi luar karavan, Sakura melompat masuk dari jendela. Cewek itu benar-benar serius tentang menjadi hortikulturis atau apalah itu. Setelah menerima karavan dengan atap kebun itu, dia memutuskan bagian atap merupakan tempat favoritnya di karavan.
Sakura bisa saja berada di atas sana seharian. Menanam dan menyemai berbagai jenis sayuran.
"Menemukan sesuatu?" tanya Sakura ketika dia sudah bergabung dengan Ayato dan Eve.
"Yah ... tidak, tapi aku punya asumsi," kata Eve. "Dan Ayato, sebaiknya kita berhenti dulu. Masuk dan dengarkan."
Ayato menarik tali kekang, si kuda meringkik sekali, lalu dia berhenti.
"Waktunya Sherly makan camilan," kata Sakura. Ketika menerima karavan itu kemarin, dia memutuskan nama Sherly akan cocok untuk si kuda.
Ayato mengangkat bahu. "Tolong, ya, kau tahu dia tidak mau makan kalau bukan kau yang memberinya."
"Setidaknya kuda itu punya selera bagus, lain denganmu," komentar Eve.
"Aku akan beri dia apel." Sakura melompat keluar dari karavan. Sebenarnya, Ayato agak takjub akan kelincahan cewek itu.
Mereka memulai rapat-kurang-formal itu ketika Sakura kembali. Eve yang membukanya. "Kumulai ya. Nah, dari dua ramalan yang sudah kita dengar ini, apa persamaannya?"
"Ketika waktu yang dikeramatkan tiba," ucap Ayato. "Itu yang kau cari tahu sedari tadi, 'kan?"
"Kupikir akan ada petunjuk." Eve menepuk buku yang dipegangnya. "Saking terkenalnya ramalan Delphi, ada orang-orang yang mendokumentasikannya. Buku ini berisi daftar ramalan-ramalan Delphi yang terjadi seabad lalu, beserta tafsirannya. Dan menurut buku ini, tidak ada dua ramalan Delphi yang memiliki larik yang sama persis."
"Itu berarti ... apakah dua ramalan ini merujuk pada peristiwa yang sama?" ungkap Sakura.
Eve mengangguk. "Bisa jadi begitu. Masalahnya, kita tidak tahu waktu keramat yang dimaksud itu yang seperti apa?"
Waktu keramat. Itu bukan istilah yang sama sekali asing. Barangkali itu merujuk pada waktu-waktu tertentu yang dianggap istimewa atau apa. Di dunia manapun, hal yang seperti itu selalu saja ada.
"Apa di dunia ini, misalnya, tidak ada waktu-waktu yang sengaja dikhususkan untuk sesuatu? Mungkin itu makna dari waktu keramat?" tanya Ayato.
"Bukan yang seperti itu, ramalan ini jelas merujuk pada satu waktu" timpal Eve. "Kurasa ... ramalan ini mengungkapkan sesuatu yang jauh lebih besar."
Sakura tampaknya juga setuju. "Mungkin intinya ada pada kata-kata perubahan besar," katanya. "Tapi ... kita sudah mendengar dua ramalan yang mirip dalam waktu dekat. Kuharap itu bukan pertanda buruk."
Ayato mengerti perasaan Sakura. Dia tahu cewek itu masih cemas soal ramalan tentang Gadis Bunga yang mereka dengar sebelum ini. Sekarang, Ayato juga merasakan kecemasan yang sama.
Tentu saja kenyataan bahwa mereka telah mendengar dua ramalan Delphi, yang keduanya mirip satu sama lain, membuat Ayato cemas. Dia bukan berasal dari dunia ini, tetapi sudah mendengar dua ramalan yang kelihatan serius. Ditambah, dia kemungkinan terlibat dalam salah satu ramalan. Ayato tidak tahu lagi yang dia alami ini bisa disebut kebetulan atau tidak.
"Sebaiknya kita berharap jangan sampai ada ramalan ketiga," kata Eve. "Mengenai perubahan besar, aku ragu bakal ada perubahan lain yang lebih hebat daripada Benturan Besar--"
Seekor merpati pos menyusup masuk ke karavan, menabrak kepala Ayato.
"ADUH--apa-apaan-" erangnya. Diangkatnya merpati yang telah mendarat dengan tidak elitnya itu.
"Itu milik Guru," kata Eve. Diambilnya surat yang tergulung di kaki burung merpati itu. Setelah beban di kakinya terangkat, merpati itu mencuit sekali dan terbang pergi.
Ayato, yang kepalanya masih agak pusing, menunggu hingga Eve selesai membuka gulungan surat itu. Ini pertama kalinya Alastor mengirimi mereka surat secara langsung. Entah apa yang diinginkan pria itu.
"Pergilah ke kota Bern, kalian bertiga. Nyonya Mutti Vogel membutuhkan bantuan. Imbalan sepadan," baca Eve. "Oh, apa ini layanan sihir lagi?"
"Dia ingin kita melakukan apa?" tanya Ayato. "Dan apa itu layanan sihir?"
"Itu semacam jasa dari kami untuk orang-orang non penyihir. Biasanya dijadikan sumber pendapatan tambahan, dulu Guru sering mengirimku untuk misi ini," jelas Eve. "Tapi di sini dia jelas menulis kalian bertiga. Artinya, dia ingin misi ingin dilakukan oleh kita bertiga, bukan hanya aku seperti biasanya."
"Tepat saat kupikir kita punya sedikit lebih banyak waktu untuk istirahat," keluh Ayato. Meski dia juga sedikit lega, mungkin kecemasannya akan hilang jika dia punya kesibukan. "Tapi kenapa dia sampai mengirim kita bertiga?"
Eve hanya mengangkat bahu. "Entahlah, barangkali tingkat kesulitannya tinggi."
"Oh, aku suka misi dengan tingkat kesulitan tinggi," kata Ayato sarkas.
"Aku tahu, entah apa yang menunggu kita di kota itu, kuharap ini berbeda dari waktu di padang pasir," kata Eve. Rupanya dia masih kesal atas kejadian di benua Topaz sebelum ini.
"Tidak apa-apa. Kita juga tidak sedang melakukan hal lain, kan." Sakura menimpali. "Tapi ... kemana arah menuju kota Bern?"
"Tepatnya, di mana itu kota Bern?" tambah Ayato.
"Aku tahu kok." Eve berdiri. "Kita akan merubah arah. Mulai dari sini, bisa serahkan kemudi padaku?"
-----
Published on: 19/02/2022
966 words
-Eri W. 🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro