28. Night on the Desert
IV. The Newcomer
Kadal raksasa itu bukan kabur atau menyerang langsung, dia memberi serangan balasan dengan menyapukan pasir ke seluruh villa. Jauh lebih buruk daripada serangan langsung.
Andrew sepertinya meneriakkan sesuatu, tidak jelas karena ditenggelamkan bunyi pasir. Dia dan Karen terselubung pelindung tipis, tetapi sepertinya cukup untuk menahan terjangan pasir.
Sementara mereka yang berada di villa, badai pasir sebesar itu masih dapat masuk melalui celah-celah kecil, juga merontokkan bagian bangunan yang sudah kumuh itu. Meskipun mereka berlindung di dalam, serbuan pasir itu hanya akan memperparah kondisi bangunan.
Eve yang bertindak duluan. "Ayato, pinjam tanganmu," katanya.
Ayato membiarkan Eve menarik tangannya ke depan kerumumunan. Saat Eve mengacungkan tongkatnya, pelindung tipis muncul dari sana, melebar ke segala arah dan melindungi hampir keseluruhan bangunan dari terjangan badai pasir. Ayato merasakan lututnya melemas, dia juga merasakan tangan Eve berkeringat dan gemetar. Di luar, badai masih menderu.
Tepat setelah Eve selesai memasang pelindung, dia ambruk. Ayato segera menahan bahunya agar dia tidak membentur tanah. Pelindung yang dia pasang retak di beberapa bagian.
"Masih belum," sengal Eve, "Sakura ...."
Ayato memanggil gadis itu.
"Tanganmu, tolong." Setelah Eve berkata begitu, Sakura langsung menangkupkan kedua tangannya pada tangan Eve. Namun, melihat ekspresi cewek itu, dia pasti juga merasa ada sesuatu yang salah pada Eve.
Retakan pada pelindung perlahan mulai menutup. Dalam beberapa saat yang menegangkan, akhirnya mereka melihat terjangan pasir yang semakin menipis, hingga padang pasir kosong dan langit biru kembali memenuhi pandangan.
Pelindung itu pecah. Ayato pikir, mereka sudah bisa merasa lega. Tepat sebelum Eve terbatuk diiringi tarikan napas berat. Dia meremas dadanya dan membiarkan dirinya ambruk ke bahu Ayato.
Tubuhnya gemetar. Ayato ingat, ketika Eve mengatakan dia tidak suka tempat panas, juga wajahnya yang pucat dalam perjalanan kemari. Eve sudah tidak baik-baik saja sejak saat itu, dia menahannya. Dan pelindung berusan telah menghabiskan seluruh tenaganya.
"Di sebelah ... ada cekungan ...." Ditengah usahanya mengatur napas, suara Eve hilang timbul. "Oasis kecil, perlahan terkubur akibat badai pasir atau serangan lain, ... makanya ...."
Ayato tidak terlalu peduli pada informasi itu, yang dia pikirkan hanya bagaimana agar kondisi Eve membaik. Digenggamnya tangan Eve kuat-kuat. "Aku mengerti. Sudah, jangan bicara lagi."
Bahkan dia kesulitan mengatur agar suaranya tidak gemetar. Dia mendengar suara derap langkah kaki, Sakura muncul. Ayato tidak menyadari sejak kapan cewek itu pergi. "Di dalam ada obat untuk serangan panas dan sesak napas. Ayo, Eve akan baik-baik saja," katanya cepat.
Setelah memastikan Eve mendapatkan perawatan dengan baik, Ayato kembali keluar. Setidaknya, setelah penyelamatan itu, orang-orang di villa jadi sedikit lebih ramah pada mereka bertiga.
Yang jadi masalah adalah Andrew. Setelah 'tindakan heroik'-nya berakhir buruk, dia tidak diperbolehkan memasuki bangunan.
"Yah, makasih banyak yang tadi, sobat."
Dilihat dari gelagatnya, sepertinya Andrew baru saja bicara serius dengan Rosa. Ayato ingin menyingkir agar tidak mengganggu, tetapi Rosa memanggilnya.
"Tempat ini dekat dengan habitat kadal raksasa. Mereka tidak akan menyerang jika tidak diganggu, tetapi serangan sekecil apapun akan membuatnya marah," jelas Rosa, "pokoknya, terima kasih banyak, untuk yang tadi."
Hanya itu yang dia katakan, sebelum dia kembali berdiskusi dengan Andrew. Barangkali mereka membicarakan konsekuensi dari apa yang diperbuat Rosa selama ini. Dan karena tanggung jawab misi ini ada pada Andrew, pembicaraan itu sudah bukan tugas Ayato lagi.
Ayato mencari cekungan yang dimaksud Eve. Dia menemukannya di samping bangunan, tempat pasir yang lebih rendah daripada daerah sekitarnya. Pasir di tempat itu agak basah.
Orang-orang keluar dari mansion sambil membawa sekop. Beberapa menyapa Ayato, yang memperhatikan orang-orang itu menyebar di cekungan, berusaha menggali pasir demi menemukan kembali sumber air mereka.
"Ayato." Itu Sakura, dia menenteng dua buah sekop. "Semuanya memutuskan untuk menggali kembali oasis. Mau ikut?"
Ayato menerima sekop itu dan tersenyum kecil. Setidaknya orang-orang di villa tidak membiarkan diri mereka terpuruk. "Eve bagaimana?" tanyanya.
"Sudah membaik, dia sedang tidur sekarang. Kalila bersamanya," jawab Sakura. Kemudian, bersama-sama, mereka berdua berjalan ke cekungan. Menggali kembali oasis, menggali kembali harapan baru yang terkubur.
Ketika matahari hampir terbenam, ada sedikit air yang memancar dari tanah berpasir. Memang tidak seberapa, tetapi jika mereka terus menggali, tempat itu akan kembali menjadi oasis hidup beberapa hari lagi.
Gurun pasir di malam hari bukan waktu yang cocok untuk bekerja. Jadi mereka semua berhenti untuk beristirahat dan makan malam.
Ketika Ayato dan Sakura memasuki villa, Kalila langsung mendatangi mereka. Gadis kecil itu bersikeras bahwa mereka berdua akan makan malam bersamanya.
"Kaki Papa terkilir, jadi aku yang menggantikannya kemarin," jelas Kalila. "Kalian telah menolong kami. Mulai sekarang, kami akan berusaha hidup dengan usaha sendiri."
Setelah makan, Kalila menunjukkan kamar mana yang akan mereka tempati malam ini. Ketika membuka pintu kamar, Ayato berharap akan menemukan Eve, tetapi ranjangnya kosong.
Ibu Kalila kebetulan lewat, dia mengatakan Eve sudah bangun dan sekarang sedang mencari udara segar di atap villa. Ayato dan Sakura segera beralih ke tempat yang dimaksud.
Mereka menemukan Eve di rooftop. Gurun pasir di malam hari sangat dingin, tetapi cowok itu sepertinya tidak terganggu. Mereka berdua masing-masing mengambil tempat di sebelahnya.
"Sudah baikan?" tanya Ayato saat mereka sudah duduk.
"Lumayan, aku masih hidup," jawab Eve singkat. Dia melirik sekilas pada kedua temannya.
"Jangan lakukan itu lagi," kata Ayato serius. "Kau bisa mati."
Eve mengangkat alis. "Tadi itu kondisiku kurang baik." Dia terkekeh. "Kalau aku tidak meminjam kekuatan kalian berdua, aku pasti sudah mati."
"Tolong jangan tertawa, ini serius!" sergah Sakura.
Eve berhenti tertawa, tetapi dia masih memasang senyum tipis. "Maaf. Aku jarang bertindak tanpa berpikir, tapi tadi itu ... aku sedang kesal."
Mereka kembali tenggelam dalam keheningan. Hanya ditemani desiran pasir dan bulan yang menggantung diam di langit.
"Sakura," panggil Eve. "Kau tahu tragedi Westham?"
Kening Sakura berkerut, seperti sedang berusaha mencari informasi di kepalanya. "Eng ... aku pernah mendengarnya, itu di Ingla, ya?" Dia memastikan.
"Daerah Westham, Ingla bagian selatan, tujuh tahun yang lalu." Eve membenarkan. "Kejadian itu dibawah tanggung jawab Pahlawan Barat terdahulu. Tapi semua orang menganggapnya kecelakaan biasa."
Samar-samar Ayato bisa menebak arah pembicaraan itu. Dia ingat apa yang dikatakan Eve mengenai pahlawan sebelum ini.
Eve melanjutkan, "Ada monster besar di wilayah itu. Untuk mengalahkannya, mereka meminta tenaga bantuan dari delapan penyihir terbaik di seluruh negeri." Dia berhenti sebentar, menarik napas. "Ayahku ikut dalam rombongan itu."
Ah, ini dia batin Ayato. Dia juga melihat Sakura bergerak-gerak gelisah.
"Para penyihir itu tidak diberitahu strateginya. Monster itu akan dipancing ke sebuah gua bawah tanah besar, yang kemudian akan disegel oleh para penyihir. Tapi ... sihir penyegelan dari delapan orang itu terlalu kuat. Langit-langit gua runtuh, monster itu mati, bersamaan dengan para penyihir."
Eve menceritakan itu semua dengan nada datar, yang malah terdengar menakutkan.
"Operasi penyelamatan baru berhasil dilakukan beberapa jam kemudian. Dari delapan orang penyihir, hanya dua yang selamat. Awalnya aku juga ... tidak ingin mempercayai kejadian itu."
Di kegelapan, sulit untuk menaksir ekspresi Eve. Tapi Ayato bisa menangkap getaran pada akhir kalimatnya.
"Hal yang serupa bisa dilakukan oleh orang yang berbeda," lanjut Eve, dia menatap Ayato tajam. "Dan kau masih bertanya-tanya mengapa aku begitu membenci pahlawan?"
Dalam hati, Ayato agak merasa bersalah karena semula mengira rasa benci Eve tidak berdasar. Dia berkata, "Tapi tidak semuanya. Aku ... aku tidak akan berbuat begitu, aku tidak akan melibatkan warga sipil manapun dalam misiku."
"Apa aku bisa membuatmu berjanji?" tanya Eve.
"Yah, tapi kau juga harus janji tidak akan membahayakan nyawamu seperti tadi," pungkas Ayato.
"Kalau itu, aku tidak janji."
"Hei!"
Jelas sekali Eve mengabaikan protes Ayato. Eve berdiri yang meregangkan tubuhnya. "Yah, cukup untuk hari ini. Aku ngantuk, ayo turun dan tidur," katanya.
"Tapi Eve, kau baru bangun tidur beberapa saat yang lalu," koreksi Sakura.
"Waktu tidurku dua kali lipat lebih banyak dari orang biasa." Eve beralasan.
"Apasih, kau cuma mau mengindar, 'kan. Oi, kemari!" Ayato mendengus, kesal karena Eve mengabaikannya.
-----
Published on: 09/10/2021
1268 words
-Eri W. 🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro