Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Shall We Begin the Journey?

III. The Flower Maiden -last-

"Kita tanyakan saja?"

"Bagaimana kalau dia menentang?"

Masalah di Kamakura sudah selesai. Dan sekarang setelah seluruh dunia tahu keberadaan Ayato, jelas mereka tidak bisa berada di sana lebih lama lagi.

Sungguh, Eve ingin sekali mengutuk gelar pahlawan itu. Dia masih ingin tinggal sedikit lebih lama di Yamato, ada hal yang harus dia cari tahu. Tapi, berhubung sekarang mereka tidak punya waktu, Eve memutuskan sebaiknya fokus pada masalah lain.

"Pertama, jelas dia sangat ingin pergi, 'kan?"

"Tentu saja, sudah jelas banget, tahu."

Sakura juga ingin pergi, mereka tahu itu. Jelas terlihat dari antusiasme anak itu sepanjang perjalanan dari Ingla, juga sikapnya yang jadi gelisah ketika mereka mulai membahas perihal keberangkatan.

Ada satu masalah, apakah orangtuanya akan memberi izin pada putri satu-satunya itu untuk pergi? Itulah yang sejak tadi dirembukkan oleh Eve dan Ayato. Mungkin mereka harus menghadap Ran dan Yorimitsu sekaligus untuk meyakinkan mereka.

"Tadi Sakura bilang ingin menemui ayahnya, 'kan, anggaplah saat ini mereka sedang bicara. Kurasa sebaiknya kita temui Bu Ran dahulu," usul Eve.

Ayato diam saja, seolah masih ragu dengan keputusan itu. Eve lalu bertanya, "kenapa lagi?"

"Kupikir ... sebenarnya tidak aneh jika mereka menentang keinginan Sakura. Yah ... Bayangkan saja, putrimu akan pergi bersama dua laki-laki asing ...." Ayato membiarkan kata-katanya menggantung.

Eve hanya mengangkat bahu. "Setidaknya sudah kita coba. Ayo, kau duluan."

Karena Eve terus mendorongnya, Ayato akhirnya berdiri dan membuka pintu geser menuju lorong. Eve mengikutinya. Lorong depan ruangan tempat mereka berada tadi kosong.

"Kau tahu, kurasa lebih baik kita dahulukan Pak Yorimitsu," usul Ayato sembari berjalan di sepanjang lorong.

"Kenapa?"

"Beliau itu tipe yang keras, 'kan, jika kita berhasil mengambil hatinya, barangkali kita juga bisa meyakinkan Bu Ran--"

"Meyakinkan siapa?"

Perkataan Ayato terpotong oleh suara berat yang muncul di belakang mereka. Tentu saja Eve segera tahu siapa orang itu.

"P-Pak Yorimitsu?"

Yorimitsu menatap mereka berdua intens. Eve sampai berpikir tatapannya itu bisa membaca pikiran. Tapi kemudian pria itu berjalan lewat dan berkata, "Aku butuh bantuan, ikut sini."

Eve menatap Ayato, yang ditatap hanya mengangkat bahu. Entah apa yang diinginkan Yorimitsu dari mereka.

Yorimitsu membawa mereka ke lumbung penuh tumpukan padi dan peralatan lain. Kerbau penarik karavan melenguh di pojokan. Di tengah lumbung terdapat mesin yang kelihatannya mirip seperti perontok gandum yang dilihat Eve di desa Bluewood, tetapi bentuknya lebih kecil.

"Perontok padi ini tidak mau bekerja sejak kemarin." Yorimitsu menepuk mesin itu. "Kalau dibiarkan, tidak akan ada beras untuk dimakan. Nah, bisakah aku minta tolong pada kalian?"

"Ini tidak pakai batu sihir?" Eve mengamati mesin itu. Dia sudah terbiasa dengan perontok gandum di Bluewood yang menggunakan batu sihir sebagai tenaga penggerak. Tapi dia tidak melihat yang seperti itu pada mesin milik Yorimitsu ini.

"Batu sihir jarang dijumpai di Kamakura," jawab Yorimitsu. "Aku sendiri tidak pernah menggunakannya."

Dibandingkan Eve yang tidak mengerti apa yang harus dilakukan dengan mesin manual itu, Ayato sepertinya menemukan apa yang salah setelah mengamati mesin itu selama beberapa saat.

"Maaf, apa Bapak punya obeng?" tanyanya.

"Ada di laci nomor dua sebelah kiri, bersama alat-alat pertukangan lainnya. Pakai saja sesukamu." Yorimitsu menunjuk laci yang dimaksud.

Setelah mengucapkan terima kasih, Ayato beranjak menuju laci yang dimaksud, mengeluarkan beberapa peralatan, dan berjongkok di sisi mesin sembari mengutak-atiknya. Tidak sampai lima belas menit, dia berdiri. "Nah, harusnya begini cukup."

"Hm, kita lihat dulu."

Berhasil! Mesin itu merontokkan tangkai-tangkai padi yang sebelumnya diletakkan Yorimitsu. Sepanjang yang dilihat Eve, mesin itu bekerja dengan baik.

"Ada sedikit masalah pada roda giginya, mungkin harus sering diminyaki." Atau, begitulah penjelasan Ayato.

Yorimitsu kelihatan puas. Tapi itu hanya bertahan sesaat sebelum ekspresinya kembali serius. "Sekarang, bagian yang paling penting. Ingat apa yang tadi kukatakan soal batu sihir?"

"Anda bilang, batu sihir jarang dijumpai di Kamakura, Anda juga tidak pernah menggunakannya," ulang Eve. "Jadi ... oh!" Jika yang dikatakan Yorimitsu tadi benar, maka ....

"Pedang Sakura, itu hasil tempaanku. Namun, sedari awal itu cuma pedang biasa."

"Tapi Sakura bilang, Anda mencampurkan batu sihir ke dalamnya," sela Ayato.

"Atau, itu yang kukatakan padanya." Yorimitsu menyandarkan punggungnya ke dinding lumbung. "Pedang itu berubah bentuk akibat dari kekuatan dalam diri Sakura sendiri, dia yang mengubah pedangnya. Lalu, karena kupikir akan berbahaya apabila kemampuan Sakura tersebar, jadi kuputuskan untuk merahasiakannya, sampai waktunya tepat."

Yorimitsu mengunci pandangannya pada Eve dan Ayato. "Aku percaya kalian bisa menjaga rahasia itu dengan baik." Dia menepuk pundak keduanya. "Makanya, sampai putriku menemukan jati dirinya, jaga dia baik-baik, kalian berdua."

Eve mengerjap, sejenak mencerna kata-kata Yorimitsu barusan. "Eh, Bapak memberi izin Sakura untuk pergi?"

"Ada banyak tanda tanya besar dalam diri Sakura, dengan suara dari dalam kepalanya, kekuatan misterius, bahkan mungkin lebih banyak hal lainnya." Yorimitsu melepaskan pegangan dari pundak keduanya. "Satu-satunya cara untuk mencari tahu, adalah dengan membiarkan dirinya pergi dari Yamato ini. Kutanyakan sekali lagi, sanggupkah kalian memenuhi permintaanku?"

Baik Eve dan Ayato tidak ada yang berkata tidak. Tapi Yorimitsu kelihatannya kurang puas, sekarang dia melingkarkan lengannya ke bahu kedua anak itu.

"Tunjukkan kesungguhan kalian. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Sakura, bersumpahlah untuk melakukan harakiri setelahnya." Yorimitsu berbisik tepat di dekat telinga Eve. Di sampingnya, Ayato memekik tertahan.

"Anu, maaf, harakiri itu apa, ya?" tanya Eve.

"Artinya bunuh diri dengan membelah perut, pokoknya, begitulah," jawab Ayato lemas.

"Eh, seram!"

"Kalau tidak sanggup, aku sendiri yang akan datang dan menghabisi kalian berdua."

Ah, dari dua pilihan yang ditawarkan Yorimitsu, tidak ada yang lebih baik.

"Nah, kuanggap kalian sudah bersumpah. Jika kalian memang laki-laki, maka--"

Yorimitsu oleng, dia pasti sudah jatuh apabila Ayato tidak menangkapnya. Sejenak, Eve berpikir pria itu tiba-tiba kehilangan kesadarannya, sebelum Yorimitsu kembali berdiri tegak.

Pandangan matanya kosong, wajahnya juga tidak berwarna. Selama sepuluh detik pertama, Yorimitsu hanya berdiri diam. Saat akhirnya dia membuka mulut, suaranya terdengar lebih dalam, seperti datang dari tempat yang jauh.

"Ketika waktu yang dikeramatkan tiba, keturunan dari sang penyihir agung akan menemui takdirnya, korbankan semua yang dia miliki, kepada para rekan, lindungilah sang gadis bunga hingga ia merampungkan misinya."

Pria itu berkedip sekali, lalu sinar matanya kembali. "Jika kalian memang laki-laki, maka pegang sumpah itu dengan segenap nyawa kalian. Hei, dengar tidak?"

Ayato memandang Eve dengan tatapan bertanya-tanya atas apa yang baru saja terjadi.

Eve baru pertama kali melihat yang seperti itu. Tapi jika melihat ciri-cirinya, itu sudah sangat jelas. Seseorang tiba-tiba kehilangan kesadaran, mengucapkan kata-kata aneh, dan setelahnya tidak ingat apa yang baru saja terjadi padanya. Hanya satu hal yang dapat menjelaskan kelakuan aneh tersebut.

Yorimitsu baru saja merapalkan Ramalan Delphi.

***

Perjalanan pulang selalu terasa lebih cepat. Sebelum Eve menyadarinya, mereka sudah berdiri di depan gerbang migrasi kota Wallet. Dua belas jam perjalanan dari Kamakura terasa lewat begitu saja. Sekarang, Sakura ikut berdiri di sebelah Eve, suka cita atas perjalanan yang belum pernah dia alami sebelumnya, terlihat jelas di matanya.

"Ayo, bersama-sama?" Eve mengulurkan tangan pada gadis itu. Sakura tidak langsung menerima uluran tangan itu, tapi dia seperti ingin mengutarakan sesuatu.

"Ah, anu ... karena harus berpisah dengan yang lain, aku jadi belum mengatakan ini." Sakura menarik napas dalam-dalam dan membungkuk. "Mulai saat ini, mohon bantuannya, teman-teman!"

Eve teringat kembali percakapannya dengan Yorimitsu. Tentu saja, bahkan tanpa permintaan khusus dari sang ayah, Eve tetap tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada Sakura. Dia yakin, Ayato juga berpikir seperti itu.

"Jadi, kita berangkat sekarang?" Setelah Ayato berkata begitu, bunyi gemuruh terdengar dari arah gerbang migrasi yang mulai terbuka.

"Ayo."

Sakura menerima uluran tangan Eve, bersamaan dengan Ayato di sebelahnya. Saat mereka bertiga sama-sama melangkah ke dalam gerbang, secercah cahaya terang menerpa jalan mereka. Eve baru membuka mata saat kakinya sudah kembali menjejak tanah. Sinar matahari tengah hari di Ingla terasa hangat di tubuhnya. Mereka kembali.

"Nah, sekarang, kemana kita akan pergi selanjutnya?"

***
Arc III. The Flower Maiden
End

To be continued to
Arc IV. The Newcomer

coming soon...

***

Published on: 13/08/2021

a/n: yak, oke, arc pengenalan tiga karakter utama akhirnya selesai, yeeeey!/tebar konfeti.

Dan ya, mulai chapter ini "I Supposed to be A Hero in Another World, But..." berganti judul menjadi "ARCANE: Moving Forward"

Ah, iya, makasih banget ya, buat semua yang udah baca+vote sampai sini. Jujur, satu vote dari kalian itu berarti banget, semoga kedepannya kalian nggak bosan ngikutin anak-anakku ya:D

Dah, gitu aja, sampai ketemu di arc berikutnya, bye bye~

1225 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro