Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7

Kadang yang kau butuhkan adalah kegelapan,
Jadi kau tahu indahnya setitik penerangan.

Kadang yang kau butuhkan adalah kegagalan,
Jadi kau paham pentingnya setiap perjuangan.

***AQUA World***

Gelap adalah temanku mulai sekarang.

Oh, katakan padaku, sampai kapan aku harus hidup seperti ini?

Aku tak bisa begini terus-makan tak teratur (aku takut persediaan pilku yang tinggal sedikit itu akan membuatku mati dikemudian hari, meski tak ada kemungkinan hidup lagi jika aku tak segera meninggalkan planet ini), aku bahkan meminum air mentah yang tersedia disekelilingku (rasanya tidak asin, percayalah). Aku bisa mati jika lama-lama berada disini.

Aku juga tidak bisa terus hidup dalam ketakutan setiap malam seperti ini. Ini kutukan! Ini mimpi buruk! Ini delusi! Dan apapun itu, aku ingin segera pulang.

Pulang? Itu mungkin pemikiran paling bodoh yang pernah seorang Skye pikirkan. Aku benar-benar ingin kembali pulang, tidur di kasur yang hangat berbalut selimut tebal dan terang. Yah, itupun kalau aku ingin kembali ke dalam apartemen yang sudah tenggelam itu, dan menjadi bangkai disana.

...Malam ini akan menjadi malam yang panjang.

Ath bagaimana ya? Dia sudah hampir beberapa jam di dalam air.

Apa Ath bukan-

Aku buru-buru memejamkan mataku rapat-rapat. Ada beberapa alasan mengapa aku memilih bungkam tak menanyakan tentang itu. Alasan terdekatnya adalah, jika Ath ternyata adalah ..., sosok yang membuatku ketakutan, maka aku tahu aku tidak akan sanggup menempuh perjalanan yang tak berujung ini sampai kapanpun.

Setelah aku menemukan daratan yang meskipun sedikit mustahil untuk menjadi nyata, aku akan meninggalkan Ath secepat mungkin. Aku tidak akan menganggunya lagi setelah dia membantuku sampai di salah satu puncak terdekat. Sesegera mungkin aku akan..., berterima kasih kepadanya.

Ya, aku memang jahat. Aku memanfaatkannya.

Aku sangat takut saat Ath hendak berenang pergi sendirian. Alasannya? Tentu saja karena aku tidak mau sendirian. Egois! Aku memang manusia egois. Aku hanya mementingkan diriku sendiri.

Kalau Ath tahu, Ath pasti akan membenciku.

Ah, dasar tidak tahu diuntung, makiku dalam hati terhadap diriku sendiri. Kalau Ath tahu, dia pasti akan berpikir seharusnya dia membiarkanku tenggelam dimakan monster laut saja.

Menyedihkan sekali nasibku ini...

Oke, oke, oke! Kurasa membawa-bawa topik soal monster laut, bukan ide yang bagus! Padahal tadi aku sama sekali tidak kepikiran soal monster laut. Melewati malam penuh kegelapan, suara ombak dan dalam kondisi seperti ini malah membuatku sangat ngeri. Aku merasakan hal yang sama seperti kemarin malam.

"Aduh..., Ath kapan kembali ya?" bisikku gelisah. "Pagi nanti? Siang? Malam? Besok? Lusa? Minggu depan?"

Begitu terus dan berkepanjangan sampai sepuluh tahun ke depan.

Konyol memang, tapi sepertinya kalau begini terus..., aku malah sudah mati duluan sebelum bulan depan!

Dan semua kepanikan itu berubah menjadi penasaran saat aku melihat banyak titik-titik kuning yang menerangi bagian yang sedikit jauh. Aku yakin itu bukanlah imajinasiku belaka, sebab aku melihat pantulan benda itu di air yang gelap juga.

Aku terperanjat saat merasakan benda itu mendekat ke arahku dalam jumlah yang sangat banyak. Aku takut, sebab aku tak pernah melihat benda itu. Dua pilihan yang harus kulakukan dengan cepat; diam menunggu benda itu mendekat atau segera mendayung dengan tanganku dan menghindar dari benda itu!

Oke, sebenarnya sebelum ada pilihan itupun, aku lebih memilih menghindar. Siapa tahu benda itu panas dan malah merobek sampanku. Itu berarti aku memilih mati duluan! Dan mati dengan cara seperti itu sungguh tidak elit!

Dengan sekuat tenaga aku berusaha melawan arus hanya dengan tanganku-tapi tidak berani memasukan tangan ke dalam air lebih dari dua detik. Mataku terus berbalik ke belakang melihat benda yang semakin mendekat dan membuatku bergidik ngeri.

Salah satu dari benda itu tiba-tiba saja muncul di depanku, lalu membuat yang lainnya bergabung. Aku hanya bisa terpana tanpa mengingat ketakutanku lagi.

Apapun yang bersinar di kegelapan itu selalu indah sekali ya?

Salah satu dari benda-benda yang bercahaya itu mendekati punggung tanganku, aku hanya bisa terdiam mencoba merasakan area yang tersentuh benda itu.

Tidak panas.

Benda itu terbang di dekatku, dan aku terpukau saat melihat benda itu dari dekat. Ini tergolong tipe hewan langka. Apa itu namanya, uhm, oh! Ini tipe serangga!

Oh yaampun! Aku tidak pernah menyangka dalam hidupku ini aku bisa melihat hewan langka!

Aku memang sering membaca buku tentang bumi di masa lalu. Konon katanya ada beberapa hewan darat yang masih hidup. Tapi semuanya menjadi langka karena keterbatasan tempat tinggal mereka.

Bumi itu indah sekaligus misterius, ya? Sayang sekali, harus menjadi seperti saat ini...

Tunggu..., sepertinya aku pernah nonton video di aplikasi WeTube tentang serangga ini. Mereka menaruhnya dalam toples yang memiliki lubang di bagian tutupnya dan mengurung binatang ini di dalam, jadi toples itu mengeluarkan cahaya.

Apa ya namanya..., butterfly? Eh, sepertinya bukan itu kan kupu-kupu-hewan yang punya sayap indah. Spider? Nah, sepertinya salah, bukan laba-laba sepertinya.

Tunggu, jangan beritahu aku.

Eh tunggu, memangnya siapa yang akan memberitahuku?

Setahuku namanya diulang dua kali, yang pasti bukan cumi-cumi, ubur-ubur, kura-kura, berang-berang, atau lumba-lumba. Karena mereka masih banyak di laut.

OH! Ini firefly-kunang-kunang, yaampun!

Sepertinya tidak sia-sia aku belajar sejarah. Yah, meskipun aku tidak tahu apa keuntungan yang kudapatkan setelah berhasil menebak nama binatang itu.

Kunang-kunang sangat baik. Mereka tetap di sekelilingku, menerangi sekitarku dan juga pantulan air.

Aku menutup mataku dengan perasaan campur aduk; senang, terharu, lega dan bingung bersamaan. Rasa kantuk perlahan menyelimuti pikiranku, namun begitu, pikiranku terus saja bertanya-tanya.

Mengapa bisa ada kunang-kunang, disini?

*

Saat aku membuka mataku, aku bisa melihat bintang-bintang di atasku bergerak cepat. Aku sempat menerjap berapa kali, memikirkan apakah bumi kini berevolusi lebih cepat karena dampak ini.

Oh, atau mungkin bukan.

Segera saja aku bangkit dari tiduranku menjadi posisi duduk, lalu memperhatikan sekitarku yang gelap, namun berhasil membuatku tersadar bahwa sebenarnya bukan bintang-bintang itulah yang bergerak, tetapi sampan ini.

Aku pun tersenyum lega, amat lega karena aku tidak lagi sendiri. Tapi sejak kapan dia kembali? Dan tunggu, ini benar-benar dia, kan? Ini benar-benar Ath, kan?

Satu-satunya orang yang terpikir di benakku pun tiba-tiba saja memunculkan kepalanya di permukaan, membuatku hampir saja terjatuh dalam keadaan tiduran kembali. Melihatnya, rasanya ingin bertanya darimana saja dia tadi.

"Kau sudah bangun?" tanyanya sambil merapikan rambutnya yang berantakan tak beraturan. "Masih belum pagi, tapi kebetulan sekali."

Aku memiringkan kepalaku bingung, Ath yang sepertinya menyadari kebingunganku pun naik ke sampan, namun tidak sampai naik sepenuhnya di atas karena dia masih basah dan tampaknya dia tak berminat membanjiri sampan.

"Urusanmu sudah selesai?" tanyaku gugup.

"Hm, begitulah," Ath melipat tangannya dan menempatkannya pada ujung sampan. "Kau mau kemana?" Mata biru hijaunya itu terlihat begitu mengintimidasi, membuatku kehabisan kata-kata. Karena selain aku gugup karenanya, aku juga memang tidak punya arah tujuan yang pasti.

Dan aku benar-benar tak tahu harus menjawab apa!

"Huh? Kau benar-benar tidak tahu mau kemana?"

"A-aku ..., aku mau ke Mars!"

Dan jawaban bodoh itu hanya dibalas dengan tatapan datar oleh Ath. Beberapa saat kemudian dia tertawa geli membelakangiku. "Ternyata kau masih bodoh. Aku bisa berenang, tapi tidak bisa terbang."

"Aku tidak menyuruhmu membawaku ke Mars!" seruku sambil menahan malu. Tahu begini, lebih baik aku tak usah menjawab saja!

"Jadi, aku boleh membawamu kemanapun sesuka hatiku?" Nada bicaranya benar-benar membuatku panas, aku memalingkan wajahku agar tidak meledak. "Baiklah, aku akan membawamu ke daratan terdekat, bagaimana?"

Iya, daratan terdekat. Aku mencoba membaca matanya, ini benar-benar daratan yang selama ini aku pelajari? Tanah dengan rumput, pohon dan bunga? Bagaimana kalau daratan terdekat itu ternyata adalah bekas puncak gunung kering tandus yang tak berpenghuni? Sama saja kan, aku akan mati? Oke, logikanya semua manusia akan mati. Tapi tolong, jangan dengan cara seperti ini.

"Kelihatannya kau keberatan."

Aku menganggukan kepalaku dengan cepat. "Maaf. Tapi, ya, aku keberatan."

"Kau merepotkan, tahu?"

"Sudah kubilang, maaf!" ujarku kesal. "Tapi yasudahlah. Bawa saja aku di daratan terdekat."

"Benarkah?" tanyanya. Aku hanya mengiyakan dengan sedikit kesal. "Oh, bagaimana kalau di tempatku? Kau mau?"

Aku menerjap dengan sedikit ngeri. Di tempat Ath? Memangnya tempatnya seperti apa?

"Tempat...tempatmu dimana, memangnya?"

Ath hanya tersenyum penuh misterius di sana. Aku benar-benar berpikir keras untuk jawaban yang satu ini.

"Di dataran tinggi? Di salah satu puncak di pegunungan Himalaya?" terka-ku. Aku sendiri bahkan ragu dengan jawaban yang kuumbarkan.

Atau jangan-jangan dugaanku benar.

"Skye," panggilnya dengan suara dalam dan nada mengintimidasi.

Dugaanku, kalau tempat Ath itu berada di dalam...

"Kau sebenarnya tahu kan, kalau aku bukan manusia?" tanyanya masih dengan senyuman itu.

.

.

.

Dugaanku benar.

Dengan sedikit kepayahan, aku berusaha menjawab pertanyaannya. "...Ya, aku tahu."

"Kau tidak takut?"

Aku takut.

Karena itulah, lebih baik aku tidak pernah berusaha untuk tahu mengenainya, atau mencoba mencari informasi. Kalaupun aku mendapatkan kesempatan untuk tahu, lebih baik aku tidak pernah tahu. Semua itu hanya akan membuatku teringat pada perbedaan ini, membuatku membatasi diri, membuatku ketakutan dan tak punya lagi pegangan untuk bertahan.

"...Buat apa aku takut?" tanyaku sambil menghindari kontak matanya. Mata birunya itu bisa-bisa membuat suaraku enggan keluar, padahal tanpa menatap matanya saja suaraku serasa hampir dipendam oleh tenggorokanku. "Kau tidak jahat. Kita baru berjumpa kemarin, dan kau dengan baik hatinya menolongku."

Omong-omong, aku tidak bohong tentang kata-kata yang di akhir. Dia memang baik, meski kata-katanya pedas dan tidak ramah sama sekali. Dia baik-

"Aku tidak baik," ucapnya seolah membaca pemikiranku atau sebenarnya dia sedang menyangkal kata-kata saat aku mengatakannya 'baik'. "Aku menolongmu karena aku belum pernah melihat manusia secara langsung."

...Baiklah, Skye ...,

Pikirkan kata-kata untuk mengakhiri topik ini. Aku benci jika dia terus mengingatkanku dengan masalah ini.

"Aku hanya penasaran."

Skye! Cepatlah berpikir!

"Karena kau manusia pertama yang kulihat."

"Ath." Saat dia menatap ke arahku, aku melanjutkan. "Kurasa aku akan berhenti di daratan terdekat saja. Aku tidak mau merepotkanmu."

Ath terdiam, menatapku sedikit lama. "Kau bukan takut merepotkanku, kau takut denganku."

"Tidak, sungguh. Aku tidak ingin merepotkanmu." Aku (berusaha) menatapnya dengan sungguh-sungguh. "Jadi, di mana tempatmu? Apa kita akan lewat ke sana jika hendak sampai ke tempatmu?"

"Ya, kita akan lewat," balasnya yang membuatku merasa sedikit lega. "Tempatku di tengah-tengah samudera Atlantik, dan kita akan ke arah selatan karena sekarang kita berada di tengah-tengah laut tengah."

Laut tengah? Sepertinya aku pernah mendengarnya...

"Ada pergunungan di sekitar sana."

Oh ...,

Sepertinya aku mendengarnya dari pelajaran Sejarah-geografi.

Aku sangat menyesal tidak belajar Sejarah-geografi dengan baik.

"Air sudah menenggelamkan sebagian besar tempat di bumi ini," terangnya sambil berbalik, bersiap-siap turun di air lagi. "Tapi puncak-puncak di bumi cukup tinggi, kau tenang saja."

"Kau yakin tempat itu belum tenggelam?" tanyaku dengan sedikit cemas.

Maksudku, bumi sudah berubah, tak lagi seperti dulu.

"Aku yakin. Pegunungan itu lumayan tinggi, air naik 500 meter dan tinggi pegunungan itu kira-kira 1000 meter sebelum insiden."

Gila! Hanya selisih 500 meter, dong! Kalau airnya naik lagi, bagaimanaa?

"Kau masuk ke dalam air sambil menghitung kedalaman air, ya?" tanyaku dengan nada setengah bercanda, semata-mata hanya untuk menenangkan pemikiran negatifku barusan.

"Yah, kira-kira begitu. Semakin dalam, tekanan air juga akan semakin terasa."

Dan ya, aku tidak pernah menyangka bahwa candaan itu akan dibalas dengan serius oleh Ath.

"Uhm...pegunungan apa yang kau maksud?"

"Entahlah kau melihatnya atau tidak, tapi tepat di depanmu, sekitar 5 km, ada gunung yang masih belum tenggelam." Ucapan Ath sontak membuatku menoleh ke arah yang ditunjuknya. Sayangnya, meskipun ada bantuan cahaya rembulan dan jutaan bintang, aku tetap tak mampu melihat pegunungan yang dimaksud Ath.

"...Aku tidak lihat," gumamku pelan.

Ath berbalik membelakangi sampan dan kembali memegang tambang. "Nah, kalau begitu, bagaimana kalau kita datangi saja?"

Tanpa menunggu jawabanku, Ath menyelam sambil menarik sampanku ke arah dimana ia menunjuk tadi.

***TBC***

21 Maret 2017, Selasa.

[A/N]

Ini bakalan sampai chapter berapaaa yaaaa... Kalau prediksi kalian, berapaan? Saya gamau lebih dari 30 sih, TBH. Tapi gimana caranya coba, Skye bisa ke Mars hanya dalam 23 sisa chapter yang ada? OH, atau kita tenggelamin Skye aja biar kelar ni cerita? HAHAHA.

Saya sudah punya list kemana saja sih, Skye bakalan pergi, tapi aku khawatir dengan satu hal dan itu... pfft. Skye kan bukan kucing kan ya, atau nggak bisa hidup lagi kayak lapak sebelah. Nyawa Skye kan cuma satu. Semoga dia baik-baik aja deh sampai cerita selesai. (HAYO YANG TETIBA KEINGAT SA SAMA REVIVE).

Oke, mari kita obok air! SEMOGA CERITA INI CEPET TAMAT. REVIVE JUGA. BIAR KITA MAIN DI LFS /apa sih.

T-tapi kalau misalkan lewat 30 chapter, saya ga tanggung jawab ya :v

Cindyana

🐳

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro