Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13: Master in Quest

Wawawaaa, udah nyampe sini ternyata~

P.s: sebetulnya ini udah kutaruh di Dreame. Bab lanjutannya ilang, so I need to work again on every story I write. Untuk sementara, (very) slow update dulu ya~

-


Sial! Sial! Sial!

Hanya umpatan yang bisa Taehyung lakukan saat ini. Hari ini hasilnya tetap sama. Pelosok Merveil sudah dia jelajahi, namun wanita yang dia cari masih belum bisa ditemukan. Satu sisi dalam dirinya seakan menertawakan semua waktu yang dia buang, dengan brengseknya berkata, "Sudah kubilang, semuanya percuma. Takdirmu memang begini."

Taehyung benci itu—takdir. Sesuatu yang katanya sudah diatur sejak awal dan tak bisa diubah, laiknya jalan cerita yang sudah ditentukan sang penulis, dan manusia hanyalah karakter yang dirancang dewa agung.

Dulu ibunya selalu bilang dewa selalu punya rencana baik di akhir bagi tiap orang. Dewa Maha Baik, Maha Penyayang, Maha Mengerti, dan maha lainnya. Di masa kecilnya, sosok itu yang Taehyung jadikan sebagai pegangan, tempat semua harapannya tertuju, pengisi dongeng-dongeng tidur yang dilantukan sang ibu.

Dan itu juga yang membuat seorang Kim Taehyung terlalu naif.

Hingga saat ini, gambaran malam pembantaian masih tercetak jelas dalam ingatannya. Kobaran api di tengah kabut menyesakkan yang menyelimuti desa, bercampur dengan debu dan uap. Jika dewa memang ada, kenapa semua kekejaman itu terjadi? Dia selalu berharap Merveil akan jadi tempat yang lebih baik, mengucapkan doa bersama-sama dengan ibunya, tetapi semua itu dibalas dengan kenyataan kontras.

Dewa itu hanya konsep utopis. Itulah yang Taehyung percaya saat ini. Dan itu juga yang membuatnya ingin terus berusaha sekalipun dirinya diikat kegelapan.

Sebentar lagi. Dia menyemangati diri. Pasti ada jalan. Dia tidak akan menyerah, bahkan pada takdir yang menunggu di depan sekalipun. Namun dia pun tak bisa memungkiri, mencari tanpa hasil memang melelahkan. Malam ini dia tidak bisa menemukan wanita itu. Bertanya pun nihil. Tidak ada yang tahu Klan Maite, dan Taehyung tak menemukan sebutan itu di perkamen atau catatan sejarah mana pun.

Tapi... wanita itu tidak mungkin bohong.

Dia masih ingat, hanya dengan menyecap sedikit dari darah wanita yang mengaku Klan Maite itu, Taehyung bisa mengendalikan dirinya lebih baik. Dia bisa menahan dorongan yang mencoba mengambil alih tubuhya. Dia butuh kemampuan itu sekarang. Semuanya sudah terlalu jauh dari rencana yang dia buat.

Taehyung berjalan ke arah pohon dan berhenti sejenak begitu merasa sudah masuk paling dalam, bersandar sembari menghela napas. Malam ini dia mengunjungi pasar terakhir yang ada di Nord. Tidak ada hasil. Dia bertemu dengan wanita berdarah ajaib itu juga di sini dengan membawa beberapa herbal, tapi yang Taehyung cium justru aroma lavender dan laut. Katanya itu aroma sihir klan mereka.

Tapi tidak ada yang punya aroma begitu, tak peduli ke mana pun Taehyung mencari.

Lavender dan air laut. Aku harus bisa—

Tiba-tiba Taehyung diam, berhenti melangkah. Spontan laki-laki itu menoleh ke samping kanan. Telinganya menangkap bunyi sesuatu yang bergerak. Namun bukan hanya itu yang membuatnya termagu. Ini bukan soal telinganya, tetapi hidungnya juga.

Aroma itu. Ya, Taehyung yakin.

Buru-buru dia meluruskan punggung, bergerak cepat untuk menangkap bunyi itu. Beberapa pohon darinya ternyata ada seseorang. Kegelapan menghalangi pandangan Taehyung, tapi dia cukup yakin itu manusia. Setidaknya, terlihat begitu.

"Kau yang di sana!" serunya. "Jangan bergerak!"

Terdengar bunyi kaki yang mematahkan ranting-ranting kecil, kemudian hening. Sosok itu nampaknya berhenti. Taehyung lantas semakin mendekat, kegelapan memudar perlahan, membuatnya bisa melihat sosok itu; rambut pendek, mata dengan sinar merah aneh, karung kecil berisi tumbuhan herbal yang menyembul keluar. Ternyata seorang gadis.

Namun yang dia lihat bukan sosok wanita yang dia cari, meski gadis ini terasa familiar.

Tunggu dulu. Rasanya dia pernah bertemu sosok ini.

"Kau gadis yang ada di Pasar Kelam waktu itu! Kau yang—"

Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, mata Taehyung menutup rapat-rapat begitu gadis itu mengeluarkan sesuatu selembaran kecil dari sakunya, dalam sekejap membuat cahaya menyilaukan menghalangi pandangannya. Taehyung tak bisa langsung bereaksi karena matanya seperti mau meleleh. Dan sekalipun mau bereaksi, gadis itu cukup gesit, menghilang begitu saja.

"Sial! Dia... Sorceré?" Taehyung merutuk sebal sambil menghalangi cahaya dengan lengan kanannya. Cahayanya bertahan cukup lama sehingga dia memilih untuk mundu ke bagian yang lebih gelap. "Brengsek!"

Amarahnya tak akan berguna. Aroma lavender dan air laut itu sudah menghilang, keberadaannya pun tak lagi terasa. Taehyung ingin berasumsi gadis itu penyihir, namun itu justru menimbulkan praduga yang lain. Semua Sorceré sudah dia habisi sejak bertahun-tahun lalu. Yah, Jeon Jungkook tidak termasuk, memang. Tapi dia laki-laki, bukan perempuan.

Jadi yang tadi siapa?

Taehyung masih merutuk ketika mendengar ada suara berisik. Dua suara, tepatnya. Satunya berasal dari arah pasar—banyak teriakan dan tempat itu mendadak diliputi api—sementara yang satu lagi berasal dari atasnya, suara burung gagak yang menukik ke dalam hutan dan bertengger di pundaknya. Sebuah gulungan kertas digantung di kalung lehernya.

"Kali ini apa lagi yang Jihwan inginkan?" tanya Taehyung. Gagak itu hanya diam sementara dia mengambil kertas tersebut, membacanya. Isinya singkat, hanya dua kata: Ke sini.

Itu bukan permintaan. Oh, kembarannya itu tak pernah meminta. Semuanya perintah. Namun belakangan ini semua jadi lebih buruk.

Sesaat Taehyung kembali melemparkan perhatiannya ke arah pasar, mellihat seorang wanita berteriak dan tiba-tiba berubah tiga kali lebih besar ketimbang ukuran tubuh aslinya. Alam bawah sadarnya seperti berbisik agar Taehyung ke sana, namun sekali lagi gagak itu bersuara—berteriak, malah.

"Iya, iya. Aku akan segera ke sana," balas Taehyung malas sambil menggeser si gagak dari punggungnya. "Kembali saja pada kembaranmu dan bilang aku akan datang dalam 10 menit."

Dan itu berarti Taehyung tak bisa melakukan apa pun kecuali mengabaikan wanita raksasa itu. Mungkin itu juga ulah Jihwan, atau mungkin si Walikota Nord. Taehyung tak bisa mengikuti kata hatinya saat ini.

Itu menyebalkan, ya. menjalani hidup yang tak diinginkan sama sekali. Tapi paling tidak dia harus mempertahankan hidupnya sekarang, sebelum semuanya jadi semakin sia-sia.

Dan besok dia harus mencoba lagi.


*


Pergi sendirian memang bukan pilihan baik. Yoora sadar akan hal itu. Namun dia juga tahu alasan Jungkook untuk membagi tugas pun logis. Semuanya soal menghemat waktu. Yang harus dikerjakan juga bukan sesuatu yang besar. Sementara Jungkook menghapus sisa-sisa jejak mereka, dia diberikan tugas untuk mengumpulkan beberapa herbal. Yoora memang tidak begitu mengerti kenapa, si Sorceré hanya bilang mereka memerlukan tumbuhan-tumbuhan itu selama perjalanan. Tidak ada alasan untuk menolak. Lagi pula, sekadar mengunjungi pasar tidak akan membuat nyawanya terancam.

Begitu yang Yoora pikir pada awalnya.

Dia memang pencuri, tapi dia belum sepopuler itu untuk dikenali sepenjuru Merveil. Tak disangka ada yang mengenalinya. Dan itu laki-laki sama yang dia temui di Pasar Kelam bersama Nenek Seryu waktu itu.

Taehyung. Kembaran ratu dalam penyamarannya seperti tempo hari.

Berdasarkan instruksi Jungkook untuk tak berinteraksi dengan orang lain kecuali pedagang di pasar, tanpa pikir panjang Yoora menggunakan kertas sihir yang diberikan padanya. Debaran jantung berpacu seraya kakinya beranjak secepat mungkin, menjauh dan memasuki hutan melalui rute dia datang sebelumnya.

Penjelasannya itu mungkin kurang tepat. Dia bahkan tak ingat rutenya di mana. Yang diandalkan sebagai jalan pulang justru hidungnya yang berusaha membaui citrus samar-samar—aroma sihir Jungkook. Syukurnya penghidunya masih bisa diandalkan, berhasil membawa gadis itu menemukan si Sorceré yang tengah berjongkok di dekat kayu bakar yang apinya diselimuti kabut hitam, membuat warna api itu jadi lebih redup.

"Kertasnya kau pakai?" Tanpa tedeng aling-aling, Jungkook langsung bersuara.

Yoora mengangguk sambil mengatur napasnya yang terengah. "Kau berikan padaku juga untuk dipakai, kan?"

"Aku lebih berharap kertasnya tidak dipakai."

Kalau begitu untuk apa kau berikan? Sungut Yoora dalam hati. Sebelum sempat protes secara langsung, kabut hitam itu menelan api begitu saja dan laki-laki itu beranjak.

"Siapa yang kau temui?" tanya Jungkook, kali ini menatap Yoora lebih serius. "Penjaga Merveil? Ular?"

"Taehyung." Yoora mengucapkan satu nama itu ragu. "Laki-laki yang aku dan Nenek Seryu temui di Pasar Kelam. Nenek bilang itu Raja Merveil, kan?"

Entah itu penjelasan yang tepat atau tidak. Dia juga tak tahu bagaimana Jungkook akan bereaksi. Kepalanya menerka bahwa laki-laki ini akan marah karena bisa jadi, pertemuan tak disengaja itu malah membawa malapetaka.

"Berarti kita tidak bisa diam," katanya lagi. Anehnya sikap Jungkook tak banyak berubah. Dia masih santai. "Kau sudah menemukan bahan-bahannya, kan?"

Di tengah keheranannya, Yoora mengangguk sembari menepuk tas bawaannya. "Sudah."

"Kalau begitu kita pergi sekarang."

Yoora terbiasa berpergian tanpa tujuan. Sejak dulu, dia tak pernah menentukan ke mana dia harus pergi pagi dan malam, tetapi dia punya gambaran. Ada yang dia cari. Uang, makanan, apa pun yang bisa didapatkan dan digunakan untuk bertahan hidup.

Masalahnya, dia tidak tahu jika yang dia cari kali ini merupakan kategori dari 'bertahan hidup'.

Kata Jungkook ada dua perkamen lagi yang dibutuhkan, dan map yang Seokjin berikan bisa jadi petunjuknya.

"Dan jika dugaanku benar, kau mungkin bisa tahu lebih soal dirimu yang sebenarnya." Begitu kata Jungkook.

Kenyataannya, sekeras apa pun dia ingin membantah, fakta bahwa dia tak tahu apa pun soal dirinya sama sekali tak bisa dielak. Tujuan awalnya yang ingin mencari uang sekarang berbelok ke arah lain.

"Ada kalanya kenyataan tak perlu dipikirkan terlalu keras." Suara Jungkook kali ini membuatnya menoleh. Laki-laki itu mengambil peralatannya, membuka map sekilas sebelum menggulungnya lagi. "Kita akan pergi ke arah Selatan sekarang—"

"Tuanku!"

Suara serak itu memotong ucapan Jungkook. Bunyi-bunyi dedaunan bergesekan. Spontan Jungkook langsung maju di depan Yoora, cahaya mulai muncul di kepalan tangannya.

"Tu-tuan, tolong. Sinar itu bisa menyakiti mataku."

Tuan, katanya? Siapa?

Tak bisa dipungkiri, Yoora pun takut. Dia langsung meraih pisau yang tersarung di pinggangnya ketika menangkap aroma citrus yang janggal. Seperti aroma sihir Jungkook, tapi di saat yang sama berbeda.

"Baunya," bisik Yoora pelan. "Mirip sepertimu."

"Aku?" Jungkook bertanya, tapi Yoora tak bisa menjawab.

"Tuan, tolong. Ini aku."

Suasana membingungkan ini terasa mencekam. Yoora menduga akan ada manusia lain yang datang, tapi ketika semak-semak di sekitar terbuka, yang muncul justru sosok pendek bertudung.

Dan ketika Jungkook mengeluarkan cahaya dari tangannya, Yoora merasa napasnya seperti direnggut begitu menemukan sosok berhidung panjang dengan mata mirip elang yang menatap mereka. Beberapa detik kemudian, tudung itu jatuh sementara sosok itu benar-benar berubah jadi elang sembari mengepakkan sayap.

Demi dewa. Makhluk apa... ini?! []


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro