25. Memphir, City of Hope
IV. The Newcomer
Ini baru permulaan, ingat, ini baru permulaan. Eve harus terus berusaha menenangkan dirinya dengan kata-kata itu, sepanjang sisa perjalanan.
Semakin dekat dengan garis pantai benua Topaz, semakin panas udaranya. Bagi Eve yang menghabiskan seluruh masa hidupnya dalam udara lembab Ingla, udara panas adalah salah satu musuh besarnya. Karena itu, dia sudah menunjukkan ketidaksukaan sejak perjalanan dimulai. Eve sudah melepas jubuhnya dan menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku, sekarang mari berharap semoga dia tidak tumbang gara-gara sengatan panas.
Hari ini seharusnya mereka tiba di Memphir. Seperti biasa, Eve menempelkan tubuhnya ke tepi buritan, tempat angin paling banyak berkumpul. Kedua rekannya menghilang, Andrew tidak akan berhenti menyeret Ayato selagi ada kesempatan, dan Sakura tampaknya jadi terlalu bersemangat dengan urusan perdagangan antar benua ini.
"Silakan."
Setidaknya, awak kapal masih memperlakukan mereka dengan baik. Karen muncul sambil membawa nampan berisi segelas jus. Eve menerima minuman itu dan mengucapkan terima kasih.
"Maaf ya, kelihatannya kau tidak menikmati perjalanan ini," kata Karen sambil ikut menyandarkan tubuhnya di tepi buritan.
"Tidak apa-apa. Aku cuma ... kurang terbiasa dengan udara panas." Eve menjawab setelah meneguk jusnya. Dia sendiri bertanya-tanya bagaimana Karen bisa tetap mengenakan jubahnya dalam cuaca sepanas itu, barangkali bahan untuk jubah penyihir Iberia lebih tipis daripada miliknya.
"Awalnya kupikir kau adalah asisten Tuan Ayato." Karen kembali memecah keheningan. "Tapi ternyata bukan ya, sebenarnya dia belum memiliki asisten resmi?"
Eve menggeleng. Mereka menyebut Karen adalah asisten Andrew, tapi dia tidak mengerti tugas dari jabatan itu. Ditanyakannya hal itu pada Karen.
"Asisten itu ... seperti pembantu utama sekaligus pemandu," jelas Karen, "Para pahlawan datang dari dunia lain, makanya mereka perlu seseorang yang akan memandu mereka selama di dunia ini. Asisten juga bertugas menyokong kekuatan pahlawan dari belakang, jadi kurang lebih seperti tangan kanan atau orang kepercayaan dari sang pahlawan."
Jadi itu cara Biro Layanan Pahlawan mengalihkan tugas memandu kepada orang lain. Pintar sekali.
"Apa kau dipilih langsung oleh pria itu?" tanya Eve.
Waktu ditanya begitu, Karen jadi agak tersipu. Dia menjawab sambil memainkan ujung rambut coklat gelapnya yang dikuncir dua. "Ehe ... tidak secara langsung, sih. Biasanya pahlawan mengangkat seorang asisten dari para pengikut yang direkrut ketika pertunjukan. Tapi dalam kasusku, Guru Diego yang merekomendasikan aku kepada Bos Andrew, bahkan aku tidak melihat pertunjukan. Makanya aku senang sekali waktu diterima jadi asisten."
"Kalau kalian, diantara dirimu dan Sakura, aku yakin pasti akan ada yang dipilih menjadi asisten," cetus Karen dengan yakin.
"Menurutmu begitu?" Eve menegak jusnya sampai habis.
Ketika Karen ingin melanjutkan, seorang awak kapal memanggilnya, memaksa Karen untuk segera menyudahi percakapan itu.
Eve kembali manatap laut. Sebentar lagi mereka sampai. Eve berpindah ke haluan agar bisa mengawasi saat kapal bergerak makin dekat ke pelabuhan Memphis. Dia menemukan Ayato di haluan, kemudian Sakura bergabung dengan mereka ketika kapal telah menambatkan diri ke dermaga.
Ah, sial.
Baru beberapa menit mereka turun dari dermaga, tapi Eve sudah ingin kembali ke laut saja. Bahkan tanah di tempat itu terasa kering, barangkali dia bisa meleleh apabila berlama-lama diam di satu tempat.
Memphir, pelabuhan utama sekaligus kota transit benua Topaz. Sama seperti kota Wallett, di tempat ini, pedagang dari seluruh benua berkumpul. Namun, ada satu hal yang membuat Memphir jadi sedikit istimewa.
"Memphir, kota harapan," cetus Eve. Lebih baik dia berbicara untuk melupakan panas.
"Kenapa disebut kota harapan?" tanya Ayato.
Sembari menjelaskan, Eve bergeser untuk mencari tempat yang lebih sejuk. Mereka lalu menepi ke tumpukan boks tak terpakai di sebelah salah satu kios agak besar. "Benua Topaz, setengahnya terdiri atas gurun pasir dan dataran tandus. Satu-satunya sumber air tetap hanya sungai Yang di sebelah timur. Sepanjang aliran sungai, memang kondisinya cukup baik. Tapi di daerah lain, kekeringan jadi masalah utama."
"Kondisi itu membuat benua ini jadi sangat membutuhkan sumber daya dari daerah lain. Memphir, sebagai pos perdagangan utama sekaligus penghubung dengan dunia luar, membawa harapan bagi berlangsungnya kehidupan di benua Topaz itu sendiri."
Eve menghembuskan napas, kemudian memakukan pandangan pada Ayato. "Yah, tampaknya banyak orang jadi memanfaatkan akses sumber daya itu untuk keuntungan sendiri. Jadi, perompak seperti apa tepatnya yang harus kita tangani?"
"Soal itu, belakangan ini, ada kawanan perompak gurun yang sering menjarah toko-toko," jelas Ayato, "mereka selalu menyerang beramai-ramai, makanya para pedagang juga tidak bisa menghentikan mereka."
"Tapi kenapa? Mereka 'kan bisa merugikan pedagang." Sakura bertanya-tanya.
"Selama tujuan tercapai, mereka tidak akan peduli pada orang lain." Sambil bicara, Eve mengalihkan pandangan ke arah lain. "Toh, memang ada banyak barang menarik disini. Misalnya itu ...."
Sudut mata Eve menangkap etalase toko senjata yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Beberapa belati bersepuh perunggu dengan motif yang cukup rumit dipajang di sana, jauh lebih bagus (dan pasti lebih tajam) daripada pisau milik Eve.
Detik berikutnya, Eve sudah melupakan pembicaraan itu. Namun, belum ada lima menit dia mengamati etalase itu, Ayato menepuk bahunya. "Maaf, bukannya aku ingin merusak suasana. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk itu, 'kan?"
Eve mengeluh. "Kau sendiri, tidak ada yang membuatmu tertarik, apa?"
"Bukan begitu, aku ...." Ayato kelihatan gugup. "Memangnya kita punya uang untuk belanja?"
"Yang tidak punya uang disini cuma kau, tolol."
Ah, tepat sasaran. Mau tidak mau Eve juga merasa sedikit kasihan pada Ayato. Cowok itu dikirim ke dunia ini tanpa persiapan apapun, lalu langsung ditunjuk sebagai pahlawan. Bahkan pahlawan terhebat sekalipun juga butuh dukungan finansial, 'kan?
"Bukannya kalian menerima bayaran dari misi?" tanya Eve.
Ayato pasti harus berusaha keras untuk mempertahankan ekspresinya agar tetap netral. "Ah, iya, Andrew memang bilang begitu. Bayaran untuk misi ini akan dibagi."
"Nah, kurasa itu satu-satunya sumber pendapatanmu untuk saat ini," tukas Eve. "Hei, dimana Sakura?"
"Wah, bagusnya."
Ketika mereka berdebat tadi, Sakura sudah menyingkir ke penjaja keramik yang berada dua toko dari mereka. Sementara Ayato menarik cewek itu, Eve mengamati motif pada salah satu keramik terbesar. Pedang dan tongkat sihir bersilangan dengan sekuntum bunga di atasnya. Rasanya Eve pernah melihat lambang itu, entah di mana.
"Yang itu didatangkan langsung dari Ringalia, empat ribu Rial. Kuberi diskon dua puluh persen kalau kau beli satu set cawan ini sekalian." Eve menolak penawaran itu dengan halus. Sebagian karena dia tidak suka dengan cengiran si penjual keramik yang menyeramkan, sebagian karena dia tidak mungkin menghamburkan uang sebanyak itu hanya untuk satu keramik antik.
Mereka menyingkir ke celah gang buntu di antara toko-toko besar. Ditengah pasar dan kota transit yang selalu ramai, sulit untuk tidak terdistraksi dengan barang apapun selama lebih dari lima belas menit. Setidaknya mereka bisa mendiskusikan rencana selanjutnya di gang itu.
"Kau tidak punya petunjuk apapun mengenai kapan kawanan perompak itu akan muncul?" tuntut Eve.
Ayato menggaruk tengkuknya. "Bagaimana ya, waktu kedatangan mereka tak menentu. Jadi kita baru bisa bertindak ketika mereka beraksi."
"Kita harus menunggu berapa lama--"
Perkataan Eve dipotong oleh suara seruan dan langkah kaki dari jalanan.
"Tangkap pencuri cilik itu!"
"Jangan biarkan dia lolos!!"
Setelah bertukar pandang sesaat, mereka bertiga melongok ke jalanan. Segerombolan orang tengah berlari ke arah mereka, para pedagang marah yang selama ini menjadi korban pencurian.
Tetapi yang paling mengejutkan adalah sosok yang sedang dikejar-kejar itu. Sosok itu mengenakan jubah panjang yang menutupi wajahnya, namun tinggi badannya jelas tidak mencapai satu setengah meter.
"Anak kecil!?" jerit Sakura.
Mereka baru berhasil memproses kejadian itu ketika Gerombolan Pedagang Marah sudah melewati gang tempat mereka berada.
Eve menyumpah, "Orang brengsek macam apa yang menyuruh seorang anak kecil merampok!?"
"Kita pikirkan itu nanti. Sekarang, ayo." Setelah perkataan Ayato, mereka bertiga melesat keluar gang demi menghentikan pengejaran itu.
Ayato berhasil menempatkan diri di antara gerombolan pedagang dan anak itu, tepat ketika si anak tersandung dan jatuh. Kemudian, selagi Ayato berusaha menenangkan para pedagang, Eve dan Sakura segera menghampiri anak itu.
"Tidak apa-apa, kami tidak akan menyakitimu. Ayo pergi dari sini," kata Eve selembut mungkin. Dia berlutut untuk membantu anak itu berdiri.
Anak itu meringis, lututnya lecet akibat terjatuh. Dia memandangi Eve dan Sakura bergantian. Ketika menemukan bahwa orang-orang yang mengelilinginya itu bukanlah ancaman, anak itu melepas jubahnya, membiarkan rambut hitam panjangnya tergerai melewati bahu.
Anak perempuan!?
-----
Published on : 18/09/2021
1314 words
-Eri W. 🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro