27. Pelajaran Buat Mela
Lingkaran hitam tampak jelas di bawah mata indah gadis berkulit putih itu. Sudah jelas pertanda gadis itu kesulitan tidur. Hidupnya tidak tenang sejak foto itu tersebar. Rasa bersalah menyelimutinya serta ketakutan tak kunjung pergi. Kini ia bersiap-siap menunggu bangkai yang disembunyikan itu tercium oleh pemilik rumah.
Gretel duduk lesu menatap sarapan yang disediakan Santi di atas meja makan. Nafsu makannya hilang. Walau perutnya keroncongan tetap saja terkalahkan dengan beban pikiran. Tak lama saudara kembarnya menarik kursi kayu, duduk di sampingnya. Cowok itu memakai seragam sama seperti kemarin. Gretel hanya menatap dengan sorotan mata yang berbicara.
Hansel menarik selembar roti tawar, lalu mengambil botol selai cokelat untuk dioleskan ke rotinya. Sebelum memasukkan roti lezat itu ke dalam mulutnya, cowok itu menoleh dan menatap Gretel sinis.
"Kamu boleh ke sekolah bareng aku," ucapnya datar dan tidak ramah sama sekali. Sungguh Hansel berubah 180 derajat. Tidak ada lagi cowok ramah yang ada hanya cowok dingin bak batu es.
Setidaknya Gretel sedikit lega karena Hansel hari ini masuk sekolah. Tapi ia cemas dengan apa yang akan terjadi di sekolah. Apakah Hansel siap dengan caci-maki anak-anak nantinya. Cowok itu sangat rapuh, hatinya lembut, Gretel takut Hansel semakin menderita lagi.
Ponsel Gretel bergetar di dalam saku roknya. Rupanya Mail mengirimkan pesan bahwa temennya itu akan menjemputnya untuk pergi ke sekolah bersama. Sayangnya Gretel harus menolak Mail karena ia sekarang harus bersama kembarannya. Memastikan cowok itu akan baik-baik saja. Walaupun, tidak sepenuhnya yakin.
"Sudah selesai makannya?" tanya Hansel setelah menghabiskan roti dan segelas susu cokelatnya. Melirik kembarannya dengan ekspresi datar. "Ayo, pergi!" sambungnya setelah melirik piring di depan adik kembarnya kosong.
Gretel mengangguk, setuju. Piring di depannya memang kosong bukan karena ia sudah makan, melainkan ia belum mengambil sesendok nasi goreng pun. Rasa lapar telah hilang, semangat hidup juga berkurang. Inilah detik-detik putus asa di dalam hidup sebagai seorang gadis tukang bully.
***
Duo kembar akhirnya menginjakkan kaki di parkiran sekolah. Duo kembar bukanlah selebriti. Namun, semua mata tertuju pada mereka. Bukan tatapan berbinar layaknya fans, melainkan ekspresi sinis penuh kebencian. Si cowok hanya bisa menunduk dan melangkah pelan, mencoba mengabaikan anak-anak sekelilingnya yang berisik mengejeknya. Sedangkan si Cewek cuma diam dan merangkul tangan sang kakak.
"Nggak nyangka, ya. Cowok baik-baik, kebanggan sekolah. Taunya belok. Ha, ha, ha ...."
"Ha, ha, ha ... Bagusan aja aku. Walau nggak pintar, nggak ganteng, setidaknya maih suka cewek."
"Nyesel aku pernah suka ama dia. Amit-amit, cuih!"
"Dasar! Jeruk makan jeruk. Nggak guna pintar, bikin malu sekolah kita aja."
Dan banyak lagi cacian dari murid-murid SMA Nusa Bangsa. Hansel mencoba untuk kuat. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun, ia coba kendalikan dirinya agar tidak tampak lemah. Gretel terus berada di sampingnya, mengantarkannya sampai ke kelas.
Setibanya di depan kelas Hansel, Gretel langsung pergi begitu saja tanpa sepatah kata apa pun. Gadis itu punya tujuan penting yang tidak boleh terlewatkan. Ia harus pergi mencari tujuannya itu.
Tidak cuma di luar saja, di dalam kelas pun teman-teman Hansel mengunjingin dirinya. Saat itu Hendra hendak lewat mejanya Hansel.
"Ndra, jangan lewat situ. Jangan deket-deket dia. 'Ntar kau ketularan homo. Ha, ha, ha ...." sindir Alex disertai tawa terbahak-bahak.
"Iih, ogah," Hendra pun berputar arah, lewat ke sisi kiri.
Hansel mengeluarkan ear phone dari ranselnya. Menyumbat telinganya, memutar lagu band favoritnya, dibuat volumenya cukup kencang agar ocehan menyakitkan itu tidak terdengar.
Di lain tempat, Gretel telah tiba di kelas XI IPA 2. Kelas itu tepat di sebelah kelas Hansel. Anak-anak di dalam sana masih saja menghina kembarannya. Ia tidak peduli dan langsung menuju tujuannya, menghampiri Mela yang asyik mengobrol dengan dua temannya di meja pojok kiri paling belakang.
Tanpa basa-basi Gretel langsung menarik lengan gadis berambut panjang tergerai itu dan menyeretnya keluar dari kelas. Mela mencoba melepas cengkraman itu. Namun tenaganya kalah kuat dari gadis pem-bully itu. Mulutlah menjadi senjatanya.
"Apa-apaan, sih, Tel. Lepasin tangan aku!"
"Nggak! Kau harus ikut aku. Ada yang mau aku biacarakan."
"Aku ikut. Tapi, lepasin dulu. Aku janji nggak akan kabur."
Gretel melepaskan tangan Mela. Saking kuatnya cekraman tadi membuat tangan putih Mela memerah. Mela kesal. Namun, tatapan Gretel yang seram membuatnya hanya bisa menyimpan rasa sakit itu dalam hati. Ia mengikuti gadis berponi berkuncir kuda itu sampai ke belakang gudang.
"Apa yang mau kamu omongin?" tanya Mela sedikit was-was.
Gretel memegang kedua bahu Mela kuat dan menghempaskannya ke dinding. Matanya membulat, berapi-api, hingga Mela yang melihatnya ketakutan dan tidak bisa berkurik. Bulir-bulir asin mulai membasahi keningnya.
"Kau kan yang nyebarin foto itu?" tanya Gretel mendekatkan wajahnya ke wajah Mela dan memberi sedikit jarak.
Mela kepanasan. Wajah paniknya mulai kelihatan. Seketika bibirnya kelu untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan musuhnya itu.
"Nggak bisa jawab? Kau bisu?" Gretel menjambak rambut panjang Mela kuat hingga membuat leher gadis itu ikut tertarik. Sakit sekali. "Kau udah ambil Justin dari aku. Justin udah jadi punya kau, tapi kenapa kau lakukakan itu pada saudaraku? Hansel selama ini baik sama kau. Tega kau bikin hidupnya hancur!"
"Lepasin leherku!" pinta Mela dan Gretel pun melepasakannya. "Itu semua karena kamu. Aku nggak suka lihat kamu bisa senang-senang sama Justin. Kamunya juga yang bodoh nyimpan begituan di komputer," ucap Mela sedikit berani.
Tidak terima dengan jawaban Mela, Gretel mencekik leher Mela. Mail datang diiringi bunyi bel. Melihat kedatangan Mail, Gretel menghentikan aksinya. Mela terbatuk-batuk dan langsung berlari pergi meninggalkan Mail dan Gretel.
"Apa yang Kakak lakukan? Kenapa Kakak cekik lehek kakak itu?" tanyanya Mail heran.
"Udah bel. Aku mau balik ke kelas dulu," ucapnya datar dan ninggalin Mail gitu aja.
***
Bel berbunyi. Hansel dan teman-teman kelasnya duduk di kursi masing-masing setelah melihat kehadiran wali kelas mereka. Wanita berhijab hijau itu berdiri di depan papan tulis setelah menaruh tasnya di atas meja khusus guru.
"Buka buku paket. Baca hal 95-99, setelah itu kerjakan soal hal 100. Ketua kelas tolong perhatikan yang berisik. Pastikan jangan ada yang main-main apalagi ngerumpi," Bu Ina memberi amanat pada Antoni, lalu matanya berlalih ke Hansel. "Hansel, kamu ikut ibu ke ruang BK."
Hansel pun bangkit dari duduknya dan mengikuti Bu Ina.
Haduh, Hansel dibawa ke ruang BK. Moga dia nggak diapa-apain, ya
Jangan lupa votmennya
Maacih udah mampir😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro