15: Finding Trip
Bab terakhir nih gaes. Untuk selanjutnya aku bakal lanjutin di Dreame/Innovel ya. 🤙
Aku kasih tau caranya di bawah~
-
Ketika Jihwan bangun, sesuatu terasa menjauh dan terlepas darinya.
Perasaan itu begitu meresahkan, sampai-sampai dia memanggil Taehyung untuk kembali ke istana. Bukannya dia tak bisa memerintah sendirian, hanya saja perasaan seperti ini terasa begitu aneh dan mengusik. Belakangan ini semua seakan begitu berantakan dan tak terkendali.
"Tolong jangan bilang kau butuh penonton untuk melihat ritual penyiksaan rutinmu," kata Taehyung sewaktu memasuki balairung. Gayanya santai, bahkan cuek, tapi Jihwan cukup tahu itu semua tak lebih dari sandiwara maskulin sang kakak. Dia terlalu pintar untuk dibohongi drama hidup picisan begitu.
"Sudah selesai bertualang?" tanya Jihwan, dagunya terangkat tinggi, sama sekali tak berniat beranjak dari singgasana.
Taehyung berjalan mendekat, berdiri di dekat tangga dengan mata menyipit. "Apa yang kau inginkan?"
Senyum pongah seketika mengembang di wajah sang ratu sementara jemarinya bermain di lengan kayu tempatnya duduk sekarang. "Tenang dulu, Taehyung. Aku memanggil bukan untuk menghukummu. Kau tahu aku menyayangimu, bukan?"
"Omong kosong."
"Menurutmu begitu?" Masih dengan sorot mata tenang, Jihwan mengepalkan tangan, membuat Taehyung meringis pelan—dia masih mencoba menahan suara—sementara matanya berubah merah, urat-uratnya tercetak jelas di sepanjang leher.
"Hentikan, sial—"
"Aku rasa kita sudah setuju untuk saling menghormati," potong Jihwan santai. Melihat Taehyung mulai mengendurkan pertahanan, dia menurunkan tangan, kembali mengatur posisi lebih anggun.
Sebenarnya, nyaris semua sarafnya menjerit, memintanya untuk terus berbaring. Namun di saat yang sama waktu istirahatnya diganggu karena sesuatu di dalam dirinya, entah apa, terus menggemakan nama Sorceré yang hingga saat ini berkeliaran di luar sana. Belum lagi beberapa jam yang lalu, ada kabar dari walikota Nord soal kediamannya yang dibobol, dan saat ini rumahnya tengah diperiksa untuk memaastikan adanya kehilangan atau tidak. Padahal sihirnya tidak mendeteksi apa pun. Atau setidaknya, tak ada tanda penyusupan yang terdeteksi.
Dan itu bukan pertanda baik.
"Kita tidak bisa begini terus," kata Jihwan lagi, kali ini nada bicaranya serius, matanya tertuju pada sang kembaran. "Harus ada orang lain yang mengejar Jungkook."
"Oh?" Taehyung merespons dengan pertanyaan bernada ganjil, kedua alisnya terangkat. "Dan siapakah orang yang kau maksud itu, Ratu?"
"Kau sendiri tahu aku sibuk."
"Tentu, tentu. Aku tahu."
Sisi sarkastik Taehyung selalu bagaikan pedang bermata dua—satu sisi membuatnya menarik, sementara sisi lainnya sukses memancing amarah. Jihwan tidak butuh sisi kedua sekarang. Dia hanya butuh Taehyung melakukan apa yang dia inginkan. Mulut besar bukan salah satunya.
"Kau bisa melakukannya bersamaan, kan?" desak Jihwan, begitu gemas sampai berdecak tak sabar. "Apa salahnya mendayung dua pulau sekaligus? Jangan jadi orang bodoh."
"Baiklah, baiklah." Taehyung mengangkat tangan sambil menghela napas. "Akan kuturuti. Tapi kau harus membantuku juga. Mencari penyihir bukan sesuatu yang mudah."
Tanpa perlu bertanya, Jihwan mengangguk, mengubah asap di tangan menjadi benda lancip mirip pecahan kaca, lantas menusuk tangannya hingga darah mengucur, sementara tanah di dekatnya memunculkan es yang berubah menjadi wadah kecil, menampung cairan merah kental itu.
"Kurasa darah itu cukup untuk membuatmu tidak kehilangan diri selama pencarian. Ada lagi yang kau butuhkan, kakakku?"
"Jangan panggil aku begitu. Menggelikan," tukas Taehyung cepat, sebelum dia menarik diri keluar dari balairung, sementara Jihwan tersenyum kecil, kembali duduk di singgasana, mata terpejam untuk menenangkan diri.
Kenyataannya, bukan hanya Taehyung yang mulai kehilangan diri. Tapi Jihwan rasa ini hanya efek kecil karena kurang tidur. Dan Jungkook. Setelah pria itu ditemukan, dirinya pasti akan kembali seperti biasa.
Ya, yang dia butuhkan hanya Sorceré itu. Dunianya akan kembali seperti biasa setelahnya.
*
Tidak mungkin.
Dua kata itu yang mengisi pikiran Yoora selagi berdiri di depan bangunan besar kelam di hadapannya—sesuatu yang menurut Jungkook tidak ada. Aneh sekali. Semua ini terlihat begitu asli. Mungkin memang tidak ada kehidupan di dalam, hanya saja semua yang tampak menunjukkan eksistensi tempat ini. Tua, kotor, tak terurus. Tapi ada.
Masalahnya Jungkook tidak melihat itu.
Jika ini sihir, bukankah seharusnya laki-laki itu yang menyadarinya?
Ada dorongan yang memanggilnya masuk ke dalam sana, mencoba menjelajah. Namun dia ragu jika bisa menemukan sesuatu di dalam. Di titik ini, rasanya tak ada yang bisa dipercayai sekarang.
Keinginan untuk mendekat sebisa mungkin Yoora tepis. Dia kembali berbalik dan mendekati Jungkook yang sibuk membaca ulang perkamen.
"Harusnya di sini," kata Jungkook sebelum memandangi Yoora, membuat gadis itu mengernyit dan mengambil langkah mundur.
"Apa?"
"Kau bilang di sini ada bangunan?"
Yoora mengangguk-angguk cepat. "Masa kau tidak lihat?"
"Kalau sudah melihat, aku tidak akan berdiri di sini," Jungkook menggeram pelan. "Apa ada yang salah? Seokjin tidak membohongi kita, kan?"
Jujur saja, Yoora tidak yakin si walikota itu sebagai orang yang dapat dipercaya. Tak semua hal bisa diyakini di tanah suram, dan Seokjin tidak punya kewajiban untuk tetap jujur dan membantu mereka. Meski begitu, semua yang pria itu lakukan rasanya terlalu berlebihan untuk disebut jebakan. Dan tampaknya Jungkook pun masih mempertimbangkan, dengan pertanyaan retorik begitu.
Jadi apa yang salah?
Di saat Yoora mencoba berpikir lebih keras, kepalanya justru berdenyut. Sejak tadi dia memang merasa tenaganya berkurang sedikit demi sedikit. Mungkin karena perjalanan, tapi aneh rasanya di saat santai begini justru membuatnya semakin lelah.
"Bagaimana kelihatannya—hei, Yoora!"
Teriakan Jungkook terdengar, sayangnya menoleh pun Yoora seperti tak kuat. Tubuhnya jatuh begitu saja, dan mungkin dia akan tergeletak begitu saja bila laki-laki itu tidak menangkapnya. Semuanya jadi begitu remang hingga sekali lagi, pandangannya berubah merah. Suara-suara dalam kepala menyalang keras, membuatnya seakan terlempar jauh dari tubuhnya sendiri.
"Kau pulang."
Di tengah warna merah yang mengelilingi, bisikan itu merasuk ke dalam gendang telinganya. Kepalanya bergerak cepat, mencari asal suara. Namun semua di sekitarnya masih kosong, tidak ada apa pun.
"Bantu dia. Itu takdirmu sejak awal. Itu tugas kita dari dulu."
Ingin berteriak, tapi tak ada sedikit pun suara yang lolos dari kerongkongannya. Tak peduli sekeras apa usahanya, suara di sekelilingnya semakin keras, seakan mencoba menghantam kepalanya.
"Anakku, kau bisa bangun sekarang. Dia butuh bantuanmu."
Anehnya, suara itu terdengar begitu familier. Mendadak Yoora panik, berusaha untuk mencari asal suara itu. Siapa pun yang bicara padanya sekarang mungkin bisa menjawab kebingungan Yoora. Terlebih, orang itu bilang 'anakku'.
Ibu? Ayah? Atau... siapa?
Degup jantung Yoora berubah cepat, semakin cepat, terlalu cepat hingga dia merasa organ dalamnya mungkin meledak. Namun tak lama, semuanya berhenti. Hening. Senyap. Kosong. Jantungnya seperti berhenti mendadak, dan pandangannya kembali. Semua warna merah itu menghilang, membuatnya bisa melihat jelas sedekat apa dia dan Jungkook, sementara bibirnya terasa basah dan amis.
Apa yang aku lakukan? Astaga!
"Yoora," ujar Jungkook pelan.
"A-aku ...."
Yoora ingin minta maaf, tetapi kekuatannya seperti terkuras habis. Tubuhnya terkulai hingga kepalanya mendarat di pundak laki-laki itu. Napasnya terengah seakan semua kelelahan masuk ke dalam tubuhnya.
"Ini aneh," gumam Jungkook pelan. Meski begitu dia sama sekali tak bergerak, kedua tangannya masih menahan Yoora.
"Apa yang aneh?"
Kau.
Yoora pikir itulah yang akan Jungkook katakan, tapi yang terdengar justru, "Gedungnya," Jungkook menjawab terbata. "Gedungnya ada. Aku melihatnya sekarang."
"Kan aku sudah bilang—"
"Kau yang membuatnya melihat."
Itu sama sekali bukan suara Jungkook. Di saat bersamaan, Yoora merasa ada cahaya yang tak jauh dari gedung mendekat ke arahnya. Tampaknya Jungkook bisa melihatnya, karena dia ikut menoleh. Kali ini pandangan mereka tertuju ke arah yang sama, mendapati cahaya kebiruan itu membentuk menjadi sebuah figur yang lantas berubah menjadi sesuatu—manusia. Seorang pria tua bungkuk dengan tongkat di tangannya. Pakaiannya didominasi abu-abu dan hitam, rambutnya putih panjang, sementara kedua matanya merah, persis seperti bagaimana Yoora melihat pantulannya di cermin Seokjin waktu itu.
Jungkook mengepalkan tangan, cahaya perlahan mengintip dari sela-sela jarinya. Tapi seakan tak terganggu, pria bungkuk itu menyengir, menunjukkan deretan gigi berantakannya sebelum suara seraknya berkata, "Kupikir klanmu sudah punah, Nona. Sudah dua tahun berlalu, bukan begitu?"
*
Di tengah-tengah kerumunan yang sibuk, seorang laki-laki baru saja keluar dari toko roti kecil. Mudah saja baginya untuk mendapatkan makan dan minum di Merveil, tapi dia lebih memilih cara normal. Dia cukup ingat tujuannya kemari adalah untuk membaur sebaik mungkin, kemudian pergi tanpa meninggalkan kesan bagi siapa pun.
Begitu mendapatkan dua botol air dan sebalok roti dengan sisa Mer yang dimilikinya, dia beranjak keluar, melenggang santai menyusuri gang-gang gelap, mengikuti saraf dalam tubuhnya untuk menunjukkan arah. Klannya bekerja layaknya magnet, saling mendeteksi dan menarik satu sama lain. Sesuatu yang menurutnya dulu tidak berguna. Nyatanya, kemampuan itu yang paling dia andalkan sekarang.
Semoga aku bisa langsung—
Belum juga menyelesaikan doanya, bunyi gedebuk sukses menghentikan langkahnya. Seorang wanita dan anak kecil terjatuh, sementara sosok tinggi lainnya mengambil paksa keranjang mereka diikuti makian-makian.
Tempat ini memang sampah. Apa yang terjadi saat ini hanya memperkuat dugaannya. Tiap kali menyaksikan hal seperti ini, rasanya dia ingin meringis. Belasan, mungkin puluhan tahun orang yang dia cari terjebak di sini, menghadapi beragam bajingan
Kau masih hidup, kan, Lembu Kecil? Bagaimana caramu bertahan di sini?
Merasa keinginannya untuk cepat-cepat gagal, laki-laki itu langsung merogoh saku, mengambil pisau kecil dan mengiris telapak tangannya. Darah yang mengucur tidak jatuh ke tanah, melainkan mengeras, berubah menjadi benda tipis dan tajam. Tanpa tedeng aling-aling, darah padat itu dilemparkannya pada sosok pencuri yang berlari, mengenai tepat di kepalanya hingga orang itu jatuh terkapar di trotoar.
Wanita di ujung sana spontan merangkul sang anak, menoleh dengan sesuatu yang laki-aki itu yakini sebagai gestur ketakutan. Dia orang baik, pikirnya. Di saat seperti ini, dia masih melindungi anaknya.
Lebih dulu dia melangkah mendekati mayat si pencuri, mengambil keranjang yang ternyata berisi buah-buahan, roti, juga potongan-potongan kain, kemudian beranjak dan berjongkok di depan wanita dan anak kecil itu.
"Aku Jimin," katanya memperkenalkan diri. "Aku pengelana. Kebetulan lewat. Aku hanya mencoba... yah, membantu." Dia menyodorkan keranjang itu kembali. "Aku yakin ini milikmu, jadi kukembalikan."
Meski terlihat terkejut, wanita itu mengangguk. "Te-terima kasih."
Jimin tersenyum, lantas berdiri sambil mengepalkan tangan yang perih. Belakangan ini penyembuhannya memang lama sekali. Wanita yang baru ditolong nampaknya menyadari luka di sana, sampai akhirnya menawarkan, "Kau bisa beristirahat di tempat kami kalau mau. Kau sudah membantu, biarkan kami membalas. Ada beberapa obat yang bisa mengobatimu di rumahku."
Tawaran yang manis, jujur saja. Namun Jimin menggeleng, tersenyum tipis dan membungkuk. "Terima kasih, Nyonya. Tapi aku tidak bisa membuang waktu. Aku harus menemukan adikku secepat mungkin." []
--- Tamat ---
Terima kasih sudah membaca sampai di sini. Selanjutnya Jungkook berubah jadi Jonathan di Dreame, jadi kalian bisa langsung ke akun dreame aku aja @aratakim
1. Untuk bacanya, kusaranin install Innovel aja (bisa juga install Dreame, tapi di Innovel ini khusus ceritanya Indo jadi lebih enak).
2. Setelah itu, kalian search APOSTROPHE atau Arata Kim buat liat profil aku (sejauh ini aku udah publish 2 cerita di sana, dan bakal nambah lagi, jadi dipantengin boleh banget *ea ea*)
3. Udah ketemu ceritanya, jangan lupa klik love di bawah buat masukin ke library biar ada notif dkk.
Nah, di Innovel ini sistemnya emang pake koin, tapi tenang aja, APOSTROPHE nggak akan pake koin dulu sampe udah bener bener tamat. Jadi ikutin selama on-going aja biar enak.
Kalau pun nanti kalian mau baca lagi dan butuh koin, ada koin gratisan juga, atau beli pake paypal sama google pay (ini biasanya nanti bisa pilih metode di google playnya, entah lewat kartu atau pulsa dkk).
Cara buat dapat koin gratisannya bisa kalian buka profil dulu, terus klik Dapatkan Hadiah. Nanti ada ketentuannya kalo mau dapat koin harus baca cerita di sana berapa menit.
So, APOSTROPHE versi Wattpad udah tamat ya~ 👌
Selanjutnya, bakal ada penyihir-penyihir lain yang bakal ketemu kalian untuk jadi Project aku di Wattpad. Semoga nggak kalah mantep 🌚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro