Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4: Escapism Line

Ada yang hidup nggak dari yang baca ini? Sepi bet kayak hati 👀

-

Desisan ular dengan cepat mengganti suara senyap yang ada di hutan. Hewan-hewan merayap berusaha untuk menutupi tanah dan bebatuan di Hutan Nug, meliuk untuk mencari target dari sang ratu.

Tapi tidak ada apapun di hutan itu. Ular-ular itu hanya menemukan sepetak tanah yang kosong, tak ada apapun kecuali abu di sana. Kendati mengendus aroma sihir yang khas dengan aksen citrus, tempat ini kelihatan sudah begitu lama tidak ditempati.

Menggunakan salah satu ular sebagai perantara penglihatannya, Jihwan berdecih, memukul singgasana dengan kepalan tangannya. Sementara itu Taehyung hanya tertawa, duduk di singgasana di samping Jihwan dengan tangan yang menjentik malas, membuat batang-batang es yang runcing tumbuh dan menghilang dalam sekejap di anak tangga paling bawah di singgasananya.

"Kesayanganmu itu tidak ketemu, ya?" komentar Taehyung dengan senyum puas—kelihatan senang sekali atas kegagalan Jihwan.

"Jangan buat suasana hatiku makin jelek, Taehyung," balas Jihwan, jelas sama sekali tidak terhibur dengan kelakar kembarannya.

Tentu saja Jihwan tidak akan tertawa seperti Taehyung. Hilangnya perkamen dari Shim Shiyoon, salah satu saudagar dari Kota Saint, membuat Jihwan bisa berbangga. Triknya untuk membuat beberapa perkamen replika menjadi tindakan yang tepat. Tidak ada orang lain yang akan mau repot-repot mencuri perkamen usang kecuali Sorceré yang satu itu.

Jihwan kira dia berhasil menjebak kelincinya. Namun ternyata tidak.

Masih menjadi misteri kenapa Jungkook bisa menyusup ke dalam rumah Shim Shiyoon. Jihwan sendiri yang memberi instruksi langsung pada Shim Shiyoon untuk mengaplikasikan ramuan sihirnya pada area yang memungkinkan pencuri untuk masuk. Sekalipun Jungkook masuk, seharusnya Jihwan bisa merasakan sihir mereka bersinggungan. Sayangnya itu tidak terjadi. Dia mungkin tidak akan tahu bahwa Jungkook menyusup dan mencuri perkamen palsu itu kalau Shim Shiyoon tidak menghubunginya subuh ini hanya untuk bilang perkamen yang Jihwan titipkan hilang.

Shim Shiyoon kelihatannya ceroboh. Hanya itu tak jadi masalah. Pria itu sudah ada di balik jeruji, dan Jihwan memang butuh mainan baru untuk meraung di balairung malam ini.

"Mungkin dia sengaja menipumu," ucap Taehyung selagi beranjak dari singgasananya. Kaki kanannya agak menghentak kecil tangga, membuat zirahnya menyebar menjadi kepingan salju semu yang dengan cepat menghilang, berganti menjadi pakaian berwarna putih gading yang agak kumal.

"Kau mau ke mana?" tanya Jihwan.

Tanpa menoleh, Taehyung menjawab selagi melangkahkan kaki keluar dari balairung istana. "Mencari hiburan. Aku bosan melihat permainan petak umpetmu dan Sorceré sisa itu."

"Hiburanmu itu payah."

"Menurutku hiburanku lebih menyenangkan. Aku tidak perlu repot-repot mengotori tangan untuk melihat orang lain susah. Hidup mereka sejak awal sudah susah, bukan?"

Nada bicara Taehyung begitu angkuh, tetapi di saat yang sama Jihwan merasa keangkuhan itu sama sekali tidak cocok untuk Taehyung. Dia membiarkan pria itu keluar hingga tinggal Jihwan sendiri yang ada di ruangan luas itu.

Jihwan kemudian memutus kontak dengan ular-ularnya, meminta mereka untuk kembali ke tempatnya, di gorong-gorong istana. Meski menyebalkan, Taehyung mungkin benar. Jeon Jungkook sudah semakin lihai dalam permainan ini.

Semuanya jadi sulit, tapi mungkin begini lebih baik. Adrenalin Jihwan seakan terbakar.

Kadang, Jihwan bertanya kenapa semua perasaan ini melanda dirinya. Mungkin ini masalah hati. Cara Jeon Jungkook membuatnya tertarik tak bisa dijelaskan. Tapi di tengah dunia yang tak wajar, alasan tidak begitu jadi masalah, bukan?

Kini Jihwan tersenyum, gilirannya untuk beranjak dari singgasana. Kali ini Jungkook memang lolos. Tapi itu hanya sedikit keberuntungan.

Setelah Jihwan berurusan dengan sisa nyawa Shim Shiyoon, dia akan kembali berurusan dengan Sorceré itu lagi.

Jihwan butuh sedikit pengembangan rencana. Dan mungkin dia akan dapat ilham baru sambil menanamkan kail-kail cambuknya pada Shim Shiyoon sebentar lagi.

*

Merah, berdarah-darah, kelihatan sakit bukan main.

Tak henti-hetinya Yoora meringis dalam hati ketika melihat si nenek pemilik rumah yang baru Yoora ketahui bernama Kang Seryu, membelitkan perban dan membungkus kedua lengan Jungkook. Ketimbang Jungkook yang hanya memejamkan mata dengan kening yang sesekali mengernyit—mungkin menahan sakit—Yoora justru ingin berteriak sekalipun bukan lengannya yang terbakar dan berdarah.

"Kau menggunakan sihirmu terlalu banyak," kata Seryu. "Kenapa tidak bilang sebelumnya tanganmu sudah terbakar?"

Yoora menyimak selagi bersila di kaki sofa, tepat di samping Seryu yang berlutut selagi sibuk dengan perban dan kain yang direndam dalam air es.

Apa ini semacam efek sihir? Dalam hati Yoora menerka. Kelihatan seperti sebuah bayaran yang besar untuk semua tontonan ular gratis secara langsung.

Yoora cukup bersyukur lantaran bisa melihat ular-ular itu kelihatan bingung sebelum menarik diri, sama sekali tidak masuk ke kawasan rumah. Kelihatannya Jungkook berulah lagi, menggunakan sihir manipulasi itu hingga membuat kumpulan ular itu sama sekali tak menyadari kehadiran rumah kecil ini.

Rasa panik seketika berubah menjadi sebuah ketenangan yang ganjil, melihat ular-ular tersebut akhirnya lenyap dalam sekejap. Tapi tidak pernah Yoora kira bahwa setelah ular-ular itu pergi, tangan Jungkook akan merah bukan main, seperti terkena luka bakar.

"Awal lukanya hanya kecil," Jungkook membalas dengan napas yang sesekali tercekal, "luka ini juga bisa sembuh nanti. Setidaknya rumahmu aman, kan?"

"Kau tidak harus memaksakan diri."

"Kalau bukan dengan sihir, ratu ular itu mana bisa diungguli."

Sebagai penduduk Merveil, Yoora tak perlu bertanya siapa yang biasa disebut sebagai ratu ular. Jelas semuanya mengarah pada satu sosok. Kim Jihwan, ratu sekaligus salah satu orang penting yang duduk di singgasana, terkenal dengan kebengisannya. Rumornya, dia menggunakan ular untuk mencari dan membawa orang-orang ke istananya kemudian memanggang mereka menjadi kudapan di sela makan malamnya. Yoora tidak bisa memastikan, tapi tentu saja dia enggan membuktikan jika itu berarti harus dia dan Jungkook yang dibawa ular-ular itu.

Jika ular-ular yang sebelumnya memang milik Ratu Jihwan, lalu atas alasan apa Jungkook sampai dikejar begitu? Dan melihat apa yang terjadi, jelas ular-ular itu datang bukan untuk menyapa.

Yoora hanya bisa memandangi Seryu yang sibuk, hingga akhirnya Jungkook merebahkan diri di sofa, meluruskan kaki sementara si wanita baya itu membawa ember dan kain-kain kompresan ke belakang, meninggalkan Yoora dan Jungkook sendiri di ruang tamu.

Jungkook kelihatan lelah, kalau Yoora harus berkomentar. Tapi tak sedikit pun pria itu mengeluh soal lukanya.

Ruangan hening untuk sesaat. Ada helaan dan embusan napas yang teratur, sesekali panjang dan pendek. Jungkook kelihatannya tidur.

Masih berdiri di tempat, pelan-pelan Yoora mencondongkan tubuh, berusaha melihat lebih dekat pada luka-luka itu. Ada sedikit bekas yang mewarnai kulit Jungkook, seperti luka yang sudah lama dan berusaha untuk menutup. Bahkan dengan penerangan seadanya—atau harus Yoora bilang, nyaris gelap gulita karena hanya ada satu lilin—Yoora bisa langsung menangkap seberapa parahnya luka itu.

Seperti borok, tapi bukan. Merahnya seperti sesuatu yang terbakar dari dalam, hanya saja meninggalkan bekas-bekas samar di luarnya.

Dengan hati-hati Yoora menggerakkan telunjuknya, berusaha menyentuh luka itu. Jujur saja, dia agak penasaran.

Dia ingin menyentuhnya.

Dia ingin...

"Aw!"

"Apa yang kau lakukan?"

Sedikit tersentak, Yoora pun segera mundur, meluruskan punggung ketika Jungkook menoleh ke arahnya, mata yang sebelumnya terpejam membuka dengan malas.

"Kau mau apa?"

Yoora menggeleng, satu tangannya bergerak mengusap jarinya yang terasa menyengat dan panas karena menyentuh permukaan kulit Jungkook tadi. Rasanya seperti memegang api langsung, sungguh.

"Hanya penasaran dengan lukamu," balas Yoora, sengaja membiarkan aksen tak acuh kentara dalam suaranya. "Kelihatannya buruk."

"Kau ini kurang kerjaan atau memang terlalu penasaran?" telisik Jungkook, sebelah alisnya melengkung.

Mungkin dua-duanya. Tapi Yoora rasa itu semacam pertanyaan retorik—atau mungkin sindiran. Jadi dia memilih membiarkannya. Lagi pula, dia agak menyesal sekaligus heran. Bagaimana luka bisa sepanas itu? Apa begitu luka sihir? Mengerikan.

"Luka itu kapan sembuhnya?" tanya Yoora, sedikit memelintir topik.

Jungkook juga kelihatannya tidak keberatan, meski dia menjawab dengan ekspresi datar. "Besok juga paling sembuh."

"Besok? Kok cepat?"

"Luka ini berbeda dengan luka manusia lemah seperti kalian yang butuh beberapa minggu atau bahkan bulan."

Yoor merasa agak diremehkan, bibirnya merengut, ingin membalas. Namun begitu mengingat bagaimana keadaan dirinya, Yoora memilih untuk tutup mulut saja.

Lagi pula, kebanyakan manusia biasa begitu. Luka bukan sesuatu yang akan hilang dalam sekejap. Hanya dia yang tidak begitu, entah bagaimana menjelaskannya.

Selama ini, Yoora merasa dia beberapa kali dilempari batu, baju robek karena kawat-kawat pembatas. Kulitnya bisa merasakan kesakitan, menyadari bagaimana sesuatu yang tajam menggores atau bahkan menancap ke dalam dagingnya.

Tetapi ketika Yoora mencoba memeriksa diri, nyatanya tidak ada bekas goresan luka. Hanya ada bekas tipis yang entah bagaimana hilang hanya dalam hitungan waktu.

Semacam keberuntungan, mungkin?

Lantas Yoora mendesah pelan, menggaruk tengkuknya sebelum perhatiannya tertuju ke arah pintu dapur, mendapati Seryu dengan topi lebar juga baju yang berbeda, dengan satu keranjang anyam yang dijinjing tangan kanannya.

"Kau tidak ada kerjaan, kan?"

Yoora sempat mengira pertanyaan itu diarahkan pada Jungkook, hingga tatapan Seryu tertuju padanya. "Aku tidak punya kerjaan apa-apa sekarang."

"Kalau begitu bantu aku untuk cari obat," kata Seryu lagi, melempar keranjang anyam itu pada Yoora. Sekalipun tiba-tiba, Yoora cukup gesit untuk menangkapnya hanya dengan satu tangan.

"Obat?"

"Herbal, tumbuh-tumbuhan. Di dekat sini ada pasar."

Kening Yoora mengernyit. Pasar? Dia harus ke tempat umum?

"Itu pasar gelap. Orang-orang di sana lebih memikirkan dagangan yang laku daripada menangkap pencuri kecil," tutur Seryu lagi, seakan-akan isi kepala Yoora bisa dia baca laiknya buku yang terbuka lebar di hadapannya. "Kau akan aman selama kau tidak mencoba mengutil. Untuk kali ini, lupakan dulu identitasmu itu. Kita butuh obat untuk Jungkook."

"Aku tidak butuh—"

"Lukamu kali ini tidak akan sembuh dalam satu malam, Jeon Jungkook. Kau tahu betul itu." Tanpa menunggu, Seryu memotong ucapan Jungkook, menatap ke arah pria itu dengan tajam. "Aku tidak bisa menggunakan sihir, tapi paling tidak otak tua ini masih ingat resep ramuan yang bisa membantu."

Yoora hampir betul-betul yakin kalau Seryu itu penyihir juga. Dia meleset.

Jungkook tak lagi berkomentar, hanya geraman kecil yang lolos dari bibirnya sebelum dia membetulkan posisi, satu lengan berlabuh pada keningnya tatkala sepasang mata itu kembali memejam.

"Aku tidak tanggung jawab kalau kau merasa direpotkan."

Seryu tak membalas, hanya melenggang santai dan melewati Yoora sambil menunjuk tudung Yoora, seakan menyuruh Yoora untuk mengenakannya.

Dan dengan itu, Yoora langsung menyusul sembari memakai tudungnya, tak lagi memperhatikan jemarinya. Rasa panas itu memang sudah mulai pudar, tapi Yoora tidak sadar, bahwa rasa panas itu meninggalkan garis hitam panjang mirip urat sepanjang setengah jari telunjuknya. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro