20. Hujan Sakura
III. The Flower Maiden
"Sakura, sadarlah."
"Kuatkan dirimu, ingat tujuanmu datang kemari."
Suara itu terus berputar dalam kepala Sakura. Pandangannya gelap, kepalanya juga pusing. Sebenarnya apa yang terjadi? Dia tidak ingat apa yang dia lakukan sebelum ini, bayangan wajah si veela muncul dalam kepalanya.
"Kau melakukan ini demi Kamakura, bukan? Demi ayah dan teman-temanmu?"
Sakura merasa dirinya oleng. Demi Kamakura? Apa yang terjadi pada tempat ini?. Seseorang menangkapnya tepat sebelum dia membentur lantai.
"Sakura, hei, kau bisa mendengarku?" Suara lain lagi, kali ini berada dekat sekali dengan telinganya.
Bayangan Maria si veela seketika memenuhi kepalanya. Dia ingat! Sakura datang kemari untuk menghabisi monster itu, dan dia hampir masuk dalam pengaruh si monster. Kepalanya masih pusing dan pandangannya gelap.
Suara yang tadi memanggilnya, itu suara Eve. Pandangannya memang masih gelap, tapi Sakura ingat saat cowok itu menangkapnya tepat sebelum dia jatuh. Dia juga ingat geraman marah Maria atas kedatangan para tamu tak diundang itu.
Terdengar suara tawa Kurogiri dan gesekan sesuatu. Pekikan tertahan, setetes cairan hangat jatuh ke pipi Sakura.
Seketika kesadarannya kembali. Eve mendekapnya erat dengan tangan lainnya menutupi pandangan Sakura.
"Kau berdarah!" pekik Sakura saat tetesan darah dari lengan Eve kembali jatuh ke pipinya.
"Syukurlah, kau sudah sadar." Eve segera melepaskan dekapannya dan membiarkan cewek itu duduk sendiri. "Tadi itu gawat sekali, kau hampir dikuasai sepenuhnya."
Sakura mengedarkan pandang ke ruangan itu. Kurogiri jadi kelihatan aneh, dia berdiri diam di dekat situ dan kulitnya sedikit biru, seperti diselubungi es tipis. Matanya menatap kosong. Ayato di belakang mereka, berhadapan langsung dengan Maria. Wujud veela itu agak berubah, dia jadi lebih tinggi dan jari-jarinya berubah menjadi cakar.
"Saat merasa terancam, wujud veela jadi seperti itu," jelas Eve. "Tapi rayuannya tetap bekerja, jadi serahkan dia pada kami. Lalu, bisa kau urus laki-laki besar ini, Sakura?"
Sakura kembali memandang Kurogiri yang diam bagai patung. "Dia kenapa?" tanyanya.
"Dia kusegel," jawab Eve. "Tapi selama segel itu terpasang, aku jadi tidak bisa menggunakan sihir. Jadi waktu kau sudah siap, akan kulepas segelnya."
Sakura mengangguk mengerti. Dia memang agak pusing setelah barusan tak sadarkan diri, tapi ditariknya napas dalam-dalam sembari meraih pedang dari kantung serutnya. Seketika kantung serut itu lenyap jadi debu begitu isinya diambil.
"Siap?"
Eve menjentikkan jarinya dan warna kulit Kurogiri mulai kembali normal. Dia lalu berbalik untuk bergabung dengan Ayato. Saat sinar mata Kurogiri sudah kembali, pria itu memelototi Sakura dan tertawa angkuh.
"Ahhahaha ... bocah-bocah ini boleh juga, tapi siapapun yang berani melawanku harus dimusnahkan! Mulai dari kau dulu!"
Kurogiri mengayunkan pedang besarnya, yang hampir saja mengenai Sakura. Harus diakui, dengan ukuran badan sebesar itu, dia lumayan cepat.
"Anda sedang dipengaruhi." Sakura ikut menghunus pedang, menangkis serangan kedua. "Tolong sadarlah, jika pengaruh itu lepas, Anda mungkin bisa berpikir lebih jernih mengenai kondisi Kamakura."
Tapi Kurogiri menarik pedangnya, tertegun. "Oh ... jadi selama ini kau pikir aku berada di bawah pengaruh Maria? Begitu?"
Sakura mengangguk, memasang posisi awas. Tapi bukannya kembali menyerang, Kurogiri malah mengeluarkan tawa mengejek.
"Hah, memangnya aku sebodoh itu sampai jatuh ke dalam pengaruh monster? Memang benar aku dan Maria bekerja sama, dia memberiku kekuatan dengan kemampuan rayuannya, dan aku memberinya tempat tinggal nyaman dan makanan berlimpah. Benar, kalian semua!"
Dia menerjang. Pedang besarnya beradu dengan pedang Sakura, suara dentingan logam memenuhi ruangan.
"Maria!!"
Tepat setelah Kurogiri berteriak, begitu cepat sampai semua orang tidak menyadarinya. Maria berbalik dan mengirim hembusan angin yang cukup kencang ke arah Sakura, membuat dia harus menutupi wajahnya dengan tangan, tapi itu membuatnya lengah.
Kurogiri menggunakan kesempatan itu untuk menyerang. Akibat lengah, Sakura tidak menyadarinya sampai pedang Kurogiri menusuk bahu kirinya dan memojokkannya ke dinding.
Sakura ingin membalas, tapi rasa sakit yang merayapi bahunya menahan gerakannya. Terlukis senyuman puas di wajah Kurogiri. "Dari awal, aku memang nggak berniat memimpin distrik ini," katanya.
Sakura terbelalak. Sekarang sudah jelas, bukan karena pengaruh monster, Kurogiri hanya seorang pemimpin busuk.
"Biasanya sih, kemampuan Maria cukup untuk mengusir orang-orang macam kau." Kurogiri menarik pedangnya. "Tapi kau itu lain, sampai bawa teman dari luar segala. Tapi toh, kalian semua juga bakal mati hari ini."
"Kamakura tidak butuh pemimpin sepertimu!" Sakura diliputi kemarahan. Sejak awal, tuan tanah itu memang tidak peduli pada mereka.
"Coba saja, kalau kau nggak habis duluan, sih." Kurogiri terkekeh.
Pedang mereka kembali berbenturan. Sakura membelokkan arah pedang mereka dan berkelit menjauhi dinding. Mungkin dia memang harus menggunakan kemampuan pedangnya saat ini.
Kurogiri berbalik menghadapnya. Sejenak, dia tertegun melihat perubahan pada pedang Sakura. Tapi segera saja dia kembali bersikap angkuh. "Hah, apa-apaan itu!? Pedangmu patah cuma gara-gara serangan begitu??"
Sakura tidak menggubris ejekan itu. Saat ini bilah pedangnya memang hanya tersisa setengah, seolah-olah baru saja patah. Tapi bukan itu yang terjadi. Sakura tersenyum kecil. "Tolong jangan mengambil kesimpulan terlalu cepat."
"Hm? Kenapa ada kelopak sakura di dalam ruangan?" Kurogiri kebingungan saat mendapati sebutir kelopak sakura mendarat di telapak tangannya. Belum sempat dia mengangkat kelopak itu ke depan matanya, kelopak sakura itu menghilang dibarengi dengan goresan di telapak tangannya, juga goresan melintang di bahu hingga lengan kirinya, persis seperti goresan pedang.
"Di mata orang jahat, bunga sakura yang indah bisa sangat mematikan." Perlahan, kelopak sakura kecil berputar-putar di sisi bilah pedang Sakura dan mengembalikannya ke bentuk aslinya. "Sekarang, biarlah hujan bunga sakura yang menghukummu."
Kurogiri kalut, dia bergantian memandangi luka goresan di bahunya dan pedang yang kembali utuh itu. Sampai kemudian dia berkata gemetar, "Barusan apa yang kau ... itu mustahil, ap--SIALAN KAU!!"
"Tokage! Kendalikan dirimu!" perintah Maria saat dia mendengar Kurogiri menjadi panik.
Karena panik, serangan Kurogiri jadi tidak beraturan. Hal itu menguntungkan bagi Sakura, dia menghindari semua serangannya dan kembali mengubah pedangnya menjadi kelopak sakura, kali ini hampir dua per tiga bagian.
"Anda sedang panik, pertahanan Anda terbuka lebar."
Dua goresan panjang merobek bagian depan pakaian Kurogiri, membentuk tanda x di bagian depan tubuh pria itu. Sebenarnya, serangan itu hanya memberi goresan kecil, tapi cukup untuk memberikan efek kejut. Seketika pria itu tak sadarkan diri akibat shock, kemudian jatuh berdebum ke lantai, kepala lebih dulu.
Sakura bisa mendengar jeritan parau dari seberang ruangan. Jeritan yang hilang seiring dengan tubuh Maria yang melebur jadi debu. Ayato mengacungkan jempol padanya, nyengir.
"Selesai sudah." Sakura terengah, kelelahan.
"Dia sungguh-sungguh pingsan akibat shock? Tahu begini kita tidak perlu susah-susah tadi." Ayato menendang pelan tubuh Kurogiri untuk memastikan lelaki besar itu benar-benar tidak sadar. Ada luka goresan panjang di lengan bawahnya.
"Aku baru tahu ada pedang seperti itu, apa itu dicampur batu sihir?" Eve menghampiri mereka berdua.
"Ah, iya, ini hasil tempaan ayahku." Sakura menunjukkan pedangnya, "Ada campuran batu sihir dalam logamnya, aku sendiri kaget waktu pertama kali melihatnya berubah jadi kelopak sakura. Tapi kurasa, yang seperti itu cukup untuk memberi serangan kejut, 'kan?"
Sakura menatap Kurogiri yang masih tergolek dengan tidak elitnya. "Kurogiri memang jahat, tapi rasanya tidak benar jika aku membuatnya terluka parah."
Suara berderap langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Pintu terbuka dan dua orang penjaga masuk. Pemandangan di ruangan itu jelas membuat mereka kaget, tiga bocah terluka, tumpukan debu monster, dan sang tuan tanah yang terkapar dengan pakaian koyak.
Salah satu penjaga itu menunjuk Sakura. "Ah! Kau anak yang datang tadi, 'kan? Kalian yang mengalahkan Nona Maria??"
Mereka semua saling berpandangan bingung, melihat si penjaga yang sudah mengetahui apa yang baru terjadi.
"Anu, kalian sudah tahu semuanya?" tanya Sakura.
Penjaga itu masuk dan memeriksa tumpukan debu monster, sementara penjaga satunya bergabung dengan Eve yang tengah menusuk-nusuk perut besar Kurogiri dengan ujung tongkatnya.
"Selama ini kami memang berada di bawah pengaruh perempuan itu." Penjaga yang tadi bicara dengan Sakura itu memulai penjelasannya. "Hampir sepanjang waktu kami bergerak sesuai keinginannya. Lalu waktu monster itu mati dan pengaruhnya hilang, kami sudah ingat apa yang sebenarnya terjadi."
"Kami sudah tahu kalau orang ini nggak becus jadi pemimpin." Penjaga satunya kembali menusuk-nusuk perut Kurogiri. "Tapi nggak bisa melawan gara-gara monster itu."
"Pokoknya, berkat kalian, kami sangat terbantu." Penjaga itu tersenyum. Kemudian dia kembali mengamati Sakura. "Hmm ... kalau tidak salah, kau putri Pak Yorimitsu, 'kan?"
"Anda kenal ayahku?"
"Sebenarnya dia lebih dikenal gara-gara ibumu," celetuk penjaga satunya. "Siapa, keluarga Hinomoto, ya?"
Lebih banyak lagi derap langkah kaki terdengar. Rin dan Mira menyerbu masuk ke ruangan itu bersama lebih banyak penjaga.
"Karena khawatir jadi kami pergi menyusul kalian. Sudah dengar semuanya dari penjaga. Ya ampun, Sakura, kamu sampai berdarah begini. Ah, tapi serbuk wisteria-ku manjur, 'kan?" Rin langsung menghambur memeluk Sakura.
"Tahu tidak, kalau serbuk itu bekerja sedikit lebih lambat lagi, Sakura pasti sudah habis, lho," celetuk Eve.
"Masa' sih?"
Penjaga yang pertama kali masuk menginterupsi percakapan itu, "Dari sini biar kami yang urus. Mantan tuan tanah Tokage Kurogiri akan mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Sungguh, kami benar-benar berterimakasih." Dia membungkuk.
"Sebaiknya kita juga kembali agar kalian bisa segera istirahat. Nanti akan kubuatkan sesuatu untuk merayakan ini," kata Mira.
Sakura mengamati para penjaga yang tengah mengangkat sosok Kurogiri, kelihatannya lelaki itu berat sekali. Sakura menghela napas. Dia sangat lelah, mungkin nanti dia akan tidur lebih cepat.
Sebentuk tangan terulur di depan Sakura, itu Ayato. "Pertarungan bagus," katanya.
"Kau ternyata hebat juga, ya. Bagaimana kalau kita lakukan lagi lain kali?" sahut Eve di sampingnya.
Sakura menerima uluran tangan itu, membiarkan Ayato membantunya berdiri. Sungguh, jika bukan karena mereka berdua, dia tidak mungkin melakukan semua ini.
"Terima kasih, untuk segalanya." Sakura membungkuk.
Meski baru mengenal dua orang itu selama beberapa hari, Sakura merasa seperti sudah berteman lama. Ada perasaan hangat di hatinya, dan dia menyukai itu.
"Kalian hebat,"
Saat itu, didengarnya Suara memujinya.
-----
Published on : 30/07/2021
1569 words
-Eri W. 🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro