Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05. Tanpa Kekuatan

I. The Talentless Hero

Percobaan berikutnya berjalan lancar. Saat giliran Misha, dia berhasil memanah sepuluh apel dari jarak satu setengah meter dengan kecepatan dan akurasi yang luar biasa. William menancapkan tombaknya ke batu besar. Tidak hancur, tapi timbul retakan mengerikan pada batu itu. Yang langsung hancur jadi debu begitu William menarik tombaknya.

"Terakhir, silahkan Tuan Ayato." Setelah berkata begitu, Diego memberi isyarat agar Ayato mengikutinya.

"Tebaslah pohon di sana itu dengan pedangmu," katanya.

Itu adalah pohon apel yang tadi digunakan Misha untuk memanah. Ayato menghunuskan pedang. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengeratkan pegangan di gagang pedang sebelum berlari menuju pohon. Bilah pedang beradu dengan kayu yang keras. Dikerahkannya seluruh kekuatan pada satu kali tebasan.

Berhasil kah?

Ayato terengah. Tidak ada hembusan angin atau suara retakan. Dia mendongak, alih-alih melihat pohon yang hampir roboh, yang didapatinya hanya goresan panjang agak dalam di batang pohon tersebut.

Apa? Cuma segitu? Padahal aku sudah menggunakan seluruh kekuatanku. Batin Ayato. Tiba-tiba Diego sudah ada disampingnya, dia sepertinya juga tercengang.

"Kau... kau sama sekali tidak menahan diri, 'kan?" tanya Diego terkejut.

"Tidak. Tidak sama sekali," jawab Ayato, masih terengah.

Diego sepertinya hendak mengucapkan sesuatu, tapi kemudian dia menggelengkan kepala. "Berikan pedangmu," katanya sambil mengulurkan tangan.

Begitu Ayato mengulurkan pedangnya, Diego langsung menyambarnya dan membolak-balik pedang itu dengan ekspresi serius, seolah itu adalah benda asing yang belum pernah ada sebelumnya. Sampai kemudian dia mengembalikan pedang itu dan berkata, "Aku tidak mengerti Tuan Ayato, tapi ini, ini cuma pedang biasa."

"Apa maksudmu?" tanya Ayato bingung.

Diego berjalan menjauh sambil tetap menjelaskan, "Senjata khusus bagi Pahlawan dirancang memiliki daya serang yang jauh lebih tinggi daripada senjata biasa. Kalian sudah lihat sendiri..." Dia menunjuk ketiga pahlawan. "...dampak yang ditimbulkan dari sekali serangan."

Kemudian dia berbalik pada Ayato. "Dalam kondisi normal, seharusnya pedang milikmu dapat menebang pohon sebesar itu. Tapi jika dilihat dari hasilnya... maaf, pedang itu jadi tak ubahnya dengan senjata biasa."

Ayato menatap sarung pedang. Jadi cuma dia seorang yang entah kenapa tidak mendapat kekuatan. Tapi, hei, bukankah ini tidak adil?

Perhatiannya kembali teralihkan pada Diego saat lelaki itu berdeham. "Sebenarnya bukan kali pertama terjadi kasus seperti ini. Kudengar, dulu ada beberapa pahlawan yang juga tidak berhasil membangkitkan kekuatan senjata mereka," jelas Diego. "satu-satunya cara untuk kembali memperoleh kekuatan hanya--"

Dia berhenti. Apapun yang ingin diucapkan Diego setelahnya, mungkin bukan hal bagus. Dia kembali mengulurkan tangan pada Ayato. "Lupakan yang tadi. Mungkin aku masih bisa melakukan sesuatu pada pedangmu, bawa sini."

Setelah Diego mendapatkan pedangnya, dia berbalik menghadap ketiga pahlawan lain. "Setelah ini kalian boleh berlatih menggunakan senjata sesuka kalian." Setelah berkata begitu, dia berbalik memasuki istana.

"Nggak perlu dipikirkan, bung, gayamu waktu menebas pohon tadi lumayan lho!" Ayato menghargai usaha Andrew yang mencoba menghibur (walaupun dia menepuk pundak Ayato keras sekali sampai lututnya tertekuk). Tapi itu sama sekali tidak membuatnya merasa lebih baik.

Karena tidak ada yang bisa dilakukan, Ayato hanya duduk di pinggir taman dan memperhatikan Andrew dan William yang beradu senjata. Rasanya segalanya jadi makin rumit. Jika dia tidak memiliki kekuatan yang cukup, apa dia akan tetap dianggap sebagai Pahlawan? Atau barangkali dia malah akan dicampakkan.

"Boleh aku duduk disini?"

Itu Misha Chernenko, si gadis pemegang busur. Sejak tadi dia terus melatih kemampuan memanahnya di sisi lain taman. Tapi Ayato terlalu sibuk memikirkan bermacam hal sampai tidak sadar gadis itu sudah ada dekatnya.

"Boleh," kata Ayato sambil sedikit bergeser untuk memberinya tempat.

"Terima kasih," kata Misha. Dia lalu duduk dan menyeka keringat di dahinya dengan lengan baju, kelihatan sekali dia sangat lelah. Busur diletakkan di pangkuannya.

"Rasanya aneh ya." Misha membuka percakapan setelah hening beberapa saat. "Aku yakin bis yang kutumpangi mengalami kecelakaan, tapi kemudian aku terbangun di altar batu itu. Siapa sangka aku akan mendapatkan kesempatan hidup untuk kedua kalinya.

"Mungkin beberapa hal memang tidak berjalan lancar. Tapi aku yakin semuanya pasti akan baik-baik saja," katanya sambil tersenyum pada Ayato, mencoba menghiburnya.

Ayato menghela napas berat. Perkataan Misha mungkin ada benarnya, terus-menerus memikirkan hal yang sama tidak akan mengubah apapun.

"Tapi kalian hebat, bisa langsung mahir menggunakan senjata seperti itu seolah itu bukan hal baru," kata Ayato, mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau terus-terusan membahas masalah pedang itu.

Misha memasang senyuman tipis. "Kau juga hebat, sungguh. Terlepas dari senjatamu yang tidak memiliki kekuatan, caramu menebasnya terlihat seperti sudah terlatih," katanya.

Ayato tersenyum tipis. Teknik menebasnya tadi sebenarnya cuma kebetulan, dia hanya mengikuti insting untuk berlari dan menebaskan bilah pedang. Mungkin itu adalah 'efek senjata khusus' yang disebut-sebut Diego. Tapi tetap saja--

"Ayato!"

Itu suara Regina, yang masih membawa buku-buku di pelukannya. Ayato ingat gadis itu tadi bilang akan menemuinya setelah pelajarannya selesai. Tapi kalau seperti ini, tidak ada juga yang bisa dia lihat.

"Hai," balas Ayato singkat. Regina segera menghampiri bangku. Tapi kemudian ekspresinya mengeras saat bertemu pandang dengan Misha.

"Uh, kau... tidak latihan?" tanya Regina. Dia terus-terusan melempar pandang pada Misha, padahal yang bersangkutan tidak melakukan apa-apa.

"Latihanku... sudah selesai, lebih cepat dari yang kuduga..." Ayato berbohong. Memutuskan sebaiknya tidak mengatakan masalah pedangnya pada Regina.

"Begitu ya..." Regina mengeratkan pegangan pada buku-bukunya. Ayato tidak mengerti ada apa dengan gadis itu, tapi rasanya seperti ada tekanan berat disekitarnya. Misha sendiri hanya menampakkan ekspresi datar.

"Ka-kalau memang sudah selesai..." Regina menarik tangan Ayato sampai cowok itu berdiri. "mau jalan-jalan denganku? Kemarin aku belum menunjukkan keseluruhan istana padamu, 'kan."
Ayato tidak punya pilihan lain. Dia melambaikan tangan pada Misha ketika Regina menariknya menjauh. Mungkin jalan-jalan sebentar tidak apa-apa. Toh, sepertinya Diego belum akan kembali dengan pedangnya dalam waktu dekat.





Ayato berhasil melepaskan diri dari Regina dan kembali ke kamar. Sepertinya suasana hati gadis itu sedang buruk, dia terus saja menarik Ayato keliling istana dan berbicara tanpa henti.

Matahari sudah condong ke barat. Sudah sore, tapi Diego masih belum muncul juga. Terlintas di pikiran Ayato, mungkin sebaiknya dia mencari pria itu. Tepat setelah Ayato berpikir begitu, pintu kamarnya diketuk.

Pas sekali, itu Diego. Tapi ekspresinya masam.

"Aku sudah melakukan apa yang kubisa." Dia menjentikkan tongkat dan sebuah pedang muncul dari udara, yang pasti akan jatuh berkelontang ke lantai jika Ayato tidak segera menangkapnya. "pedang itu nihil kekuatan. Tapi Pahlawan harus tetap bergerak. Semoga beruntung."

Ayato menatap Diego dan pedang itu bergantian. "Apa yang harus kulakukan? Dengan ini mana bisa aku jadi kuat seperti yang lain," protesnya.

Tapi Diego hanya mengangkat bahu. "Entahlah, tetap berlatih saja seperti biasa. Pokoknya, tugasku di sini sudah selesai, dah."

Ayato ingin kembali protes, tapi Diego keburu memotong lagi, "Oh hampir lupa. Sudah waktunya memperkenalkan kalian pada masyarakat, dua hari dari sekarang akan ada pertunjukan, jadi berusahalah agar tidak mati ya." Dia langsung pergi setelah mengatakan itu.

Pertunjukan apa lagi yang dimaksud pria itu? Mendadak Ayato jadi berpikir, pedang tanpa kekuatan baru permulaan.

------
Published on: 07/04/2021

1122 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro