Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19. Si Perayu

III. The Flower Maiden

Jika ada penghargaan yang diperuntukkan bagi orang-orang nekat, Sakura mungkin sudah dinobatkan sebagai remaja lima belas tahun paling nekat di Yamato.

Dia serius tentang rencana itu. Bahkan Sakura mengenakan salah satu yukata-nya yang paling bagus (yang tidak akan menghambat pergerakannya) karena dia akan pergi duluan ke benteng. Kesan pertama itu penting, dia harus membuat seluruh perhatian si tuan tanah beralih padanya.

"Hati-hati, jangan tatap matanya."

Entah sudah berapa kali Mira, yang membantu Sakura bersiap-siap, mengatakan hal itu.

Pintu geser terbuka dan kepala Rin menyembul dari luar ruangan. "Persiapannya sudah beres!" katanya.

Ketika Sakura beranjak ke luar, Ayato dan Eve sudah menunggunya. Eve segera menghampiri Sakura dan memberinya sebuah tas serut kecil.

"Simpan pedangmu di dalamnya dan tarik saat waktunya tepat, ini hanya bisa digunakan sekali," katanya.

Sakura membolak-balik tas serut itu di tangan. Eve sudah memodifikasi tas itu dengan sihir ruang, sehingga bisa menyimpan benda-benda besar di dalamnya. Sakura mengangkat pedangnya, katana dengan gagang berwarna putih dan pembatas yang berbentuk seperti bunga sakura, ditempa sendiri oleh ayahnya. Sakura menyukai bilahnya yang berwarna campuran hitam-putih dengan pola bergelombang di tengahnya.

Tas serut dari Eve benar-benar praktis, pedang panjang itu langsung menghilang ke dalam tas begitu Sakura memasukkannya. Sekarang dia bisa menyembunyikan tas itu di balik bajunya.

"Lalu ini, hati-hati saat menjatuhkannya ya, Sakura." Rin muncul sambil menjejalkan kantung kain kecil ke tangan Sakura. Kantung itu berisi bola-bola kecil seukuran kelereng.

"Bagaimana cara kerjanya?" tanya Sakura.

"Aroma kantuk dari serbuk bunga wisteria. Jatuhkan satu setiap kali kamu melewati penjaga," jelas Rin.

"Terima kasih." Sakura membuka kantung kain itu, berisi kira-kira enam atau tujuh bola, seharusnya cukup untuk melumpuhkan beberapa penjaga di tempat penting dan memberi jalan untuk kedua rekannya.

Setelah seluruh persiapan dirasa siap, mereka berangkat menuju benteng tuan tanah. Benteng itu terletak di bagian paling dalam distrik, dan karena ukurannya besar, mereka sudah bisa melihatnya sejak keluar dari daerah rumah Sakura.

Mereka sudah dekat sekali dengan benteng. Mulai dari sini, Sakura harus mengatasinya sendiri.

"Boleh kuulang lagi rencana kita?" Ayato berkata saat mereka sudah tiba di bagian luar benteng, "Mula-mula, Sakura yang masuk pertama, berpura-pura ingin menyampaikan keluhan seperti biasanya. Sepanjang jalan, Sakura harus menjatuhkan aroma kantuk itu setiap melewati penjaga. Aku dan Eve akan masuk diam-diam saat para penjaga tidur, kemudian setelah sampai di ruangan tuan tanah, kita serang mereka."

"Kita harus masuk diam-diam agar tidak menarik perhatian. Inti dari rencana ini adalah memberi serangan kejutan pada si tuan tanah, supaya dia tidak sempat melakukan perlawanan, tanpa melibatkan penjaga, benar begitu?" lanjut Eve.

Sakura mengangguk. "Sebisa mungkin jangan melibatkan penjaga, beberapa dari mereka juga dipengaruhi."

"Dari sini semuanya bergantung padamu, Sakura, hati-hati."

"Kami akan berusaha datang secepat mungkin."

Sakura menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dengan mantap dia melangkah ke pintu gerbang benteng yang dijaga dua orang. Berusaha mempertahankan ketenangannya, Sakura mengatakan kepada penjaga bahwa dia ingin menemui tuan tanah untuk menyampaikan keluhan. Penjaga itu membolehkannya masuk. Diam-diam, Sakura menjatuhkan dua bola ke kaki masing-masing penjaga itu dan berjalan memasuki gerbang. Hanya mengerling sedikit ke belakang untuk memastikan kedua penjaga itu tidak menyadari perbuatannya.

Dia tidak tahu pasti berapa lama yang dibutuhkan agar aroma kantuk itu bekerja, tapi dia tidak boleh menunggu.

Perjalanan selanjutnya tidak begitu sulit. Benteng itu memang besar, tapi ruangan tuan tanah sangat mudah dituju dari gerbang depan. Sakura berpapasan dengan dua pasang penjaga lain, yang semuanya dia buat tertidur.

Sampai di depan sebuah ruangan besar, seorang penjaga masuk duluan untuk menyampaikan maksud kedatangan Sakura. Anak itu segera masuk begitu si penjaga mempersilahkannya.

Mungkin ini ruang duduk terbesar yang pernah dimasuki Sakura. Karpetnya begitu lembut hingga dia merasa kakinya bisa melesak ke dalam saat menginjaknya. Lentera-lentera dipasang di beberapa sudut sebagai penerangan di waktu malam. Terdapat hiasan lukisan burung bangau dan kaligrafi di bagian tengah.

Ada dua orang di ruangan itu. Seorang pria besar bertampang pongah yang sedang bersandar malas pada bantal duduknya, Tokage Kurogiri, sumber masalah distrik Kamakura belakangan ini. Lalu yang seorang lagi, seorang wanita yang sangat cantik, tapi tampangnya sedikit angkuh. Persis seperti yang dilihat Sakura dalam air memori.

Sekarang Sakura mengerti mengapa wanita itu bisa begitu mudah merubah orang-orang. Terlepas dari kemampuannya sebagai veela, dia memang sangat cantik, siapapun pasti tidak dapat menahan diri untuk tidak memandangnya. Sakura sendiri harus berusaha keras agar tidak bertatapan dengan si veela.

"Salam, Yang Terhormat Tuan Tanah Kurogiri, saya putri Matsukata, datang kemari untuk menyampaikan keluhan dari penduduk sekitar."

Sakura tidak yakin apakah Kurogiri benar-benar memperhatikannya, pria itu bahkan tidak bergerak dari posisi duduknya! Ketika Sakura tidak kunjung bicara lagi, akhirnya dia menggerutu, "Aku dengar! Sudah, cepat bilang apa maumu!"

Ingin sekali Sakura menonjok wajah pria itu. Tapi dia menahan diri dan mulai menyampaikan masalah-masalah di Kamakura yang seharusnya sudah lama teratasi, jika mereka punya pemimpin yang sedikit lebih baik.

Belum selesai Sakura bicara, Kurogiri sudah mengangkat tangannya, menyuruhnya berhenti. Kurogiri lalu berkata, "Oke, cukup, nanti bakal kuurus semuanya. Sekarang biar kukenalkan kau dengan kekasihku, Maria, dia cantik sekali, bukan?"

Veela yang bernama Maria itu tertawa kecil, hampir saja Sakura menoleh.

Tiba-tiba, Maria berdiri. "Sungguh gadis kecil pemberani, datang sendirian kemari demi kepentingan orang-orang di sekitarnya. Ingin sekali aku menghabiskan sisa hari ini hanya untuk memujimu."

"Terima kasih," gumam Sakura. Dia harus ingat untuk tidak bertatapan dengan veela itu.

"Tetapi, tidakkah ini berlebihan? Gadis seumuranmu seharusnya menghabiskan waktu dengan berkumpul, bercengkrama dengan teman sebaya. Tapi mengapa kau rela membuang waktu hanya untuk mengurusi hal-hal yang bukan menjadi urusanmu?"

Sakura merasakan kepalanya jadi sedikit pusing. Veela ini pandai bermain kata-kata.

"Mengenai apa yang kau bilang tadi, itu sudah menjadi urusan Tokage-ku untuk mengatasinya, bukan sesuatu yang perlu kau pikirkan, bukan begitu?" Maria mengambil tempat di sebelah Kurogiri dan menggelayut di lengan besarnya. Sementara Kurogiri hanya mengguman tak jelas dengan wajah senang.

"Urusan tuan tanah? Memangnya selama ini Anda pernah memikirkan kebutuhan rakyat?" Sakura tidak tahan lagi, matanya menatap Kurogiri tajam. "Kami tidak butuh pemimpin korup yang mengabaikan rakyat dan bekerjasama dengan monster demi kepuasan pribadi!"

Wajah keduanya menegang, tapi ekspresi Maria dengan cepat kembali seperti semula. Tapi sekarang dia berkata dingin, "Hmm, ada yang bermain jadi penyelamat rupanya. Kau dengar itu, Sayang? Posisimu sedang terancam, lho."

Veela itu tidak beranjak dari tempatnya. Malah sekarang tatapan mata Kurogiri jadi kelihatan kosong, sementara Maria terus melemparkan kata-kata provokasi padanya.

"Apa yang kau lakukan!?" tegur Sakura.

Kurogiri berdiri, lalu dia tertawa keras sekali. Pandangan matanya tidak sekosong tadi, Maria di belakangnya tersenyum licik.

"Maria benar! Aku ini tak terkalahkan, siapapun yang mencoba menjatuhkanku harus disingkirkan!" Sambil tertawa, dia menarik sebuah pedang besar. Kemudian, sambil terhuyung seperti orang kesetanan, dia menyerang Sakura.

Gerakan pria besar itu agak lambat, tapi Sakura yang tidak memperhitungkan serangan tiba-tiba seperti itu jadi kewalahan. Belum sempat dia menarik pedangnya, sebentuk tangan menahannya dari belakang. Sakura bisa melihat senyum culas Maria tepat di depan matanya.

"Kau orang pertama yang sadar bahwa aku bukan manusia, bahkan mengerti trik tatapan mata itu. Tapi sayang..." Maria berbisik, dia memegangi dagu Sakura agar mata mereka bertemu.

"Sekarang kau akan melupakan semuanya, pulanglah ke rumah dan bermainlah bersama teman-temanmu. Lalu, mulai sekarang kau akan bersumpah untuk setia pada Tuan Tanah Tokage Kurogiri."

Ada sesuatu dalam suara Maria, yang mendorong Sakura untuk menurutinya. Walaupun suara lain dalam kepala Sakura berusaha keras menolaknya.

Sakura ingin berontak, tapi tenaganya tidak keluar. Pada saat-saat terakhir, akhirnya dia berpikir mungkin sebaiknya dia melupakan seluruh rencana yang mereka lakukan. Mungkin mematuhi Kurogiri adalah hal yang benar, sampai ....

Sesuatu yang panas menyerempet tangannya. Itu membuat Maria melepaskan genggamannya sambil memekik kaget. Sakura jatuh terduduk, dan di tengah-tengah sisa kesadarannya, dia mendengar.

"Maaf kami terlambat, dimana monster yang harus dicincang?"

-----
Published on : 23/07/2021

1289 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro