Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30. The Newcomer

IV. The Newcomer-last-

Hal pertama yang dilakukan Ayato begitu mendarat di Iberia, adalah melaporkan hasil misi pertamanya pada Diego, yang telah menunggunya di pelabuhan.

Sepanjang pembicaraan, lelaki itu terus melempar tatapan benci kepada Eve. Entah apa yang telah dilakukan Alastor padanya di masa lalu.

Setelah ini, Ayato harus pergi ke timur, benua Zamrud, tempat dia ditugaskan. Tetapi menurut Diego, Ayato masih punya waktu untuk tinggal di benua Safir selama beberapa waktu, karena aktivitas monster di wilayahnya berkurang akhir-akhir ini.

"Kalau mau, aku bisa mencarikan pengikut lagi untukmu," tawar Diego di akhir pembicaraan. "Dan ... barangkali kau akan berubah pikiran soal asisten ...."

Ayato menolaknya dengan halus. "Tidak perlu, kami akan baik-baik saja."

Jika ini hari pertamanya, Ayato akan berpikir pasti asyik memiliki banyak pengikut yang akan menuruti apapun perintahmu. Tapi sekarang, dia tidak yakin apakah bisa mengemban tanggungjawab atas orang banyak. Ditambah, jika mereka membawa seorang lagi dalam perjalanan ini, Eve tidak akan menyukainya.

 "Kau masih ada urusan setelah ini, 'kan?" kata Eve ketika mereka hendak meninggalkan pelabuhan.

Ayato mengangguk. "Ya, mungkin dia sudah menunggu. Kalian duluan saja, aku titip makan siang, ya."

Kemudian, selagi kedua rekannya pergi menuju rumah makan terdekat, Ayato beranjak ke sudut pelabuhan yang paling sepi. Tempat boks barang tak terpakai ditumpuk begitu saja. Dia sengaja memilih tempat pertemuan di sana supaya tidak ada orang yang mengganggu.

Merpati pos pengantar surat itu sungguh cerdas. Setelah kembali menemui Bill dan Tim untuk meminta penjelasan (yang melibatkan ancaman potong leher dan sebagainya) atas kejadian dengan naga kepala tiga itu, Ayato langsung mengirim surat kepada orang yang berada di balik insiden itu. Sebenarnya itu cukup mudah karena orang itu merupakan orang terkenal.

Ketika Ayato tiba di tempat pertemuan, seseorang sudah menunggu di sana.

"Maaf membuatmu menunggu," kata Ayato. Waktu dia medengar kebenarannya dari mulut si kembar, dia agak ragu. Karena itu Ayato langsung mengirim surat padanya, dia butuh penjelasan mengapa orang itu berniat menyingkirkan dirinya, orang yang selama ini tidak pernah terpikir olehnya akan melakukan hal seperti itu.

"Regina."

Di depan Ayato, berdirilah sang putri mahkota Kerajaan Iberia. Dia mengenakan topi lebar yang menutupi wajahnya.

"Jangan khawatir, aku datang sendirian," ucap Regina ketika Ayato secara refleks menyentuh gagang pedang di pinggangnya.

Ayato menurunkan tangannya. "Terima kasih sudah datang." Dia mergerling ke segala arah, memastikan tidak ada orang selain mereka. "Bisa kita langsung ke intinya saja? Kau yang mengirim Bill dan Tim padaku, 'kan?"

Regina mengangguk. "Benar, aku yang mengirim mereka."

"Apa kau punya alasan kuat untuk melakukannya?"

Hening melanda. Ayato memasang posisi siaga ketika Regina berjalan mendekatinya. Lalu gadis itu melepas topinya dan membungkuk. "Maafkan aku. Aku tahu kata maaf saja tidak cukup, tetapi aku melakukannya demi negeriku, bahkan mungkin, demi dunia."

Ayato menurunkan kewaspadaan. "Apa ... maksudmu?"

Regina mengangkat wajahnya, dia kini menatap Ayato tajam. "Ayato, apabila kamu diberi pilihan antara nyawa seseorang atau seluruh dunia, apa pilihanmu?"

Ayato diam sebentar, berpikir. "Itu ... pilihan berat. Tapi jelas aku harus memilih yang kedua, 'kan?"

"Begitu pula aku." Regina membenarkan.

"Dan apa itu ada hubungannya dengan mengumpankanku pada seekor naga berkepala tiga?" tanya Ayato lagi, kembali ke topik pembicaraan.

"Ada," kata Regina. "Kamu tahu ramalan Delphi?"

Ayato mengangguk. Eve sudah menceritakan kisah peramal misterius itu padanya.

"Kami mendapatkan ramalan itu pada zaman kakekku," lanjut Regina. "Dan setelah kehadiranmu, kami takut ramalan itu akan terjadi. Kurasa ... izinkan aku merapalkannya untukmu sekarang?"

"Ya, tolong." Ayato mempersilakan. Sebelum ini, dia sudah melihat ketika Yorimitsu merapalkan ramalan penuh teka-teki itu, bukan pengalaman yang menyenangkan. Tapi karena Regina tidak sedang dirasuki, harusnya kali ini tidak seburuk itu.

Regina menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia berucap, "Ketika waktu yang dikeramatkan tiba, akan datang seorang pahlawan tak berbakat dari ujung barat benua biru, bersama kedua cicit, dia akan membuat perubahan besar pada dunia ini."

Ayato merinding. Ini berbeda seperti waktu di Yamato. Larik-larik ramalan itu seperti merasuk ke dalam dirinya, seolah ramalan itu bisa menelannya kapan saja.

"Perubahan besar. Itu bisa berarti negatif atau positif, tetapi kami tidak ingin mengambil risiko. Benua biru adalah sebutan lain bagi benua Safir, ujung baratnya adalah Iberia. Seorang pahlawan tak berbakat dari ujung barat benua biru. Ada kemungkinan, yang dimaksud adalah dirimu," tutur Regina. "Makanya, ayahanda ketakutan ketika tahu kekuatanmu tidak keluar."

"Tapi itu masih belum pasti, 'kan." Ayato mengelak. "Bukankah waktu kejadian ramalan Delphi tidak pernah bisa dipastikan?"

"Kemungkinan itu selalu ada," ucap Regina. "Dan, jika waktu itu aku tidak bertindak duluan, bisa jadi kamu tidak akan selamat."

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak sengaja mendengar percakapan ayahanda dan kepala prajurit, mereka berniat membunuhmu selagi kamu masih di istana. Apapun yang mereka rencanakan, jelas jauh lebih buruk dari naga berkepala tiga."

Sekarang Ayato mengerti mengapa raut wajah raja Henry begitu suram ketika melihatnya. Dia juga mengerti mengapa Kerajaan Iberia tidak repot-repot mencarinya waktu itu.

"Jadi aku sengaja disingkirkan, untuk menjaga ramalan itu tidak terjadi?" Ayato menyimpulkan.

Regina mengangguk. "Benar. Sekali lagi, aku benar-benar minta maaf."

Tetapi ramalan itu tetap terasa mengganggu. Ayato ingin memastikan bahwa ramalan itu benar-benar bukan ditujukan pada dirinya.

"Ramalan itu menyebutkan pahlawan tak berbakat. Sekarang kekuatanku sudah muncul. Apa itu berarti ramalan itu memang bukan untukku?" kata Ayato.

"Jika memang begitu, aku akan sangat bersyukur," timpal Regina. "Kita hanya bisa berharap semoga ketiadaan kekuatanmu dulu itu hanya kebetulan, tidak ada hubungannya dengan ramalan."

Ayato juga berharap begitu. Lagipula, apa sih, perubahan besar yang bisa dia buat untuk dunia ini? Toh, dia bukan siapa-siapa.

"Satu hal lagi." Regina kembali berkata, kali ini ekspresinya bertambah cerah. "Kata maaf saja tentu tidak cukup. Jadi, akan kukabulkan apapun permintaanmu, sebagai kompensasi."

Ayato mengerjap. "Eh? Tidak perlu, aku sedang tidak butuh apapun, kok."

Tetapi Regina memaksa. "Kumohon, jika tidak begitu, aku akan merasa bersalah seumur hidupku," pintanya.

"Kalau begitu, baiklah ...." Ayato berpikir. Apa yang bisa dia minta dari Regina. Kemudian, dia teringat sesuatu.

"Hei, Regina, kalau kau tidak keberatan, aku ingin ...."



"Sebuah karavan dengan kebun!?"

"Untuk tiga orang dengan kudanya sekalian!?"

"Ini yang terbaik yang bisa kuusahakan saat ini, maaf jika tidak sesuai dengan keinginan kalian," kata Regina ketika dia menyerahkan karavan itu pada Ayato.

Ayato mengamati karavan pemberian Regina itu. Ukurannya tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk mereka bertiga. Dengan jendela besar yang ditutupi gorden, juga kebun kecil di bagian atap. Ditambah seekor kuda jantan cokelat yang siap menarik mereka kemanapun.

"Wow, bukankah ini luar biasa?" kata Ayato takjub. "Pesananku juga sudah ada, 'kan?"

Regina mengangguk. "Alat-alat pertukangan dan beberapa pipa besi, ada di dalam. Tapi untuk apa semua itu?" tanyanya.

"Ada saja." Ayato menyeringai. "Pokoknya, terimakasih atas karavannya, Regina. Sekarang kami bisa pergi kemanapun dengan mudah."

Ayato kembali mengamati karavan baru itu. Sepertinya Eve dan Sakura juga menyukainya, sekarang urusan kendaraan yang akan mereka pakai beres sudah.

"Bagus, aku tidak perlu pakai sihir ruang lagi," kata Eve.

"Dan aku bisa menanam banyak sayuran sekaligus di atas sana," tambah Sakura.

Ayato baru akan berbalik untuk mengucapan selamat tinggal pada Regina, ketika didengarnya gadis itu tertawa kecil.

"Sepertinya kita tidak akan bertemu lagi dalam waktu dekat, jadi biar kukatakan ini sekarang." Regina berjalan mendekati Ayato, meminta cowok itu sedikit menunduk agar dia bisa berbisik di telinganya.

"Tadinya kupikir kamu akan cocok menjadi pangeran Iberia, tetapi jika aku merebutmu dari mereka berdua, aku akan jadi orang jahat, 'kan."

Setelah itu, Regina mundur perlahan dan sedikit membungkuk. "Nah, sampai disini saja, ya. Sampai jumpa, Ayato, jaga dirimu baik-baik."

Ayato masih berusaha memproses kata-kata Regina tadi, tetapi Eve memanggil, mereka harus segera pergi.

Akhirnya Ayato menghela napas. "Baiklah, aku pergi dulu. Sampai jumpa."

Kemudian, Ayato berbalik untuk menyusul teman-temannya. Perjalanan baru sudah menanti mereka.

***
Arc IV. The Newcomer
End

To be continued to
Arc V. The Cradle of Gentleness

coming soon...

***

published on: 23/10/2021

1252 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro