Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7: Blood Magic

Halo, gais. Maaf baru update.
Sekitar kemarin lusa ada editor yang ngontak aku dan ngobrolin soal cerita ini. Tolong bantu doanya untuk dapet hasil terbaik ya.

Selagi nunggu kabar, selamat baca chapter baru. Sape tuh kemarin bawa bawa kaum Edward Cullen? 🌝

-

-

Yoora merasa sesuatu bergejolak dalam dirinya.

Entah apa, dia sendiri pun mempertanyakan hal itu. Hanya saja rasanya mendesak sekali, mendorongnya untuk menyentuh luka Jungkook. Dorongan itu lebih kuat ketimbang luka bakar yang dia lihat kemarin malam. Produksi liur di dalam mulutnya seakan bertambah, mengantarnya pada sebuah rasa lapar yang tak dapat dijelaskan.

Aneh. Padahal sebelumnya Yoora sama sekali tak ingin makan. Tidak sebelum saat ini.

Seolah tak cukup aneh, sekarang garis yang ada di tangannya tiba-tiba menghilang bersama dengan darah Jungkook yang sebelumnya menempel di sana.

Jangan tanya. Yoora sendiri bahkan terkejut, dan mungkin saja dia akan berteriak kalau-kalau suara tembakan senapan itu tak mendahuluinya. Untungnya Jungkook sudah lebih dulu mendorong Yoora, membuat mereka berada di belakang kereta kuda dan menghindari tembakan.

Jungkook meringis pelan, tangan bergerak menekan luka. Warna baju cokelatnya berubah gelap, membuat Yoora ikut panik. Dan sekalipun Yoora berusaha untuk menahan diri, kenyataannya bukan hanya dia sendiri juga yang panik. Di bagian dalam kereta orang-orang sudah sibuk berteriak namun sama sekali tidak keluar.

"Kita harus melakukan sesuatu," kata Jungkook.

"Apa yang mau kita lakukan? Kau sendiri sudah luka begitu," balas Yoora cepat. Mengeluarkan pisau dari dalam tas, Yoora memotong kain yang semula membungkus bagian luar kereta kuda dan memberikannya pada Jungkook. "Tekan lukanya dengan ini."

Yoora sebetulnya ingin menekannya sendiri, tetapi dia sadar bahwa ada sesuatu yang aneh pada dirinya ketika dia menyentuh darah Jungkook, yang entah bagaimana membuatnya sesaat lupa diri. Mencegah hal-hal aneh terjadi terdengar lebih baik daripada mencoba menebak-nebak keadaannya sekarang.

Tanpa banyak bicara Jungkook mengikuti, melipat potongan kain yang Yoora berikan dan menekan lukanya, bibirnya merapat sebagai bentuk pertahanan diri terhadap ringisan yang keluar. Sebetulnya Yoora juga tidak masalah jika laki-laki itu meringis. Bahkan hanya dengan melihatnya saja, Yoora sudah ngilu sendiri.

Darahnya terlalu banyak. Dan darah itu seperti memanggil-manggil Yoora.

"Ke...lu...ar!"

Teriakan putus-putus itu terdengar, membuat bulu kuduk Yoora merinding. Entah untuk siapa teriakan itu, tapi itu sama sekali tak mirip suara manusia. Terlalu serak. Terlalu putus-putus. Jika saja Yoora tidak melihat orang itu tadi, dia pasti akan mengira suara itu dikeluarkan monster raksasa dengan liur banyak di mulutnya.

"Sorceré bajingan!"

Yoora spontan menoleh. Maksudnya Jungkook?

"Dia punya masalah apa sih?" Jungkook merutuk jengkel, satu tangannya mengepal, mengeluarkan asap. Tanpa bunyi apa pun asap tersebut menghilang, seakan tanah berusaha menyerapnya.

Yoora sama sekali tidak mengerti sihir apa yang ingin Jungkook lakukan. Sebelumnya dia berpikir laki-laki ini akan membuat mereka menghilang lagi—itu trik yang paling sering Jungkook lakukan—tetapi asap-asap itu bukan bergerak menyelimuti mereka. Namun kelihatannya Yoora tak perlu repot bertanya, karena tak lama setelahnya, dentuman besar terdengar, membuatnya merangkak untuk melihat ke bawah kereta kuda dan melihat bagaimana tanah di bawah si penembek seolah meledak, membuat laki-laki itu ikut terlempar jauh.

"Sebaiknya kita pergi dari sini. Bisa jadi dia suruhan ratu ular sialan itu," tutur Jungkook. "Bersembunyi darinya mustahil. Aku tidak bisa betul-betul menutupi jejak sihirku karena serangan tadi."

Dengan usaha bercampur geraman kasar dari mulut, Jungkook berdiri dengan satu tangan yang masih menekan lukanya. Sayangnya tenaga Jungkook nampaknya cukup terkuras, membuat tubuhnya limpung seketika. Untungnya Yoora cukup gesit untuk menahan Jungkook.

Berat sekali. Kata itu nyaris lolos dari bibir Yoora kalau saja dia tidak mendengar suara ringisan Jungkook. Jadi Yoora memutuskan untuk tidak banyak berkomentar, memapah tubuh Jungkook selagi berusaha menjauh dari area kereta kuda. Dengan sigap Yoora melangkah mendekat ke celah dua tempat penginapan dengan jalan kecil yang gelap. Yoora hanya berharap ini cukup jadi tempat persembunyian.

Buru-buru Yoora membuka tas dan mengeluarkan isi di dalamnya. Otaknya berputar cepat, berusaha mengingat semua yang Seryu sampaikan padanya selagi mencari tanaman-tanaman yang tepat. Sengaja Yoora mengambil tanaman yang sama persis dengan yang Seryu gunakan untuk mengobati luka bakar Jungkook, menarik helai demi helai daun.

"Angkat sedikit pakaianmu," kata Yoora. Jungkook sontak membulatkan mata, tetapi Yoora sudah lebih dulu menarik sedikit baju Jungkook dengan satu tangannya, membiarkan luka tembak itu terlihat.

"Kau mau apa?" tanya Jungkook.

"Aku mencoba mengingat-ingat, sabar sedikit," Yoora membalas jengkel, "jadi diamlah dan biarkan aku bergerak." Dia menunduk, menuangkan air minum sedikit pada helai-helai daun tanaman herbal di kepalan tangan, meremasnya untuk sedikit melumatkan.

Yoora tidak tahu apakah gelapnya keadaan sekitar harus dia syukuri karena dia tak harus ketakutan melihat dengan jelas seperti apa luka Jungkook, atau dia seharusnya mengeluh karena kesusahan. Yang bisa Yoora andalkan saat ini hanyalah kemampuan penglihatannya yang terbatas dibantu dengan arahan dari ringisan Jungkook—semakin terdengar ringisannya, berarti Yoora tepat meletakkan daun-daun herbalnya.

Untuk saat ini, yang Yoora harapkan hanyalah keajaiban yang terulang, membuat luka Jungkook bisa sembuh lebih cepat. Keajaiban. Entah kapan terakhir kali Yoora mengharapkan hal itu. Tangannya terus bergerak untuk menyebarkan tanaman itu menutupi luka Jungkook. Hanya saja lagi-lagi, Yoora merasa sengatan itu. Tangannya seperi terbakar. Sempat Yoora menjauhkan tangannya, meringis, membuat Jungkook langsung menoleh.

"Ada apa?"

Entah itu pertanyaan yang diajukan karena terusik atau memang Jungkook penasaran dan sedikit memikirkan keadaan Yoora, namun dia memilih untuk menggeleng. "Tidak, hanya kaget."

Jika sebelumnya Yoora merasa hanya satu jarinya yang tersengat, kali ini dia merasa seluruh telapak tangannya terkena efeknya. Yoora bisa saja berhenti mengurus luka Jungkook dan memperhatikan tangannya, tetapi suara teriakan yang lagi-lagi terdengar membuat nalurinya memilih untuk mengabaikan diri dan kembali menekan daun-daun herbal itu ke luka Jungkook.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Yoora, tak bisa lagi rasa panik dia sembunyikan.

"Kau pikir ini sulap?"

"Kau kan penyihir—"

"Sorceré bajingan! Keluar!"

Lagi-lagi teriakan terdengar, memotong perdebatan kecil di antara Yoora dan Jungkook. Ketakutan bukanlah hal baru yang Yoora rasakan, hanya saja baru kali ini dia berhadapan dengan perasaan seperti ini.

Rasa takut akan kematian.

Apa ini akhirnya? Begitu benak Yoora mulai bertanya-tanya. Bibirnya merapat, tangan bergerak menjauh dari luka Jungkook. Kepalanya seperti ingin memohon pada Jungkook untuk melakukan sesuatu, namun dia tahu keadaan Jungkook akan sulit untuk diandalkan.

Yoora benci merasa kecil, hanya saja tidak ada hal lain yang dia rasakan, terlebih ketika kegelapan di gang kecil semakin terasa sementara sosok laki-laki bertudung itu muncul di depan gang. Kepalanya lantas menoleh, mendapati mulut senapan sudah terarah padanya dari jauh.

"Morteint." (*Die)

Entah apa yang dimaksud, tetapi Yoora merasa kata yang diucapkan itu begitu jernih, seakan ingatannya tengah mencoba menerjemahkan kata asing itu.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" Dari tempatnya, Jungkook berusaha berdiri, punggung tetap menempel pada dinding tempatnya bersandar. "Siapa yang menyuruhmu? Jihwan?"

"Morteint, Abâtard." (*Die, Bastard)

Yoora tidak mengerti kenapa Jungkook tertawa, hanya saja dia sadar bahwa tawa itu mungkin memancing orang asing itu untuk mengalihkan senapan ke arah Jungkook.

"Apa? Mau membunuhku?" tanya Jungkook. Sekalipun nada bicaranya terdengar angkuh, untuk pertama kali Yoora merasa Jungkook tak benar-benar bermaksud begitu. Jungkook juga nampaknya ketakutan—entah ini hanya sekadar kesoktahuan Yoora atau memang begitu adanya.

Orang asing itu menggeram, lagi-lagi suaranya terdengar begitu berat, seperti binatang buas besar yang marah. Yoora panik, sampai tatapannya tertuju pada satu titik, melihat pisau yang tergeletak di dekat tasnya. Sesuatu yang lain seperti berbisih pada Yoora.

Gunakan darahmu. Lempar.

Bisikan itu datang entah dari mana, mengisi kepala Yoora, menyebabkan denyutan yang tak berhenti. Suara itu seolah menggerakkan Yoora, membuatnya merayap perlahan untuk mengambil pisau itu.

Gunakan darahmu.

Gunakan.

Darahmu.

Seakan terhipnotis, Yoora mendekatkan pisau itu pada lengannya, memberikan satu goresan di sana. Anehnya, kali ini dia bisa melihat semerah apa warna merah dari darahnya, yang entah bagaimana darah itu naik dan menutupi pinggiran pisau yang tajam.

Lempar.

Lempar.

Buat dia mati.

Selamatkan dirimu.

Suara geraman lagi-lagi terdengar, senapan terdengar siap menembak lagi. "Kau akan mati, Sorceré. Kau—"

Yoora langsung berdiri, mengikuti dorongan dalam diri untuk melempar pisau itu. Dengan cepat pisau tersebut melesat hingga mengenai kepala orang asing tersebut, tertancap di sana dan membuatnya terjatuh. Tak ada suara teriakan, hanya suara gedebuk jatuh dari tubuh orang asing berikut senapannya.

Sontak Jungkook menoleh ke arah Yoora. "Apa yang baru saja kau lakukan—Yoora, matamu jadi merah—"

Entah apa lagi yang Jungkook katakan, Yoora tidak tahu. Sama sekali tidak. Karena ketika dia melempar pisau itu, tenaganya seperti terkuras habis. Dan yang dia ingat hanyalah tubuhnya yang terantuk ke belakang sebelum semuanya berubah gelap. []

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro