Chapter 4: Apartemen
Di antara percakapan Ennik, Lia dan Janice, Wika malah lebih tertarik ke isi ponsel Rachel yang sekarang. Memang hanya sekedar pesan, namun mata Wika sudah melirik kian ke ponsel Rachel. "Iya gapapa, beb," komentar Wika.
Setelah mendengar gumam Wika, Rachel cuma bisa menatap ke arah temannya. "Apasi-"
"Gapapa, cuma jawab pesan elo," bales Wika.
Memang benar, setelah beberapa detik, Sam membalas pesan dari Rachel. 'Iya gapapa.' Persis seperti ucapan Wika.
"Kan bener." Wika hampir meraih ponsel Rachel. "Tambahi beb-"
"Ka, sumpah ya. Aku ga ada hubungan apa-apa sama dia."
"Ada, siapa bilang gak ada?" Sambil mengunyah daging lada hitam di mulutnya, Wika menyengir. "Hubungan pertemanan, hehe."
"Yaelah." Rachel yang duduk di hadapan Wika juga sedang memakan pesanannya, sepiring nasi goreng spesial.
"Jadi..." Wika kembali menyuapi dirinya dengan sesendok mie lada hitam, "... elo ga ada niat buat apa-apa gitu?"
"Maksudnya?"
"Entah ngajak makan bareng kek, nonton--"
"Wika~ kan aku udah bilang tadi." Dengan gestur kepala yang di tambah-tambah, Rachel menjawab, "Dia cuma temen biasa, kayak kita temenan sama anak cowok di kelas."
"Ulululu, iya beb, jangan merajuk." Wika terkekeh pelan mendengar ocehan Rachel. "Tapi sayang sih kalo ga di pacari, apalagi badan dia oke, muka juga oke."
"Setan kau emang."
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
"Halo? Oh- kedengaran kok."
"Ama, hari ini aku ke apartemenmu ya," ucap Audrey lewat telepon. Ama? Iya, itu nama kecil Rachel Tamara. Audrey memang nggak pernah konsisten manggil Rachel.
"Ngapain?"
"Barang aku ada ketinggalan di kamarmu kemaren. Palingan aku datang malam gitu."
"Oke-" panggilan di waktu subuh itu berakhir begitu saja. Rachel yang masih baru bangun dan muka bantal
Hari yang nggak berapa indah, juga nggak berapa buruk untuk Rachel Tamara. Pagi ini saat di kampus, dia lupa ngerjain tugas kecil dari dosen killer dan harus buru-buru contek punya Wika. Kok bisa?
Wika sama Rachel itu sekelas. Ennik, Lia, Janice, dan Yisella itu sekelas. Jadi kadang mereka jarang jumpa di kampus. Hari ini Rachel ada studio. Setelah dijelasin mengenai pentingnya nilai fungsi, dan setelah penjelasan Asisten Dosen yang lumayan panjang, mereka diberi tugas merancang desain kamar berukuran 1x1 yang efisien.
Rachel cuma bisa menghela napas, lagian memang dia yang nulis jurusan arsitek pas SMA untuk PTN. Makan nasi gurih di warung dekat universitas, sambil ngerapiin catatan yang berantakan. Balik ke kelas, belajar mata kuliah yang lain. Kalau misal dosen belum masuk, Rachel banyakan dengar musik. Palingan interaksi sama temen satu jurusan aja, itupun jarang. Ya begitulah kehidupan Rachel yang sekarang.
Karena dia belum punya SIM, dan memang dia nggak bisa bawa kendaraan manapun, Rachel seringan diantar sama Audrey. Tetapi, kadang-kadang aja, itupun kalau Audrey mau dan gak sibuk. Seperti hari ini, Rachel naik ojek online.
Dia nyampai di tujuan dengan selamat dan sehat. Di parkiran apartemen, Rachel membayar abang ojek itu. "Bintangnya 5 ya, dek."
"Iya."
Habis itu abang ojeknya pergi. Rachel sudah capek banget, rasanya mau rebahan aja, tapi besok masih ada tugas yang mesti di kerjain. "Makan apa ya,?" Rachel hanya bergumam ke dirinya sendiri. Mumpung masih tanggal muda, dia baru diberi uang jajan sama orang tua.
'Audrey datangnya malam...' batin Rachel. Kalau dipikir-pikir, Rachel tadinya berniat ngasih Audrey makan karena mau datang. Tapi, 'Ngapain aku kasih dia makan. Diakan ntar juga bakal makan, kasih kue sisa kemaren aja kali ya.'
Rachel melangkah ke indomaret dekat apartemennya. Masih mengenakan baju kemeja dan celana panjang super nyaman, karena dia jarang ke sekolah berdandan super modis.
Akhirnya dia sampai di depan Indomaret. Jemarinya membuka pintu yang tertempel 'DORONG'. Rachel langsung berjalan menuju daerah minuman dingin. "Mana ya... fruti. Oh." Rachel membuka lemari pendingin itu, mengambil sebotol fruti.
"Astag-" pundak Rachel ditepuk, dia hampir cakap ga bener. Dia langsung noleh ke kiri dia. "Loh, kau?"
"Kau kok ada di sini?" tanya dia, si anak FK yang sealmamater dengan Rachel, Sam.
Rachel terketuk kejadian tak disengaja. Tentu saja kaget ketemu dengan temannya lagi. "Seharusnya aku yang nanya gitu," ucap Rachel mengernyit.
"Yaelah, kenapa emangnya?" Sam mengernyih. Memang benar, siapapun bisa bertemu di Indomaret. Ya, karena ini supermarket umum.
"Yaiyalah, aku kan tinggal disini."
Rachel dan Sam hanya bertatapan. Sam yang masih mengernyih hanya bergumam sambil menunjuk ke lantai, "Di... sini? Di indomaret?"
"Bangke-" Tawa mengundang Sam. Ia terkekeh melihat Rachel yang kesal. "Di apartemen situ lah."
"Iya iya, sori."
Rachel, meski ia kesal, ia hanya menghela napas. Sudah lelah dengan kesehariannya. "Jadi.. kau kok bisa sampe sini?"
"Gini-gini, sambil jalan aja bicaranya, kau udah selesaikan?"
Rachel hanya mengambik sebotol fruti dan indomie tiga bungkus. Demikian, Sam mengambil lima bungkus es krim cokelat dari freezer.
Di meja kasir, Rachel deluan yang membayar. Meski begitu, Rachel menunggu Sam di kasir.
"Nah, jadi tadi kau mau bilang apa?" Sambil melangkah keluar dari Indomaret, Rachel berjalan bersama Sam.
"Aku kemari beli es krim, buat makan bareng temen. Dia tinggal di situ."
"Berarti kau mau ke apartemen juga?"
Sam cuma ngangguk. Mereka berdua saling berjalan ke arah yang sama. Sam malah bertanya, "Berarti kau tinggal sendiri?"
"Iya, gitulah."
"Ga kesepian apa?"
"Sepi, kadang-kadang."
Suasananya agak canggung, karena ucapan Rachel terakhir. Sam merapikan topi putihnya.
"Kau itu... kok bisa lulus undangan ke univ ini?" Rachel memulai pertanyaan.
"Jalur undangan?" Sam melihat ke arah wanita itu. Rachel hanya mengangguk menjawab tatapan Sam. "Aku nggak lulus jalur undangan, jalur tulis, iya lulus."
"Berarti Buk Semi bohong dong?"
"Buk Semi? Guru di sma kita lama?"
Rachel kembali mengangguk. "Dia bilang kau lulus jalur undangan- kek ngejek kami gitu."
Sam cuma bisa tertawa kecil, menjawab, "Buk Semi mah, ngapain dipeduliin."
"Tapikan kau itukan siswa kesayangan dia, Sam. Terus kau kan juga pinter gitu-"
"Dia mah hiperbola, semua juga tau itu. Tapi guru lain bilang aku jalur tulis kan?"
"Iya- tapikan, Buk Semi itu sering nyebelin ya."
"Cerewet." Sam dan Rachel langsung tatap-tatapan lagi. Sam antara ngatain Buk Semi itu cerewet atau Rachel itu cerewet. Sam meraba leher belakangnya, melanjutkan ucapannya, "Buk Semi cerewet kan?..."
"Ah..er.. Iya hahaha."
"Haha..hahaha." Butuh waktu sedikit untuk keduanya tertawa berbarengan.
Setelah itu, keheningan terjadi sekitar 3 detik. Hingga teriakan terdengar meneriakkan nama Sam. "BABAANG SAaaAM!"
Dengan rambut pendeknya yang melengkung, serta memakai baju tangan panjang dan celana training. Sama sekali ga ada feminimnya. Sosoknya sudah familiar di mata Rachel. Sam yang tadi ikutan kaget, juga kenal itu siapa.
Demi bumi, Rachel nggak pernah sekalipun bermimpi ini terjadi. "Aku... balik dulu-"
"Chel, gak mau sama-?" Sam hampir menyelesaikan ucapannya.
"WAH! Kak Rara!"
Rachel terpaksa berhenti mendengar ucapan itu. Wanita itu cuma bisa menoleh ke gadis belia di depan dia dan Sam. "Oh- hai... Luna.." Jujur, Rachel ga berapa ingat nama cewek itu. Cuma ketemu sekali, dan cuma itu aja.
Pandangan yang penuh penasaran itu seakan mengetuk perasaan gugup Rachel. Ia cuma ingin pulang, tiduran dan makan. Hari ini sudah cukup melelahkan. Pandangan Luna diiringi dengan seringai yang dibenci oleh Sam.
"Kalian pACA-" Sam menutup mulut Luna dengan tangannya.
"Nggak, dan..." Sam menoleh ke arah Rachel yang hanya berdiri membisu. "... Maaf, Luna ngomongnya memang suka ngasal."
"Oh... gapapa." Rachel hanya dapat menjawab demikian. Sungguh, dia tak berapa peduli ada Luna disitu. Rachel hanya dapat berbatin, 'Anjer... ini masih lama? gue pengen tidur sebelum Audrey datang'.
"...Ah, Sam. Temen yang kau maksud itu Luna?" tanya Rachel.
Sam menggeleng setelah melepas tangannya dari Luna, menjawab, "Nggak."
"Kak Rara ikut?"
"Ikut apa?" tanya Rachel sekali lagi. Memang agak ngerasa kepo, tapi sekarang Rachel hanya bisa merasa, 'sejak kapan dia manggil aku, kak Rara?'
Sam menggaruk pipinya. Sedikit ada keraguan. "Uh... Jeffrey baru aja dapat indomie sekardus dari fansnya."
"Jadi maksudmu, temen yang kau maksud itu Jeffrey?"
"Nggak, si Felix."
"Ha?" gumam Rachel.
"Hah?" Luna juga ikutan bingung. "Maksud kalian gimana sih? Sini.. biar dedek Luna jelasin." Luna menepuk-nepuk dadanya dengan bangga.
"Bang Jef baru dapat hadiahkan, sekardus indomi. Tapi ngerayainnya di apartemen bang Felix."
Dengan gestur tangannya, Rachel bertanya lagi, "Jadi, maksudnya... selama ini aku seapartemen sama temenmu, si Felix?"
"Bisa dibilang gitu? Aku juga baru tau," balas Sam.
"Kak Rara mau ikut?" tanya Luna kepada Rachel.
"Aku?"
▪ Tbc ▪
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro