Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

03. Senjata dan Tamu

I. The Talentless Hero

"Kami membutuhkan bantuan kekuatan dari kalian, Pahlawan Empat Mata Angin."

Setelah Diego membuka kain penutup meja dengan satu sentakan tongkatnya, tampaklah empat buah senjata berlainan jenis. Sentakan tongkat kedua, selembar perkamen muncul.

"Pertama-tama, aku ingin memastikan identitas kalian. Tolong maju saat nama kalian dipanggil," kata Diego sambil menyambar perkamen melayang itu.

Dia berdeham sekali, lalu melanjutkan, "Andrew Kale, pahlawan dari Selatan."

"Ooh... ini dia!" Si pria kekar berseru lantang dan maju ke hadapan Diego. Terlihat sangat antusias dengan rasa percaya diri yang terlampau tinggi.

"Stone-chrushing axe, kapak pemecah-batu." Diego mengangkat kapak besar dari atas meja dan menyerahkannya kepada Andrew. "... senjata berukuran besar akan cocok dengan postur tubuhmu."

Andrew lagi-lagi berseru lantang. Setelah puas membolak-balik senjata barunya, dia lalu kembali ke tempat semula.

"Misha Chernenko, pahlawan dari Utara."

Giliran si gadis berambut pirang yang maju. Diego mengangkat busur dan memberikannya pada gadis itu, "Bow-of-Nature, busur alam. Memanah akan sangat cocok untuk gadis cantik sepertimu."

Misha menerima busur yang cukup panjang itu. "Terima kasih, pasti akan kugunakan dengan baik."

"Selanjutnya, William Foster, pahlawan dari Barat."

Kali ini si pemuda berambut pirang klimis yang maju. Dia mendapatkan tombak panjang, "Sky-piercing spear, tombak penusuk-langit. Pria berpostur tinggi sepertimu tentu tidak akan kesulitan menggunakannya."

Tanpa berkata apa-apa lagi, William berbalik dan kembali ke tempat semula.

"Terakhir, Ayato Yukimura, pahlawan dari Timur."

Giliran Ayato tiba. Hanya tersisa satu pedang di atas meja, lantas Diego memberikan pedang itu padanya.

"Steel-slashing sword, pedang penebas logam. Tubuhmu tidak sebesar Andrew, juga tidak setinggi William. Dan ukuran pedang itu akan sangat pas untukmu."

Ayato mengamat-amati pedang barunya itu. Namanya boleh juga. Dicobanya menarik pedang dari sarungnya. Agak berat, tapi sepertinya tidak masalah jika sudah terbiasa. Mata pisaunya berkilau ditimpa cahaya lentera ruang singgasana, baik gagang dan sarungnya berwarna hijau gelap dan dipernis mengkilap.

"Terima kasih, akan kujaga baik-baik," katanya sambil kembali menyarungkan pedang itu.

"Baiklah, senjata sudah didapatkan. Kuharap kalian bisa menggunakannya dengan baik," Diego menyimpan kembali perkamen berisi nama-nama itu. "Berikutnya, kukembalikan pada Baginda Raja."

Raja Henry bangkit dari singgasananya dan bertepuk tangan agar perhatian kami tertuju padanya. Dia maju ke ujung podium, berdeham sekali dan berkata, "Sekali lagi kuucapkan banyak terimakasih kepada para Pahlawan yang telah datang dan menerima senjata, kuharap dengan hadirnya kalian akan membawa kedamaian dan keamanan di dunia ini.

"Tentunya kalian semua sudah lelah, bukan? Jadi kami sudah menyiapkan jamuan makan malam sekaligus untuk merayakan kedatangan kalian, silahkan datang ke aula pesta dua jam lagi. Lalu, aku sudah memerintahkan para pelayan untuk menunjukkan kamar kalian. Silahkan gunakan waktu jeda ini untuk beristirahat!"

Raja Henry turun dari podium, diikuti permaisuri dan putrinya. Sementara beberapa pelayan memasuki ruang takhta untuk mengantar mereka menuju kamar masing-masing.

"Haa..."

Begitu sampai, Ayato langsung menghempaskan diri ke kasur. Kamarnya bagus juga, memang tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman. Terdapat kasur ukuran sedang, nakas, dan sebuah lemari. Juga ada balkon kecil dan kamar mandi.

Sekarang dia bingung harus melakukan apa selama dua jam ini. Mengunjungi kamar Pahlawan lain? Tapi dia tidak pandai mencari topik pembicaraan. Akhirnya Ayato mengurungkan niatan itu.

Pada akhirnya Ayato memutuskan untuk pergi mandi. Tidak baik menghadiri Jamuan makan tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Toh, dia tidak tahu lagi harus melakukan apa selain itu.

Setelahnya, Ayato berpikir lebih baik keluar dan mencoba berkeliling istana saja. Tentu tidak lucu apabila besok dia tersesat di istana besar ini, lebih baik coba mengenal bangunan yang mulai sekarang akan dia tinggali ini daripada tersesat kemudian. Ayato berjalan ke pintu kamar dan membukanya.

"Kyaa..."

"Wuah..."

Mendapati seorang gadis di belakang pintu kamarnya, jelas membuat Ayato dan gadis itu sama-sama terlonjak kaget. Tunggu, sepertinya Ayato sudah melihat gadis itu sebelumnya.

"Ah, s-selamat siang..." Gadis itu masih agak terkejut karena Ayato tiba-tiba membuka pintu. Dia mengenakan gaun ungu berenda tangan pendek yang kelihatan mewah, rambut cokelat gelapnya digelung di atas kepala. Tapi dia mengangkat sedikit gaunnya dan membungkuk, "kau pasti sudah melihatku tadi di ruang takhta, tapi biar aku memperkenalkan diri. Namaku Regina Isabel de Iberia, putri mahkota Kerajaan Iberia."

Memang benar, Ayato ingat gadis itu tadi juga berada di ruang takhta. Tapi untuk apa seorang putri repot-repot datang ke kemarnya seperti ini?

Sebelum Ayato sempat bertanya, Regina sudah berkata lagi, "Aku datang kemari karena ingin menemuimu, Ayato Yukimura sang Pahlawan Timur."

"Benarkah? Suatu kehormatan bisa didatangi Tuan Putri," timpal Ayato dengan sedikit membungkuk, demi kesopanan.

Tapi Regina kelihatannya tidak nyaman dengan keformalan itu. Dia kemudian bertanya lagi, "Jika sedang tidak ada kerjaan, mau berkeliling istana bersamaku?"

Ayato memang sedang ingin berkeliling. Tapi apa tidak apa-apa jalan berdua saja dengan putri kerajaan? Meski begitu, menolak rasanya juga bukan pilihan bagus.

"Jika Nona Regina sendiri tidak keberatan, baiklah," jawab Ayato.

"Tidak perlu formal begitu, panggil Regina saja." Regina menjawab sambil melangkah menjauh dari pintu kamar Ayato. Dia memberi isyarat agar cowok itu mengikutinya, "ayo! Akan kutunjukkan istana ini padamu. Lalu... bolehkah aku memanggilmu Ayato?"

"Baiklah... Regina?" Aku lalu melangkah mengikuti gadis itu.

Mereka berdua benar-benar berkeliling istana. Regina gadis yang banyak bicara. Sepanjang jalan, dia terus bercerita mengenai segala hal, mulai dari bangunan istana sampai kehidupannya sebagai putri kerajaan. Ayato sendiri hanya menanggapi dengan "Begitu ya..." atau "Lalu?" dan "Hmm." tidak tahu harus menimpali seperti apa lagi.

"Dunia asal Ayato seperi apa?" tanya Regina saat mereka duduk dan beristirahat sebentar di bangku taman istana.

"Dunia asalku? Yah..." Adakah hal menarik di bumi yang bisa membuat takjub penduduk dunia sini? "...biasa saja sih, tapi di duniaku dulu tidak ada sihir."

"Benarkah? Kalau begitu, ini pasti kali pertama kamu melihat sihir ya."

"Begitulah..."

Setelahnya, Regina yang banyak mendominasi percakapan. Sementara Ayato hanya menanggapi saja. Tak lama, Regina bangkit dari duduknya dan berkata, "Sudah hampir waktunya pesta penyambutan. Nanti kita bertemu lagi di aula pesta, aku akan ke sana bersama ayahanda dan ibunda."

Ayato ikut bangkit dari bangku dan bersiap pergi. Sebelum berpisah, Regina mencondongkan badannya ke arah Ayato, "Sebelum itu, akan kuberi tahu alasan mengapa aku sangat ingin bertemu denganmu..." Dia berjinjit dan membisikkan sesuatu, "...kamu itu tipeku banget lho."

------
Published on: 24/03/2021

1009 words
-Eri W. 🍁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro