14: Hidden
Halo. Update lagi akhirnya. Seperti biasa ini update di Dreame duluan. Setelah ini, satu bab lagi ya~ 🤞
-
Yoora tahu Merveil memang aneh, tapi tak pernah dia duga keanehannya akan sampai separah ini. Dia mengedip beberapa kali, mencoba mengembalikan kewarasan yang tampaknya sudah berceceran sampai berhalusinasi begini.
Sayangnya, Yoora sama sekali tidak berhalusinasi. Elang itu masih ada di tengah-tengah mereka, bahkan bersuara, "Tuanku."
Jungkook melangkah mendekat, mengepalkan tangan untuk menghasilkan cahaya remang sementara merespons, "Siapa kau?"
"Tuan Jonah, ini aku. Pengantar pesanmu," balasnya. "Aku sudah lama mencarimu,"
Naluri membawa Yoora untuk tetap menjaga jarak, tetap berada di dekat Jungkook. Meski bergidik, sebisa mungkin dia membuka matanya lebar-lebar, tangan menggenggam pisau di balik punggung. Paling tidak, benda tajam ini membuatnya merasa sedikit lebih kuat, sekalipun dia sendiri ragu jika makhluk yang entah apa itu bisa dia kalahkan hanya dengan pisau kecil ini.
Ada Jungkook. Ya, dia bisa mengatasinya. Yoora meyakinkan diri. Dia benci menyadari dirinya lemah, tapi fakta itu tak bisa dia bantah sekarang. Dan mengetahui ada hal aneh lain di dalamnya membuat keadaan terasa lebih buruk.
Di titik ini, dirinya seakan bukan miliknya lagi.
"Kau kenal dia?" Yoora berbisik pelan di belakang Jungkook, yang sayangnya tak mendapat jawaban. Tangannya laki-laki itu bergerak, seakan mencoba menghalangi Yoora dari makhluk itu.
"Apa buktinya kalau kau memang pengantar pesanku?"
Yoora kontan mengernyit, sama sekali tidak mengerti sikap Jungkook. Namun di saat yang sama suara Jungkook mendengung dalam kepalanya. "Diam dan lihat saja. Kurasa dia tidak berbahaya."
"Apa yang ingin kau sampaikan?" Jungkook menambahkan. "Kenapa kau baru muncul sekarang?"
"Aku terjebak," elang itu membalas lemah. "Kekuatanku melemah. Penyihir itu akan kembali, Tuan. Kau harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat."
"Penyihir? Siapa?"
"Dia, tentu saja. Tidak ada penyihir lain yang sebegitu inginnya menghancurkanmu dan klanmu, bukan? Dia bahkan berhasil menghancurkan Klan Maite."
"Maite?" ulang Jungkook dengan nada heran.
"Klan darah."
Darah.
Mendadak Yoora merasa tersentil, spontan melangkah melewati Jungkook. "Maaf," sambarnya kikuk. "Bisakah kau jelaskan soal klan itu?"
"Yoora!" Jungkook seketika menariknya mundur dengan satu sentakan, membuat tubuh kecilnya sedikit terhuyung ke belakang. Elang tersebut menelengkan kepala, mungkin kebingungan, sehingga Jungkook menambahkan, "Dia membantuku dalam perjalanan ini. Kuharap kau tidak keberatan."
"Oh, tidak, Tuan. Tentu tidak." Elang tersebut lantas mengepakkan sayap, kembali berubah menjadi sosok pendek seperti sebelumnya, ditutupi tudung hitam yang membuat wajahnya sama sekali tak terlihat. Bulu kuduk Yoora merinding, tapi dia memaksakan diri untuk tetap berdiri tegak. Dia butuh ini. "Kau bertanya soal Klan Maite, kan, Nona?"
"Ya."
"Mereka klan kuno dalam sihir, hanya sekumpulan kecil yang dikaruniai darah istimewa untuk menyembuhkan, menguatkan, juga merusak. Semua tergantung siapa pun yang menggunakannya," jelas elang itu. "Atas jasa tuankulah mereka menemukan tempat bernaung di tengah-tengah kaum Sorceré. Bersama, kaum tuanku dan klan itu menjadi kuat."
Informasi itu kelihatannya bukan hanya baru bagi Yoora, tapi bagi Jungkook juga. Kali ini, semua itu tergambar jelas pada wajahnya.
"Sayangnya penyihir itu benar-benar menghancurkan mereka semua sampai tak bersisa." Si elang menggeram, lantas membungkuk dalam. "Aku ingin menyampaikan itu pada tuanku, sayangnya aku terjebak. Maafkan aku."
Menghancurkan mereka? Semuanya?
Yoora tercenung selagi memandangi tangannya, mengingat sebelumnya telapaknya pernah dipenuhi darah dan garis-garis aneh. Dia merasa sebelumnya punya harapan, tapi sekarang ....
Oh, tidak. Salahnya berpikir terlalu jauh. Lagi pula darah istimewa rasa-rasanya bukan sesuatu yang tepat untuk menggambarkannya.
"Sekali lagi, Tuan, maafkan aku," kata elang itu lagi. "Aku terlambat memberitahumu."
"Tidak apa-apa," balas Jungkook, yang anehnya terdengar ragu. "Bukan salahmu."
Yoora tidak tahu apakah Jungkook memang benar-benar ingin bicara begitu, namun dia keheranan. Jungkook seperti meringis pelan, memijat batang hidungnya. Sebegitu frustrasikah dia?
"Kau kehilangan Klan Maite, tapi aku senang kau tidak lagi sendirian, Tuan." Elang itu mendekat, membungkuk untuk mendekati Yoora. "Aku merasa seseorang sedang mencarimu, Nona. Kuharap kalian segera dipertemukan. Tuan pasti akan membantumu. Kebersamaan kalian terasa kuat."
Eh? Kebersamaan? Kuat? Dan, hei. Tunggu dulu. Siapa yang—
"Kurasa waktuku sudah habis," elang itu tiba-tiba bicara dengan suara serak, antara terkekeh atau memang batuk-batuk. "Maafkan aku karena tidak bisa menyelesaikan perintahmu dengan baik, Tuan. Kuharap Sorceré bisa mengalahkan penyihir itu."
Sebelum Yoora sempat bertanya lebih lanjut, sosok elang itu tiba-tiba berubah menjadi abu, membuatnya kontan terperanjat dan melangkah mundur.
Apa-apaan ini?!
"Roh," Jungkook bergumam kecil.
"Apa maksudnya?"
"Itu roh," Jungkook mengulangi, "elang tadi roh. Keinginan dari makhluk hidup penguasa sihir akan menjadi roh yang mencari asalnya, sebelum dia kembali jadi debu."
"Jadi kau... pemiliknya?" Yoora tidak tahu apakah sebutannya tepat atau tidak.
Jungkook menggeleng. "Sihir seringkali
"Tapi dia menyebut Sorceré, bukan?" timpal Yoora. "Dan satu-satunya Sorceré yang tersisa di dunia ini hanya—"
"Jangan terlalu cepat menarik kesimpulan," potong Jungkook cepat. Entah kenapa nada bicara terdengar marah. "Aku tidak tahu seberapa lama roh itu ada di sini, yang pasti dia mencari tuannya, yang kemungkinan kaumku juga. Dia mungkin salah duga."
"Begitukah? Lalu penyihir itu?"
"Aku juga masih bingung untuk yang satu itu." Kini Jungkook menoleh, keningnya mengerut. "Dan yang lebih penting, siapa yang mencarimu? Bukannya kau hanya sendiri? Kau sendiri yang bilang."
Yoora mengangguk. Dia tidak tahu apakah harus risi karena tatapan Jungkook terkesan menuduh, atau memikirkan siapa tepatnya yang dimaksud burung itu. Pasalnya, Yoora yakin sekali jika ada seseorang paling sendirian dan terlantar, sudah pasti itu dia. Jika saja Jungkook tidak menjebaknya—oke, rasanya hal itu bisa sedikit disyukuri sekarang—Yoora mungkin terjebak dalam kesehariannya sebagai pencuri untuk bertahan hidup, atau malah tidak berhasil bertahan dan kembali menjadi abu.
"Pemilik panti dulu, mungkin?" tebak Yoora asal. "Kalau begitu, aku berharap sama sekali tidak ditemukan."
"Mau ditemukan pun, tidak masalah," balas Jungkook. "Aku sama sekali tidak akan membiarkanmu diambil dariku."
Kalimat itu diucapkan dnegan nada angkuh dan tak acuh, tapi anehnya, ada kesan hangat di sana, seakan-akan Jungkook berusaha mengatakan dia membutuhkannya, dan akan mempertahankannya apa pun yang terjadi. Mungkin hanya perasaan Yoora. Namun berpikir begitu membuatnya merasa lebih baik. Sedikit berhalusinasi begitu rasanya tidak masalah.
Hanya untuk menghibur diri, pikir gadis itu.
"Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan," kata Jungkook. "Kalau kita beruntung, mungkin roh itu masih baru, dan tuannya mungkin ...."
Kalimatnya tak selesai. Rasanya seperti ada harapan menggantung di sana, yang kelihatannya Jungkook pedam. Yoora menebak mungkin seingin itu dia ingin menemukan orang lain yang sama sepertinya, menghentikan kesendiriannya.
Untuk satu itu, Yoora cukup paham. Sendirian bukanlah hal yang menyenangkan, tapi itulah satu-satunya pilihan yang tersedia untuk tetap bertahan hidup. Dia memilih untuk tak berkomentar dan hanya mengikuti Jungkook sepanjang perjalanan, menyusuri hutan, sesekali bersembunyi di balik asap sihir ciptaan Jungkook. Kadang mereka bergerak seperti merangkak, kadang juga seperti kijang yang berlari. Berbagai tempo dilalui demi mencapai tujuan.
Tujuan yang sudah pasti mengancam nyawa, ya.
Dulu, Yoora selalu merasa beginilah rasanya petualangan. Penuh rintangan pemicu adrenalin, keadaan di mana nyawa menjadi jaminan. Membayangkannya memang menarik, tapi menjalaninya... entahlah. Menarik bukan kata yang akan dia gunakan.
Setelah berjam-jam perjalanan tanpa istirahat kecuali pemberhentian untuk mengisi persediaan air yang menipis, mereka akhirnya bisa keluar dari hutan. Berdasarkan peta dari Seokjin, tujuan mereka berada tepat di sisi hutan. Sulit untuk mengetahui arah hutan begitu ada di dalamnya tanpa peta dan sihir.
"Itu dia, Jeon!" tukas Yoora spontan. Begitu menerima penerangan dari luar—dia baru sadar tampaknya mereka berjalan dari malam ke pagi—matanya langsung menemukan gedung besar dengan gaya kuno, seperti kediaman si walikota Nord, kecuali yang ini terlihat tidak terurus. Yoora bertanya-tanya apa dindingnya memang sengaja diwarnai abu-abu atau justru debu super tebal yang menutupi tempat itu saking terlantarnya tempat ini.
"Kotor sekali," gumamnya sambil menggeleng tak percaya. Dia mengambil langkah ke depan, menyadari betapa kosongnya tempat ini. Kelihatannya gedung ini sama sekali tak berpenghuni. "Kau yakin ini tempatnya, Jungkook?" tanyanya sambil berbalik, mendapati laki-laki itu tengah membaca ulang petanya.
"Aku tidak salah," terdengar rutukan kecil dari mulutnya. "Peta ini mengarah tepat ke sini."
"Kalau begitu kita cari saja," balas Yoora. "Tempatnya memang agak tidak terurus sih, tapi kita bisa coba masuk. Siapa tahu perkamen yang kau cari ada di dalam sana."
"Maksudnya?" Jungkook mengernyit. "Apa maksudmu masuk?"
"Kita bisa masuk ke dalam—"
"Kalau kau berniat melucu, kau gagal total, Yoora," potong Jungkook. "Kau hanya menunjuk tanah kosong dari tadi." []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro