18. Rencana Penyerangan
III. The Flower Maiden
"Sakura, kau gemetaran?"
Memang benar, sejak kemarin, gadis itu gugup sekali. Bahkan sekarang dia sampai tidak bisa menahan getaran tangannya ketika tengah membantu sang Bunda menyiapkan sarapan.
Perempuan bermata cokelat lembut itu Bernama Ran Hinomoto. Diraihnya tangan putri semata wayangnya itu. "Istirahatlah, Bunda bisa siapkan sarapan sendiri. Kau perlu menyiapkan dirimu untuk besok, 'kan?"
Sakura ingin mengelak. "A-aku baik-baik saja, kok. Lagipula, kemarin aku sudah tidak membantu Bunda ...."
Tapi Ran menggeleng. "Sudah, tidak apa-apa. Yang akan kau hadapi nanti mungkin jauh lebih berat dari dugaanmu, Sakura, kau perlu menyiapkan diri," balasnya lembut.
Sakura tidak punya pilihan selain menuruti ibunya. Sebelum pergi, dia kembali berkata, "Bunda percaya pada pilihanku?"
Ran menatap putrinya sebentar. "Pasti."
"Bunda juga percaya pada Suara?"
"Apapun yang Sakura katakan, Bunda selalu percaya."
Kata-kata itu menutup percakapan ibu dan anak itu.
Suara. Sakura tidak tahu apakah penyebutan itu sudah tepat.
"Pergilah ke kerajaan Ingla, mintalah bantuan pada Pahlawan Timur."
Sakura mengikuti kata-kata itu dan pergi sendirian menuju Ingla. Kemudian dia bertemu Ayato dan Eve.
Awalnya Sakura sempat meragukan saran dari Suara. Berita tentang Pahlawan Timur yang menghilang jelas sudah mencapai Yamato. Tapi, toh, Suara tetap benar, Pahlawan Timur masih hidup dan berada di kerajaan Ingla. Dan Sakura berhasil mencapai bukit Bluebell juga berkat bimbingan dari Suara.
Sekarang, saatnya mengurus hal yang lebih mendesak. Alasan dia sampai harus meminta bantuan pada orang luar, tidak lain adalah demi menyelamatkan distrik Kamakura ini.
Kira-kira setahun lalu, terjadi pergantian pemimpin di Kamakura. Tuan tanah terdahulu menurunkan jabatannya kepada Tokage Kurogiri, yang ternyata adalah sebuah kesalahan. Tuan tanah Kurogiri ternyata bukan pemimpin yang cakap. Dia meninggikan pajak tanah dan merampas sebagian besar hasil panen. Belum lagi, dia selalu menutup mata terhadap masalah-masalah yang terjadi di Kamakura akibat tingkahnya itu.
Baru beberapa bulan kepemimpinan, timbul protes keras dari warga. Beberapa orang memutuskan untuk langsung mengutarakan protes mereka ke benteng tempat tinggal Kurogiri. Namun, keanehan terjadi.
Orang-orang yang tadinya melayangkan protes kepada tuan tanah, malah berbalik menjadi pendukungnya, dan kian hari pendukung Kurogiri malah semakin banyak. Itu membuat aksi protes tidak berguna sama sekali.
Sakura dan yang lainnya berasumsi itu akibat ulah monster. Hanya saja, tidak banyak pendekar yang kuat di Kamakura, kalaupun ada mereka sudah menjadi pendukung Kurogiri. Karena itulah, Sakura mengambil tindakan, mengikuti saran dari Suara untuk meminta bantuan dari luar. Sekarang, yang harus mereka lakukan adalah menyusun rencana mengenai bagaimana mereka akan mengalahkan monster tak dikenal itu.
"Maaf lama nunggu."
Pintu geser terbuka di belakang Sakura. Mira masuk sambil membawa sebuah baskom besar. Selain Sakura, diruangan itu ada Ayato, Eve, Rin, dan Mira yang baru saja masuk.
Mira meletakkan baskom besar itu di meja yang berada di tengah ruangan. Sakura bisa melihat air dalam baskom tersebut beriak tak wajar, seolah-olah ada sesuatu yang akan muncul dari dalam baskom.
"Apa itu air memori?" tanya Eve.
"Benar, ini air memori." Mira mengangguk. "Beberapa hari yang lalu, aku meminta kenalanku yang akan menghadap tuan tanah untuk mengalungkan botol kecil berisi air yang sudah dimantrai. Saat kembali, dia menjadi pendukung Kurogiri, namun air memori yang dia bawa sudah merekam semua yang terjadi."
Mira mengeluarkan tongkat sihir dari balik bajunya, tongkat itu dibungkus dengan kain putih bersulam bunga-bunga. Sakura pikir, cara para penyihir di negara ini menyimpan tongkat mereka dalam bungkusan kain adalah sebuah tradisi khusus, sebab dia lihat Eve tidak melakukannya.
Mira mencelupkan ujung tongkatnya ke dalam air. "Butuh waktu beberapa hari untuk menguraikan air memori ini. Tapi, lihatlah."
Masing-masing dari mereka mendekatkan kepala ke baskom. Saat Mira mencabut tongkatnya, sesuatu muncul di air. Sebuah gambar bergerak, membentuk sebuah ruangan.
Air memori memantulkan semua yang dilihatnya. Dan jelaslah ruangan yang sedang dipantulkan dalam baskom itu adalah ruangan sang tuan tanah. Ada dua orang di dalam ruangan itu. Seorang pria besar yang berwajah mirip cicak (menurut sebagian orang) dan bertampang pongah, Tuan Tanah Tokage Kurogiri. Yang satu lagi seorang wanita yang sangat cantik, mengenakan kimono bagus dan tatanan rambut rumit.
Sayangnya, air memori tidak bisa merekam suara. Jadi mereka tidak tahu apa yang dikatakan Kurogiri dan wanita itu. Satu yang pasti, setelah si wanita selesai berbicara, ruangan berputar dan tampilan dalam baskom berubah menjadi pintu keluar yang semakin mendekat. Kentara sekali orang yang membawa air itu berlari meninggalkan ruangan dengan terburu-buru. Setelahnya, tampilan itu mengabur dan kembali menjadi air biasa.
"Jadi monsternya... perempuan itu?" Ayato membuka suara.
Tidak ada yang menjawab. Sakura sendiri ragu apakah mungkin wanita secantik itu ternyata adalah monster. Tapi jika melihat pantulan tadi, kemungkinannya cukup tinggi.
"Ng... tapi dia sama sekali nggak kelihatan seperti monster. Mungkin perempuan itu cuma, uh, pintar merayu?" Rin ikut mewakili keraguan Sakura.
Mira hanya menggeleng tidak yakin. Memang, asumsi mereka bahwa Kurogiri bekerja sama dengan monster itu hanya tebakan. Mungkin sebenarnya wanita itu memang cuma manusia biasa, mungkin masalah sesungguhnya tidak serumit itu.
Namun, di tengah suasana keraguan itu, mereka mendengar Eve mendesis, "Veela."
"Apa?"
"Perempuan itu barangkali memang monster." Eve angkat bicara. "Dia veela, monster berwujud wanita cantik."
"Kupikir semua monster berwajah seram," tukas Rin.
"Tidak selalu, penampilan menarik kadang perlu untuk menarik mangsa."
Eve lalu melanjutkan, "Veela itu monster perayu, dengarkan kata-kata manisnya lalu kau akan jatuh ke dalam kendalinya. Biasanya mereka paling sering merayu laki-laki, tapi veela yang kuat juga bisa mempengaruhi perempuan."
"Jadi perempuan itu yang sudah merubah orang-orang?" Kali ini Sakura yang bicara.
"Tepat sekali, karena itu, usaha negosiasi dengan menghadap langsung tidak akan berhasil. Tidak hanya melupakan tujuan awal, Veela juga bisa membuatmu jadi linglung selama beberapa hari," jelas Eve.
"Kalau tidak bisa diserang, lalu bagaimana kita akan mengalahkannya?" tanya Rin.
"Sekuat apapun monster, pasti punya kelemahan. Kita akan temukan itu." Mira menenangkan. "Sekarang aku ingat pernah membaca mengenai veela. Kalau tidak salah, mereka hanya merayu orang-orang lokal, ya?"
"Itu dia! Sebab kemampuan veela juga ada batasannya." Eve menimpali.
"Veela biasanya menetap di suatu tempat dalam waktu yang cukup lama, hingga penampilan mereka semakin mirip dengan orang-orang dari daerah itu. Namun, ada satu kelemahannya, mereka hanya bisa mempengaruhi orang-orang yang berasal dari wilayah itu."
"Artinya, orang asing tidak akan kena pengaruhnya, ya?" Sakura menyimpulkan.
"Jika benar begitu, artinya yang bisa menyerangnya hanya aku dan Eve? Yang tidak berasal dari tempat ini." timpal Ayato.
"Sayangnya, ya," balas Eve. "Mungkin kita berdua bisa mengalahkan veela itu, tapi masih ada si tuan tanah."
Hening. Pikiran Sakura campur aduk. Dia yang meminta tolong pada mereka berdua untuk membantu, tapi jika Sakura tidak ikut terjun dalam rencana penyerangan itu, rasanya agak salah.
"Apakah tidak ada cara untuk menghindari pengaruh veela itu?" tanya Sakura.
Eve tampak berpikir. "Tunggu, aku pernah membacanya... oh, pertama-tama, mereka akan menarikmu untuk menatap matanya. Kurasa jika kau bisa menghindari kontak mata, rayuannya bisa dihindari, tapi aku sendiri tidak begitu yakin."
"Kalau begitu, sudah diputuskan." Sakura tiba-tiba berdiri. "Aku ikut!"
Terdengar suara penolakan dari berbagai arah.
"Tunggu Sakura, jangan bertindak seenaknya! Kamu dengar sendiri, 'kan, dia bisa saja mencelakaimu." Rin memprotes.
"Tidak, bagaimanapun aku harus ikut." Sakura menggeleng. "Aku yang memberi ide tentang meminta bantuan pada Ayato dan Eve. Rasanya tidak bertanggung jawab sekali jika aku membiarkan mereka berdua pergi sendiri."
"Sebenarnya Sakura, kau tidak perlu memaksakan diri, kami berdua akan cari cara mengatasinya." Eve ikut mencegah.
Namun, Sakura memegang tekadnya bulat-bulat. Dia akan ikut menyusup ke dalam benteng tuan tanah. Pada akhirnya, tidak ada yang bisa menarik keputusan Sakura. Mereka semua hanya bisa memperingatkan anak itu untuk menjaga dirinya baik-baik.
Rapat rencana penyerangan ditutup sore itu. Ketika Sakura membicarakan rencana itu sekaligus meminta izin ayahnya untuk ikut, pria itu sama sekali tidak keberatan. Agak di luar dugaan, tapi Sakura lega mendengarnya.
Tentu saja ibunya juga memberi dukungan penuh. Bahkan malam itu, Ranmenyuruh mereka semua untuk tidur lebih cepat, agar besok ketika rencana itudijalankan, mereka benar-benar siap. Masalahnya, masih banyak yang ingin dibicarakan Sakura dengan teman-temannya, dia jadi tidak bisa tidur.
Sakura membuka pintu geser di kamarnya yang menuju teras. Semilir angin malam menerpa wajahnya, berharap itu akan membuatnya mengantuk.
"Berhati-hatilah."
Lagi-lagi Suara itu. Sakura sudah sangat sering mengalami hal ini. Ketika dia sendirian, entah di kamarnya atau di tempat lain, suara tanpa wujud itu selalu muncul di kepalanya. Bahkan anak itu sudah tidak merasa kaget lagi.
"Hei." Sakura berucap pelan. "Sebenarnya, siapa dirimu?"
"......"
"Kenapa kau selalu muncul di kepalaku?" Kali ini Sakura benar-benar berharap Suara itu mau menjawabnya.
"Waktunya hampir tiba."
Sakura menghembuskan napas. Itu sama sekali tidak menjawab rasa penasarannya.
"Tidurlah, besok akan jadi hari yang berat."
Hanya itu yang dia katakan. Sebelum Sakura kembali menutup pintu geser, berbaring di futon-nya sambil menatap langit-langit, dan tenggelam ke alam mimpi.
-----
Published on : 16/07/2021
1372 words
-Eri W.🍁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro