5: Man of Merveil
Halo. Makasih udah mau baca dari sini. Sebetulnya aku pribadi nggak ada masang ekspektasi apapun kapo bakal ada yang suka atau gimana, karena ini awalnya hasil iseng sekaligus eksperimen aku buat jelajahin genre fantasy dan bikin world-building sama magic system sendiri. Eclipse Diary juga fantasy memang, cuman di sini aku mau coba lebih explore karena pake POV 3. Dan, yah, semoga waktu yang kalian pakai buat baca ini bisa ngasih kesan yang baik.
Selamat jelajahin Sorcerè Universe bareng-bareng ;)
-
"Hei, Hoseoki! Yakin mau langsung pulang?"
Pria yang sibuk mengemasi kotak-kotak kayu ke dalam tasnya itu mengangguk tanpa menoleh pada orang yang ada di hadapannya. Gurat cemas tak luput dari wajahnya tatkala dia berdiri dari meja, membawa tas tersebut sebelum menunduk.
"A-aku harus pulang," kata pria itu tergesa.
"Kenapa? Minumanmu bahkan belum habis?"
"Adikku...."
Orang yang masih duduk di meja itu heran, tak mengerti bagaimana bisa Jung Hoseok yang sebelumnya masih tertawa sambil menenggak minumannya begitu transaksi jual beli koleksi langka yang Hoseok kantungi selesai. Tapi keheranan orang itu sama sekali tak menemukan jawaban, karena Hoseok sudah lebih dulu angkat kaki, dengan buru-buru keluar dari bar.
Sebetulnya, Hoseok pergi pun bukannya tanpa alasan. Gelangnya bergetar baru saja, dan hanya ada satu hal yang bisa Hoseok simpulkan. Ada sesuatu yang terjadi pada adiknya.
Dari semua koleksi langka yang Hoseok jual, gelang magis ini pengecualian. Dia mendapatkannya dari seorang laki-laki aneh yang dia bantu tahun lalu untuk kabur dari kejaran algojo rumah bordil. Hingga saat ini Hoseok tidak begitu paham kenapa, yang dia lakukan hanya mengiyakan dan memberikan ruang bagi laki-laki tak dikenal itu untuk bersembunyi sesaat.
Setelah bersembunyi satu jam lebih, laki-laki itu akhirnya pamit. Hanya saja sebelum pergi dia meninggalkan dua gelang dengan tiga bandul, dengan bandul paling tengah berwarna merah darah.
"Anggap saja ini bantuan kecil dariku," kata laki-laki itu. "Gelang ini akan menghubungkan kau dan adikmu. Jika ada sesuatu yang terjadi di antara salah satu dari kalian, gelang ini akan saling bergetar, beresonansi."
Kemudian laki-laki itu pergi dan minta pada Hoseok untuk mendoakannya. Katanya dia juga sedang mencari adiknya.
Sebagai penduduk Merveil, Hoseok tahu bahwa sihir merupakan hal yang terlarang. Namun sejauh ini, tidak ada yang tahu soal gelang ini, dan Hoseok sendiri tidak tahu apakah gelang ini memang punya sihir atau semacam teknologi terbaru. Hoseok bahkan sempat mengira laki-laki itu dari masa depan.
Dengan langkah kaki cepat Hoseok berlari, menyusuri gang gelap untuk sampai ke rumah. Tetapi di perempatan gang, Hoseok merasa menabrak seseorang, membuatnya lantas terjatuh.
"Maaf, aku buru-buru."
Isi tasnya sedikit berantakan, membuatnya lantas membungkuk untuk memungutinya dan meletakkannya kembali ke dalam tas. Hoseok baru saja mau berdiri ketika suara geraman yang begitu kuat membuatnya tersentak.
Kepala Hoseok langsung menengadah, mendapati orang yang sebelumnya dia tabrak sudah berada di depannya.
Atau mungkin... bukan orang.
Tubuhnya ditutupi tudung panjang, tetapi Hoseok sama sekali tak bisa melihat wajahnya. Yang ada di balik tudung kepala itu hanyalah kegelapan, tak lebih. Entah penerangan jalan yang begitu minim, atau memang mata Hoseok yang agaknya mulai berhalusinasi, namun itu berhasil membuatnya berjengit.
Perlahan-lahan Hoseok melangkah mundur, membiarkan telapak tangannya meraba permukaan jalan. Hanya saja tiap kali dia mundur, sosok itu akan mengambil langkah maju sebanyak jarak yang dia ambil ke belakang.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Hoseok, suaranya bergetar.
"Votre am."
Entah bahasa apa yang didengarnya, Hoseok sama sekali tidak mengerti. Jelas itu bukan bahasa yang biasa digunakan di sini.
Ketakutan seolah mulai mengambil alih dirinya, membuat jantungnya berpacu cepat sementara teriakan bertumpuk di tengah tenggorokannya. Hoseok ragu jika dia berteriak akan ada orang yang mau menolongnya, namun nampaknya sosok di depannya pun enggan memberi kesempatan.
Baru saja Hoseok membuka mulut, sosok itu lantas maju dengan cepat, menembus Hoseok, kemudian menghilang.
Untuk beberapa saat Hoseok hanya bisa mengerjap.
Ini... tidak ada apa-apa?
Setidaknya, itulah yang Hoseok pikirkan pada awalnya. Sayangnya perlahan, sesuatu berdegung di telinganya, mengisi kepalanya dengan sesuatu yang begitu memusingkan. Tatapan Hoseok berubah menjadi gelap, seakan dirinya hilang ditelan sesuatu yang hitam.
Dan ketika Hoseok merasa kesadarannya menghilang, tubuhnya sudah diambil kendali oleh sesuatu yang tidak dikenal, membuat Hoseok si penjual barang antik berubah menjadi Hoseok yang luntang-lantung seperti manusia mabuk sementara mulutnya mengucapkan sesuatu secara terbata.
"Satu... berhasil di...dikuasai."
*
Yoora baru tahu bahwa ada Pasar Kelam di Merveil.
Sebetulnya sebuah kekelaman bukanlah hal yang mengherankan di seantero kerajaannya ini, akan tetapi baru kali ini Yoora melihat pasar yang betul-betul kelam. Gelap. Jelas sekali bahwa pasar ini tidak gelap karena keadaan Merveil, melainkan karena caranya beroperasi yang memang begitu.
Tidak ada pencahayaan sama sekali di sini. Pengunjung membawa alat penerangnya sendiri, mulai dari lentera kecil, pot kaca berisi kunang-kunang, atau bahkan sebatang lilin yang ditutupi satu telapak tangan untuk mencegahnya padam tiba-tiba.
Butuh waktu bagi Yoora untuk bisa menyesuaikan dengan kegelapan yang ada di sekitarnya. Mungkin ini juga alasan kenapa Seryu bilang bahwa di tempat ini, tidak akan ada yang peduli siapa pembelinya. Yang terpenting hanya satu: jangan macam-macam dengan pedagangnya.
Tak dapat dipungkiri, tangan Yoora agak gatal, ingin sekali mengambil satu barang dua buah apel yang dia lihat, atau benda-benda yang kilatannya masih bisa Yoora lihat sekalipun gelap. Namun dengan cepat niatnya urung begitu melihat bagaimana tiap penjual menyiapkan pedang dan sabit di pinggang mereka, bahkan ada yang tidak segan-segan menulis "Berani Ambil, Berani Mati" pada papan yang ditempel di tiang tenda berjualannya, dengan tinta merah yang entah dari apa. Siapa yang tahu kalau itu darah pencuri yang sudah kehilangan nyawa?
Jadi selama menyusuri seisi pasar, Yoora hanya memilih untuk mengikuti Seryu dari belakang, menyelinap dari kerumunan sempit hingga tiba di tenda paling ujung—atau setidaknya begitu firasatnya berkata—dan berhenti di depannya. Di bagian depannya, berjejer berbagai tanaman kering dengan aroma yang bercampur, membuat Yoora terbatuk. Penciumannya ini agaknya terlalu sensitif.
"Tunggu di sini," kata Seiryu. Yoora hanya mengangguk sementara wanita paruh itu masuk ke dalam tenda.
Di tempatnya, Yoora menunduk, mencoba membaui dan mengenali tiap aroma yang bercampur ini. Setidaknya dia dapat kesibukan daripada hanya berdiri dan berusaha menyaingi tiang-tiang tenda.
Perlahan Yoora bergeser, mencoba mencium. Di kotak pertama pada ujung kiri Yoora mencium aroma ilalang bercampur madu. Mirip aroma minuman yang bisa dibeli dengan satu Mer di kedai-kedai kota. Beralih lagi, Yoora menemukan adanya aroma citrus, mirip seperti aroma yang dia cium dari Jungkook, tetapi terlalu lemah.
Yoora baru saja mau kembali bergeser ketika ada aroma lain yang ditangkap penghidunya. Bukan. Ini bukan dari kotak-kotak yang tengah dia baui. Aromanya lebih dekat lagi. Tepat di samping Yoora.
Lantas gadis itu meluruskan punggung, sedikit terkejut karena nyatanya sudah ada sosok lain yang berdiri di sampingnya, sibuk memperhatikan tanaman-tanaman dengan bantuan lentera kecil pada tangan kirinya.
Tak bohong, Yoora mungkin akan berpikir laki-laki ini semacam roh jika dia tidak melihat tangannya juga kaki yang masih menapak tanah.
Apa Yoora yang terlalu fokus pada aroma-aroma di dalam kotak sampai tidak sadar kehadiran laki-laki ini?
Tapi Yoora dapat menangkap aromanya. Begitu jelas, malah. Entah ini hanya perasaan Yoora atau memang laki-laki berpakaian putih ini memiliki aroma yang khas. Seperti rerumputan dengan wangi yang terkesan dingin bak embun pagi namun bercampur dengan aroma sulfur lembut. Belerang. Rasanya seperti mencium belerang yang ada di rumput yang basah.
Aroma itu seperti menjebak pada awalnya, membuat fokus Yoora sepenuhnya tertuju ke sana, sama sekali tak sadar Seryu yang sudah keluar dari dalam tenda.
"Yoora." Sontak Yoora menoleh ke belakang, mendapati Seryu yang tanpa tedeng aling-aling menyodorkan keranjang yang sudah berisi berbagai tanaman. "Sudah selesai, ayo pu—"
Kalimat Seryu berhenti begitu saja, padahal tak ada siapapun yang memotong pembicaraannya. Lebih aneh lagi sewaktu Yoora mendapati bagaimana mata Seryu membulat, dan tanpa aba-aba menarik Yoora untuk beranjak dari sana, buru-buru.
Sayangnya, bukan hanya Seryu yang menahan Yoora, tetapi laki-laki beraroma sulfur tadi juga. Yoora agak terperanjat, merasa tubuhnya ditarik. Secara otomatis Yoora menoleh, menyadari laki-laki itu sudah menatapnya lekat-lekat. Suasana memang gelap, namun entah mengapa Yoora seakan dapat melihat warna manik itu. Hijau zamrud yang terkesan kelam.
Mungkin Yoora yang tengah berhalusinasi.
Cengkeraman laki-laki itu mengencang, membuat Yoora mendesis pelan hingga dia melepaskan tangannya.
"Maaf. Aku nampaknya salah orang."
Yoora tadinya mau protes, namun yang ada Seryu sudah lebih dulu menariknya, membawa pergi menjauh sementara Yoora hanya bisa mengikuti. Langkahnya begitu cepat, Yoora sampai agak kerepotan mengikuti karena ritmenya yang tiba-tiba dan berantakan.
"Nek, ada apa sih?" tanya Yoora, sedikit tersengal karena mencoba menyesuaikan langkahnya dengan Seryu.
"Dia itu Kim Taehyung, Yoora!" hardik Seryu cepat. "Dia bisa saja membunuhmu tadi."
Kontan Yoora bergidik, matanya melotot.
Masa iya, sih? Betulkah laki-laki yang ditemuinya dengan baju lusuh tadi adalah Kim Taehyung? Kim Taehyung si Raja Merveil?
"Kau bercanda, ya? Untuk apa Raja Merveil ke pasar gelap dengan pakaian lusuh begitu?"
"Kau mungkin tidak mengenalinya, tapi aku tahu." Seryu bicara begitu cepat, langkahnya pun tak kalah cepat. Yoora merasa seperti tengah berlari dari kejaran tentara bersama Seryu, tapi untungnya langkah Seryu terhenti begitu mereka keluar dari area Pasar Kelam. "Aku sudah kehilangan kemampuan penciumanku, tapi aku terbiasa dengan aroma sihir dari Kim Taehyung. Kau mungkin tidak bisa membauinya, tapi—"
"Maksudmu baunya seperti embun dan belerang?" Yoora lebih dulu menimpali.
Lantas Seryu diam. Genggaman tangannya lepas dari tangan Yoora sementara matanya sedikit menyipit, seolah tengah memindai Yoora.
"Kau ini... pencuri, kan?"
Yoora tidak tahu apakah itu semacam pemantik amarah atau pertanyaan murni. Tapi itu jelas terlalu tiba-tiba. Kening Yoora mengerut dalam. "Kalau maksudmu soal apa yang aku lakukan di sana, aku tidak melakukan apapun. Tanganku bersih malam ini. Sakuku bahkan kosong."
Seryu kelihatan curiga, masih dengan matanya yang agak memicing. Namun tak lama, wanita paruh baya itu akhirnya menghela napas kemudian menggeleng.
"Ya sudahlah. Mungkin kebetulan," kata Seryu, lebih mirip gumaman daripada balasan bagi Yoora. Hanya saja Yoora semakin heran ketika dia berkata, "Manusia sepertimu mana bisa menciumnya."
Kalau begitu, apa yang ditangkap hidung Yoora tadi? Apa ada penjual belerang di sekitar sana? Tapi, memangnya ada belerang yang dijual dengan aroma yang dipadukan dengan embun?
Yoora pun menggeleng, akhirnya memilih untuk mengikuti Seryu kembali sementara dia berpikir, mungkin ada sesuatu yang salah dengan hidungnya malam ini.
*
Hampir empat jam berlalu sejak Taehyung meninggalkan istana.
Baginya, kegiatan seperti ini sudah menjadi rutinitas tersendiri. Paling tidak dengan menyamar dia bisa sedikit lebih dekat dengan penduduk, juga bisa lebih mudah melakukan tugasnya—mencari wanita itu.
Namun lagi-lagi, hasil yang dia temukan tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Masih nihil. Masih tidak ada tanda bahkan sedikit pun.
Hanya saja, hari ini Taehyung menemukan sesuatu yang lain di Pasar Kelam.
Gadis itu. Gadis dengan manik cokelat gelap yang begitu mirip. Bukan hanya itu, sekilas perawakan mereka pun sama. Satu-satunya yang membuat Taehyung sadar adalah mata gadis itu asli—tidak ada mata boneka di manapun. Dan lagi, Taehyung merasa agak bodoh karena seharusnya dia sadar bahwa wanita yang dia cari mungkin sudah menjadi seorang wanita paruh baya ketimbang menjadi seorang gadis umur dua puluhan.
Kecuali ada sihir. Ya, sihir.
Taehyung berani bertaruh mata mereka begitu sama. Ada aroma samar-samar yang menggoda penghidunya, seakan berusaha menyapa. Aroma yang persis sama dengan wanita yang dia cari.
Selagi menggelengkan kepala, Taehyung menyeka tangan pada jubah putih lusuhnya, membiarkan darah yang mewarnai tangannya akibat makan malamnya kali ini menempel di sana. Dia menggeram pelan, menyentak tanah untuk mengganti jubah lusuhnya menjadi zirah berwarna biru keabu-abuan.
"Begini lebih baik," gumamnya seraya melihat kini dia terbebas dari noda-noda darah.
Masih ada hari esok untuk mencari wanita itu.
Dan bila esok tiba, Taehyung harap dia bisa menemukan apa yang dia cari.
Karena, sungguh, dia butuh wanita itu sebelum semua ini berada di luar kendalinya. []
*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro