Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35. Menemukan Kebahagiaan [END]


Di segala kesibukan sekolah dan juga bimbel, Gretel masih bisa berkunjung ke pemakaman sudaranya, Hansel. Ia sempat mengira tidak memiliki ikatan darah mengingat mendengar pembicaraan yang salah persepsi. Namun, nyatanya Hansel adalah abangnya. Keduanya lahir di bulan yang sama, hanya selisih dua minggu.

Prasetyo telah menceritakan semuanya padanya. Beliau juga memberitahu siapa ibu kandung Gretel, dan juga tanggal lahirnya. Awalnya sulit percaya, tapi sekarang ia bisa menerimanya.

Hari ini kebetulan sekolah pulang lebih awal. Jam bimbelnya juga masih lama. Karena itu ia menyempatkan diri mengunjungi makam Hansel. Menuju ke sana, ia tak lupa membeli kembang yang akan ditaburkannya nanti.

"Hansel, apa kabar? Kamu baik-baik aja kan di sana? Kamu mau tau kabarku? Alhamdulillah kabarku baik," Gretel mengelus batu nisan. "Sebentar lagi aku ujian akhir semester. Doakan hasil raporku bagus, ya. Kali ini aku nggak akan malas-malasan kayak dulu. Aku udah jarang nonton anime lagi. Aku sekarang rajin belajar. Oh, ya, Mail titip salam buat kamu, Sel. Dia nggak bisa ikut aku ke sini karena ada kesibukan lain katanya. Aku senang punya temen kayak Mail. Dia itu berbeda dengan teman-teman lamaku. Dia itu baik, perhatian, dan lucu."

Gretel terus mengoceh sendirian di depan makam Hansel. Curhat tentang kehidupannya sehari-hari. Sebenarnya ia sedih karena baru sekarang ia bisa berbagi rasanya pada saudaranya itu. Semasa hidup mendiang, kebanyakan memusuhi dengan alasan keirian dan lain-lain.

***

Murid-murid SMA Nusa Bangsa, tidak sabar mengetahui hasil belajar mereka selama satu semester ini. Hari ini penerimaan rapor semester pertama, para siswa dan juga guru telah berkumpul dilapangan. Pak Ridwan tidak pernah ketinggalan menyapaikan petuahnya. Setelah itu pengumuman juara kelas dan juara umum. Gretel sedih karena tiadanya Hansel di sini. Seandainya saudaranya itu masih hidup, pasti nama mendiang akan dipanggil dan berdiri di depan sana. Tahun depan ia harus bisa berdiri di depan sana. Membuat Hansel di sana bangga, terutama orang tuanya.

Setelah pengumuman juara, maka para murid yang berada di lapangan bubar dan pergi menuju kelas masing-masing bersama orang tua atau wali mereka.

Di koridor, Gretel menoleh ke sana-ke mari. Ia mencari keberadaan orang tuanya. Ia yakin papanyalah yang akan mengambil rapornya. Mamanya sampai saat ini masih mendiamkannya. Bicara sesekali ketika perlu saja. Kadang terasa sakit. Namun, ia harus menerima itu. Diterima di rumah, tidak dimarahi, ia sangat syukuri itu. Walau, harapan dicintai dan disayangi sangat mustahil di dapatkannya.

Namun, siapa kira. Sepasang suami-istri berjalan santi di ujung koridor sana. Senyum Gretel mengembang dan ia bergegas menyusul orang tuanya. Ia tidak menyangka mamanya datang untuk dirinya. Momen ini menjadi kebahagiaan tersendiri baginya.

Wali kelas, Gretel—Bu Santi—duduk di depan sana, berhadapan dengan kedua orang tua Gretel dan juga Gretel. Meja kayu berlaskan kain batik sebagai pembatas di antara mereka. Bu Santi menyampaikan beberapa patah kata mengenai Gretel dan sikapnya di sekolah.

Kali ini review wanita itu tidak seburuk penerimaan rapor ketika kenaikan kelas 6 bulan nan lalu. Sehingga orang tuanya bersyukur akan hal itu.

Nilai yang diperoleh gadis itu meningkat. Walau belum bisa dibanggakan setidaknya ia telah berusaha keras untuk nilai-nilainya. Peringkat 20 menjadi keajaiban dalam hidup Gretel. Selama SMP sampai SMA ia tidak pernah mencapai peringkat itu. Ia sering hampir tak naik kelas karena nilainya yang sangat buruk.

Selama di sekolah, Santi tidak berkata apa-apa. Matanya berkaca-kaca, mungkin ia teringat meniang putranya. Prasetyo memberikan ucapan selamat karena meningkatnya hasil rapor putrinya. Ia sampaikan saat mereka sudah keluar dari kelas itu.

"Selamat ya, putriku. Nilai-nilaimu meningkat," ucap Prasetyo tersenyum bahagia sembari bersalaman pada Gretel.

"Makasih, Pa. Tapi ini masih buruk. Peringkat 20 masih termasuk peringkat rendah. Tidak ada yang bisa dibanggakan."

"Jangan sedih begitu. Setidaknya Gretel telah berusaha. Mana tau dengan Gretel lebih berusaha lagi dan terus semangat belajar, nilai semester tahun depan bisa dapat peringkat 10 besar," ucap Prasetyo memberi semangat untuk putrinya.

"Amin. Semoga Gretel bisa naik setinggi itu, Pa."

***

Setelah menerima rapor, Gretel dan keluarganya langsung pulang ke rumah. Papanya harus balik lagi ke kantor karena pekerjaannya, sedangkan Santi juga pergi setelah suami pergi. Gretel tidak bertanya apa pun. Masih sulit baginya untuk mendekati mamanya itu.

Mail mengirimkan chat padanya. Cowok itu minta ketemuan di taman yang tak jauh dari rumah Gretel sore nanti. Gretel pun menyetujuinya. Mungkin Mail ingin menceritakan hasil rapornya. Ia pun juga penasaran.

Gretel menemui Mail di taman. Di sana cukup ramai dan kebanyakan anak-anak yang bermain. Ia duduk di sebuah kursi tidak terlalu panjang—cukup untuk diduduki dua orang—menunggu kehadiran Mail. Sambil menunggu ia mengirim pesan ke cowok itu.

Belum selesai mengetik, ia dikejutkan oleh seseorang yang menepuk kedua pundaknya hingga ponselnya terjatuh di pahanya. Ia menyimpal ponselnya di saku jeans birunya, lalu berdiri, memutar badan melihat orang yang mengagetkannya.

Cowok putih dengan lemak di pipinya tertawa lepas hingga matanya tidak kelihatan. Gretel kesal hingga menepuk-nepuk cowok itu pelan.

"Ngeselin banget sih, kamu Mail. Ku sumpahin gedenya jadi Mail jualan ayam."

"Aku nggak jualan ayam, Kak. Aku jualannya sabun, pasta gigi, minyak, kopi, gulu, banyak deh, nggak ada ayam di sana," sanggah Mail dengan nada becanda.

"Serah dah. Btw, ada apa kamu ngajak ketemuan di sini?" tanyanya ketus.

"Mulai dah ketus-ketus. Jangan ketus dong, Kak. Aku tuh tadi cuma becanda doang. Hidup tuh nggak enak kalo nggak ada drama. Ea, nggak?" Alis Mail naik-turun.

"Iya-iya. Iya, Mail. Kamu ada perlu apa bawa aku ke sini?" tanyanya lagi membuat nada manis terkesan dibuat-buat.

Mail membungkuk dan mengambil sesuatu di bawah sana. Ia mengeluarkan sebuah boneka dari kantung kresek yang ia bawa.

"Tara ...! Ini buat Kakak, hadiah dari aku." Mail mengulurkan boneka itu di hadapan Gretel dengan kedua tangannya.

Gretel mengambil boneka itu. "Aku nggak suka boneka, Il. Tapi, karena boneka pikachu aku terima, deh."

"Syukurlah Kakak mau terima hadiah aku. Aku nggak tau kakak nggak suka boneka. Aku taunya kakak suka anime. He-he ...."

"Btw, ada apa nih kasih aku hadiah? Aku nggak dapat juara kelasa, aku nggak sedang ulang tahun. Jawab jujur, Mail. Sepertinya ada maksud terselubung," tanyanya yang sengaja membuat Mail salah tingkah. Tujuannya hanya bercanda.

"Kakak mau aku jujur. Tapi setelah aku jujur Kakak jangan musuhi aku, ya. Janji?" Mail mengajukan jari kelingkingnya, Gretel pun mengaitkan kelingkinngnya dengan kelingking Mail.

"Janji." Dalam hati ia penasaran Mail mau ngomong apa. Sepertinya serius.

"Aku sebenarnya suka sama Kakak. Kakak mau nggak jadi pacar aku?" ucapnya to the point tanpa embel-embel kata-kata mutiara.

Gretel kaget mendengar pernyataan cinta teman laki-lakinya itu. Tidak pernah ia menyangkat juniornya itu jatuh hati padanya. Sungguh, ia gadis yang tidak peka sama sekali.

"Maaf, Mail. Aku nggak bisa terima perasaanmu. Kamu itu sahabatku, dan sudah seperti saudaraku sendiri. Dari pada kekasih aku lebih mengharapkan kamu jadi adikku."

Mail sudah menduga cintanya akan ditolak. Karena itu ia tidak pernah mengungkapkannya dan baru sekaranglah ia memiliki keberanian yang datangnya entah dari mana. Mungkin menjadi sahabat lebih baik. Ia harus mencoba menghilangkan perasaan ini agar dirinya juga tak tersakiti ke depannya.

"Iya, Kak nggak pa-pa. Aku senang Kak Gretel nganggap aku adik kakak. Kakak senang dong punya adek seimut aku," ucapnya mencoba melenyapkan kecanggungan.

"Imut? Imutan kuceng tetangga dari pada kamu, Il."

"Iih, Kakak kok gitu. Kalo gitu aku nggak mau jadi adiknya Kakak." Mail pura-pura merajuk hingga membuat Gretel gemas.

Bersama Mail membuat Gretel bahagia. Menjadikan Mail saudaranya lebih baik bukan? Karena saudara ikatannya lebih kuat dari pada kekasih yang bisa putus kapan saja. Cukup Hansel yang meninggalkannya. Ia juga tak mau kehilangan sahabat, sekaligus adik yang baru diakuinya hari ini. Gretel akhirnya menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari.

~Tamat~

.
.
.

Yeah, akhirnya ceritaku Apology tamat juga

Kenapa judulnya Apology, karena aku bingung mau kasih judul apa saat pembuatan projek ini
Karena kisah ini ada penyesalannya maka teringat lagu Ikon yang judulnya Apology
Serius lagu itu bagus banget dan aku suka (yang penasaran bisa cari di yutub, serius MV-nya juga bagus)

Endingnya sengaja aku nggak bikin Gretel jadian sama Mail karena di sini aku lebih nekenin hubungan persuadaraan, sahabat daripada romance

Terima kasih sudah mengikuti kisah Gretel, Hansel, dan Mail sampai akhir
Salam sayang dari author gabut😘
Vote dan komennya jangan lupa ya😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro