Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5: Relieved

× 5 ×

Apologize: Relieved

---

Katanya, kepribadian seseorang bisa diukur berdasarkan latar belakang juga lingkungan sosialnya, dengan keluarga sebagai lingkaran terkecil.

Isa tahu, perusahaan tentulah melihat latar belakang seseorang sebagai salah satu faktor pertimbangan. Tapi, tolong. itu pertimbangan, bukan penilaian. Dan Isa masih sama sekali tidak mengerti bagaimana kesalahan seseorang bisa secara ajaib menjadi penilaian negatif terhadap keluarga orang tersebut.

Bisakah penilaian tersebut hanya tertuju pada dirinya dan tidak diberikan kepada orang lain?

Sekalipun hal itu sudah berlalu sejak beberapa jam yang lalu, Isa tetap tidak bisa melupakannya. Yah, bagaimana dia melupakannya sementara kegiatan hari ini membuatnya harus bertemu dengan Ethan, baik di kantor maupun di ruang rapat.

Kalau saja dia bukan bosnya, mungkin Isa sudah berteriak di depan wajahnya. Sayangnya-atau mungkin untungnya-otak Isa masih bisa berpikir sedikit lebih jernih, mengingatkan Isa akan resiko yang mungkin akan dia dapatkan jika melakukan hal-hal gila yang berdasarkan pada emosi.

Yah, posisi itu memang bisa jadi sebuah pertahanan sekaligus hal paling kurang ajar di dunia. Dan mengikuti hati memang jadi pengantar tercepat pada kematian.

Kedengaran berlebihan sih, tapi memang begitu kan skemanya? Marah pada bos, dipecat, jadi pengangguran, tidak punya penghasilan, susah makan, sakit, mati.

Hati memang membunuh.

Tapi kalau bisa Isa ingin membunuh Ethan. Yah, walaupun itu hanya hasrat sesaat yang jelas tidak akan dia lakukan. Tapi Ethan benar-benar membuatnya naik pitam.

Tepat jam 8, Isa akhirnya bisa menyelesaikan pekerjaannya. Sebenarnya sudah dari tadi, dan dia tidak perlu lembur. Hanya saja Isa memilih untuk berkunjung ke perpustakaan kantor, sengaja menghibur diri dengan buku-buku jaringan yang membuatnya pusing. Yah, pusing karena angka lebih baik daripada pusing karena bos sialannya itu.

Omong-omong soal Ethan, sebetulnya Isa bertemu dengannya saat keluar dari kantor, namun Isa hanya menundukkan kepala sedikit-sebagai formalitas belaka-sebelum melenggang dengan cuek ke luar, sengaja memesan Grab supaya lebih cepat sampai ke indekos.

Tujuan utama Isa sebenarnya ingin beristirahat, namun begitu sampai, mata Isa justru terbuka lebar, rasa kantuknya secara ajaib menghilang. Karena itu Isa memutuskan untuk mengeluarkan laptopnya, menyambungkannya dengan wifi indekos untuk sekadar surfing di Youtube dan membuka akun Goodreads juga mailbox. Tanpa sadar satu jam lebih sudah terlewat dengan mata Isa yang masih terbuka lebar.

Isa masih asik dengan laptop, mendengarkan lagu sembari memeriksa inbox email dan membaca acak beberapa di antaranya. Dia baru saja mau membaca ulang email yang dia dapat bulan lalu, email terakhir dari si penyemangat virtualnya, namun perhatiannya teralih dengan ponsel yang berdenting. Ada chat Whatsapp yang masuk.

Keningnya mengernyit melihat si pengirim dan jam di ponselnya. Apalagi yang diinginkan bosnya ini sampai menghubunginya jam begini?

Matanya berputar malas, sengaja ingin mengabaikan chat. Masalah alasan dia bisa memikirkannya nanti.

Yah, begitu yang awalnya Isa pikir, sampai akhirnya layarnya berganti, memunculkan sebuah panggilan masuk tiba-tiba.

Ethan meneleponnya.

"Sudah tidur, Isabella?" Suara Ethan langsung terdengar sesaat setelah telepon diangkat.

Iya, Pak. Selamat malam juga. Isa menghela napas, berharap hal itu bisa menambah kadar kesabarannya. Pura-pura Isa menguap sebelum membalas, "Lagi, Pak."

"Kalau lagi tidur kamu nggak akan angkat telepon saya dong?"

Ya Allah. Mau marah. Batin Isa, kali ini tangan mendorong rambut ke belakang. Tapi, yah, Ethan betul juga. Sekarang Isa menyesal karena mengangkat telepon Ethan.

"Bisa keluar sebentar nggak, Sa? Saya ada di luar nih."

"Eh, serius?"

"Kan saya sudah bilang di chat."

Isa jelas saja terkejut. Dia lihat lagi chat yang terkirim, dan betul saja, Ethan memang bilang dia ada di luar. Nampaknya Isa saja yang terlalu cuek. "Sa-saya nggak lihat chat, Pak. Maaf," kata Isa.

"Tapi chat saya centang biru nih. Kamu juga online."

"Itu, hape saya tadi-"

"Udah. Kamu keluar aja, bisa nggak? Dingin nih," potong Ethan. Karena itu Isa buru-buru mengingat rambut, memakai hoodie untuk menutup penampilan berantakannya sebelum keluar dari kamar, menuruni tangga ke bagian ruang tamu.

Di salah satu sofa yang tersedia, bisa Isa lihat seseorang duduk di sana, dengan kemeja biru dan jas dongker yang tersampir di salah satu pundak.

Astaga. Ethan bahkan belum ganti baju.

Begitu mencapai anak tangga terakhir, Ethan menoleh. Yang tidak dia sangka, bosnya itu justru tersenyum, sementara bibirnya terbuka dan suara lembut menusuk telinga.

"Malam, Isabella. Saya pengen ngobrol sama kamu nih, boleh?"

Mata Isa terbelalak sesaat, dengan kening yang mengernyit dibalik hoodie. Ini Isa yang salah dengar atau bagaimana, deh?

Ini betulan Ethan, kan? Ethan yang itu?

*

Seharusnya, Ethan pulang. Sekarang sudah hampir jam 10, dan dia tahu besok dia harus menempuh perjalanan dari Jakarta ke Bandung untuk memeriksa lokasi proyek berikutnya. Hanya saja dia tidak bisa tenang. Tidak dengan Isa yang kelihatan marah padanya.

Bukan kelihatan, sih. Memang marah. Dan Ethan tahu itu salahnya.

Ethan merasa begitu bodoh karena kalimat itu terucap begitu saja dari bibirnya tanpa dipikirkan betul-betul. Yah, Ethan memang frustrasi betul saat itu, terutama dengan tuntutan kerja dan hal-hal pribadi lain yang membuatnya gila. Emosinya lepas kendali.

Harusnya Ethan tidak marah begitu, apalagi dengan membawa orang tua. Harusnya dia tahu itu, terutama jika bicara soal Isa.

Sekarang keduanya ada di ruang utama di indekos Isa, hanya berdua, duduk di dua sofa yang berhadapan ditemani dengan sate taichan yang sebelumnya Ethan pesan di mang sate langganannya. Isa awalnya kelihatan canggung, bingung, dan pasti juga kesal-Ethan bisa menyadari itu, apalagi mengingat dia mampir malam begini.

Tapi begini-begini juga kan untuk Isa. Ethan mencoba meyakinkan diri.

"Kenapa Bapak jam segini belum pulang?" Akhirnya, Isa berbicara. Tusuk sate yang kosong dia letakkan ke dalam plastik sebelum mengambil satu tusuk lagi.

Sebelumnya Ethan sudah memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, karena Isa bisa menolaknya kapan saja. Namun Ethan tetap mencoba. Menyerah sebelum mencoba itu memalukan. Dan untungnya, sate yang dia beli sebagai piranti bantuan nampaknya berhasil membuat Isa duduk dengannya dan memberi kesempatan untuk bicara.

Dari dulu, Ethan juga tahu Isa menyukai sate. Di luar kampus, biasanya ada mang sate yang jualan di jam-jam sore. Dan dari ingatan Ethan, Isa sering nongkrong di sana. Kalau ditanya, Ethan sebenarnya cukup tahu banyak soal Isa meski hanya dari pengamatan saja.

"Karena mau ketemu kamu," Ethan menjawab santai, melahap sate yang dia pegang sejak tadi. "Saya pengen minta maaf langsung.

"Minta maaf?" tanya Isa, dan Ethan mengangguk,

"Saya tahu saya salah, makanya saya minta maaf."

"Bapak marahin saya karena saya salah, kan?" tanya Isa lagi.

Kepala Ethan sekali lagi mengangguk, tapi kemudian dia menambahkan, "Saya marah karena kerjaan kamu nggak selesai, dan itu wajar aja."

"Terus ngapain Bapak minta maaf?"

"Kamu nyindir saya, ya?" Ethan sengaja mengangkat alis.

"Kalau saya nyindir sih, saya nggak akan nanya begini langsung, Pak," balas Isa sementara dia mendorong hoodie dan menunjukkan kepalanya yang sedari tadi tertutup.

Kalau diteruskan, mungkin yang muncul justru perdebatan baru. Tapi bukan itu yang Ethan butuhkan sekarang. Ethan menghela napas lebih dulu, jemari bertautan sementara kepala dia naikkan untuk memandangi Isa lagi.

"Karena saya marahnya keterlaluan." Pundak Ethan melemas sementara telapak tangannya bergerak menyeka wajah. "Maaf, ya, Sa. Saya tahu seharusnya saya nggak menyinggung keluarga kamu atau apa."

Sesaat, keadaan hening. Isa kelihatan mematung dengan sate yang sudah menempel di mulut namun tak kunjung digigit, matanya masih tertuju pada Ethan.

"Saya nggak masalah kok kalau Bapak marahin saya," suara Isa akhirnya terdengar, "tapi, Pak, tolong jangan langsung menilai keluarga saya hanya karena kesalahan saya."

Iya, Sa. Saya tahu kok. Keluarga itu terlalu sensitif buat kamu, kan?

Yang Ethan syukuri mungkin hanya dia tidak bergerak terlalu jauh untuk menyindir salah satu orang tua Isa.

"Can you promise me not to do it again, Pak Ethan?" tanya Isa. Pertanyaan itu keluar dengan nada yang lembut, membuat Ethan sesaat terpana.

"Saya harus sodorin kelingking saya nggak nih?" Ethan tersenyum jahil, kemudian tertawa karena kebingungan yang tercetak jelas di wajah Isa. Kepala Ethan menggeleng kemudian dia menambahkan, "Sorry. Saya bercanda," katanya. "Tapi saya janji, nggak akan begitu lagi. Apa itu berarti kamu maafin saya?"

Tanpa menunggu waktu lama kepala Isa langsung mengangguk sebagai jawaban. Hanya sesederhana itu saja ternyata untuk mendapatkan rasa lega. Jawaban tanpa kata dari Isa itu membuat Ethan tersenyum.

"Thank you."

"Sama-sama, Pak."

Ada dorongan untuk berdiri dan memeluk Isa sebenarnya. Namun Ethan tahu hal itu tidak dibutuhkan saat ini, dan dia harus cukup berpuas karena Isa memaafkannya. Dan entah ini hanya halusinasi kecil dari Ethan atau bukan, tapi dia cukup senang karena melihat senyuman kecil dari Isa.

Sungguh, gadis ini membawa perasaan menggelitik bagi Ethan hanya karena melihat piyama dengan gambar-gambar panda kecil, juga rambut yang diikat seadanya. Dengan penampilan begini saja Ethan harus menahan diri untuk tidak melampiaskan rasa gemasnya. Waktu yang tersisa dilewatkan dengan percakapan kecil dan juga memakan sate yang tersisa sampai habis, dengan Ethan yang tiap detiknya menahan diri untuk tidak tersenyum berlebihan.

Karena, begitu lebih baik. Sebab nampaknya sejak tadi keduanya tidak menyadari bahwa ada orang ketiga yang mengawasi mereka dari lantai atas. []

*

Minta maafnya terkesan gampang ya? Tapi buatku emang minta maaf nggak selamanya susah, yang susah itu munculin niatnya. Lagi pula, berantem segini buat Isa sama Etgan masih kecil lah dibanding yang bakal coming up sooner or later (uhuk uhuk).

Anyway, jangan lupa baca LOVE ALGORITHM di Comico yaa. Link ada di message board aku atau bisa liat keterangannya di part 》 +Arsitek
Ada yang udah baca?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro